Bukti Kedatangan Cola
Arca-arca bergaya Tamil menjadi tanda orang-orang Cola pernah bermukim di Pulau Sumatra.
EKSPANSI Kerajaan Cola, dinasti Tamil di India Selatan, yang dimulai abad 10 telah mendorong para pedagang Tamil untuk datang ke wilayah Asia Tenggara. Di antaranya ke Sriwijaya yang menguasai wilayah Sumatra dan perdagangan di Selat Malaka.
Selain prasasti, bukti keberadaan mereka adalah arca bergaya Tamil yang ditemukan di Sumatra Utara. Dari bukti ini dapat diketahui kalau mereka menempati daerah di pesisir barat dan timur Sumatra bagian utara.
Bambang Budi Utomo mengatakan salah satu tempat yang diduduki para saudagar Tamil adalah Kota Cina, Medan, Sumatra Utara. Mereka terkait dengan serikat dagang Tamil bernama Ayyavole yang beraktivitas di Asia Tenggara sekira abad 11-14.
“Adanya Prasasti Labu Tua di Barus, juga sisa bangunan dan arcanya di Situs Kota Cina, merupakan bukti orang Tamil telah tinggal permanen di tempat itu,” jelas arkeolog senior Puslit Arkenas.
Arca yang ditemukan di situs Kota Cina adalah arca Buddha dan arca Wisnu berserta Saktinya, Laksmi. Arkeolog Edwards McKinnon memasukkan arca itu dalam kelompok gaya Tamilnandu Pedesaan. Tamil Nandu adalah negara bagian di India Selatan yang menjadi pusat pemerintaha Dinasti Cola.
Dalam Pengaruh Kebudayaan India dalam Bentuk Arca di Sumatra, Bambang menjelaskan ciri khas gaya Tamil yang nampak pada arca di Kota Cina adalah model pakaian bawahnya. Pada fragmen arca Laksmi misalnya, kain panjangnya digambarkan seperti lipatan-lipatan yang sangat jelas dan menonjol. Belahan kakinya juga dalam.
“Yang menjadi pembandingnya adalah arca Dewi di Kuil Sri Mariyamman dan Wisnu Kahchipuram di India. Diduga area dari Kota Cina tersebut berasal dari abad 11-12,” lanjutnya.
Arca lainnya adalah arca Buddha. Arca ini mempunyai gaya berbeda dengan yang dijumpai di Jawa atau Sumatra. Arca ini lebih mirip dengan arca-arca Buddha di Tanjore (India Selatan) dan arca Buddha dari Siwa Kancipuram (Tamilnadu, India Selatan) yang berasal dari abad ke-11-12. Cirinya salah satunya terletak pada usnisa atau tonjolan pada kening Buddha yang meruncing.
“Bentuk tubuhnya kalau dilihat dari samping agak pipih, sedangkan dari depan atau belakang bentuknya melebar,” jelas Bambang.
Secara garis besar, langgam arca Tamilnadu Pedesaan tidak proporsional terutama bagian tangan dari lengan hingga telapak tangan. Lengannya besar, telapak tangannya pun terlalu lebar dan besar. Ini memberikan kesan yang kasar, terutama pada arca-arca Hindu.
Pengaruh Tamil juga masuk ke wilayah Sumatra bagian tengah. Di Situs Koto Kandis, Jambi, ditemukan arca Mahadewi dari perunggu. Pakaian yang dikenakan digambarkkan seperti kain tipis, bergaris-garis dan panjang sampai pergelangan kaki. Ikat pinggangnya berupa tali berhias bunga dan sampur dengan simpul pada bagian pinggul kanan dan kiri.
“Itu dari tepi Batanghari. Arca ini sekarang di Museum Jambi. Tingginya sekira 40 cm,” ungkap Bambang.
Beberapa arca lainnya kemungkinan pernah ditemukan di Situs Labo Tua, pantai barat Sumatra Utara. Namun sudah hilang.
Di tempat ini pula pernah dilaporkan ada dua buah prasasti Tamil. Sayangnya, satu sudah hancur diledakkan. Satu lagi disimpan di Museum Nasional.
“Arca-arca dari wilayah Sumatra Utara memang paling banyak terpengaruh gaya India Selatan dan Cola. Di Barus, Banda Aceh, Medan, di sana sampai sekarang masih banyak ditemukan orang-orang Tamil,” lanjut Bambang.
Bambang menduga, orang-orang Tamil mendatangkan arca-arca itu langsung dari India Selatan. Terutama arca dari Kota Cina. Batu yang menjadi bahan dasar pembuatannya tak ditemukan di Sumatra atau Nusantara, melainkan hanya ada di India.
“Jenis batunya keras dan berwarna hitam,” ujarnya.
Arca gaya itu pun tak berkembang di Nusantara karena masyarakat tak mengadopsinya. Gaya ini tak ditemukan lagi setelah abad 14.
“Bukan mempengaruhi gaya seni Nusantara, dalam arti senimannya seniman Nusantara bikin arcanya gaya Tamil, bukan gitu. Senimannya tetap seniman Tamil, barangnya dibawa dari India,” katanya.
Berbeda dengan gaya arca yang memang berkembang di Nusantara, seperti gaya Sailendra (abad ke-8-9), Singhasari (abad 13), dan Majapahit (abad 14-15). Jumlah temuan arcanya banyak karena hasil seniman lokal.
“Di antara semua itu, gaya Sailendra yang paling berkembang,” lanjut Bambang.
Bambang menambahkan, selain arca gaya seni Cola dari India Selatan, di Nusantara juga ditemukan gaya seni asing lainnya, yaitu gaya seni Amarawati dari India Utara (abad 7-8), gaya seni Pala, India Utara (abad ke-8-11), dan gaya seni Dwarawati di Asia Tenggara daratan (abad ke-7-12). Temuannya hanya sedikit sama seperti gaya seni Cola. “Indikasinya, kerajaan-kerajaan di Nusantara mengadakan kontak dengan kerajaan di luar,” katanya.
Baca juga:
Serbuan Cola ke Sriwijaya
Alasan Cola Serang Sriwijaya
Ekspansi Raja Cola sampai Sriwijaya
Cola dan Tiongkok Bawahan Sriwijaya
Tambahkan komentar
Belum ada komentar