Napoleon yang Sarat Dramatisasi
Sineas Ridley Scott mengemas sepakterjang Napoleon dengan dramatisasi berlebihan. Sengitnya pertempuran Austerlitz dan Waterloo bak cerita sampingan.
DI tendanya yang terletak di padang pasir dekat Kairo, Mesir, Jenderal Napoleon Bonaparte (diperankan Joaquin Phoenix) makan siang dengan lahap beberapa waktu pasca-Pertempuran Piramida (21 Juli 1789). Sang adik Lucien Bonaparte (Matthew Needham) turut menemani di hadapannya.
“Apakah ada batasan dari hal yang mestinya aku katakan padamu?” ujar Lucien.
“Seharusnya tidak ada,” jawab Napoleon.
Lucien pun memberanikan diri membongkar rahasia bahwa Joséphine (Vanessa Kirby), istri Napoleon, main serong dengan seorang perwira muda Hippolyte Charles (Jannis Niewöhner). Napoleon pun langsung menatap nanar dan selera makannya hilang mendengar kabar tak sedap itu.
“Kau berharap aku percaya bahwa istriku melakukan (perselingkuhan) ini?” timpal Napoleon.
“Aku tidak pernah membohongimu,” Lucien bersikeras.
Baca juga: Para Perempuan dalam Buaian Napoleon
Lucien mendapati kebenaran gosip itu dari surat-surat Lucille, pacar Lucien yang juga pelayan Joséphine. Dilanda kekalutan, Napoleon memilih pulang ke Paris untuk melabrak istrinya.
Di hadapan Direktorat Revolusi Republik Prancis, jenderal pahlawan Pengepungan Toulon (29 Agustus-19 Desember 1793) itu berkilah bahwa ia tidak desersi dari kampanyenya di Mesir. Ia mengaku bahwa perselingkuhan istrinya jadi salah satu faktor tapi faktor lainnya adalah situasi gawat di perbatasan yang terancam koalisi Austria-Rusia dan kondisi negeri yang nyaris bangkrut.
Begitulah salah satu penggalan cerita yang disajikan sutradara Ridley Scott lewat film epik drama-sejarah semi-biopik racikannya, Napoleon.
Napoleon selalu jauh dari kata puas. Apalagi Joséphine tak kunjung memberi keturunan. Seiring petualangannya menaklukkan Eropa hanya karena para raja Eropa meledeknya sebagai “Begundal Korsika”, Napoleon menceraikan Joséphine meski terkadang Napoleon mengunjunginya di rumah peristirahatan Joséphine atau setidaknya terus saling bersurat.
Usai pertempuran sengit mengalahkan Austria di Pertempuran Austerlitz (2 Desember 1805), Napoleon melamar Marie Louise (Anna Mawn) yang merupakan putri sulung Kaisar Austria, Franz II (Miles Jupp), hingga akhirnya mendapatkan keturunan. Saking bahagianya, Napoleon sampai memamerkan bayi laki-lakinya kepada Joséphine.
Seolah mengabaikan istri sahnya, Napoleon tak pernah berhenti “curhat” kepada Joséphine. Surat-surat curhatnya terus datang dari berbagai perkelanaannya, mulai dari invasinya ke Rusia, Pertempuran Borodino (7 September (1812) dan merebut Moskow, hingga dalam pengasingannya di Pulau Elba akibat gagal dalam invasi Rusia yang berujung dirinya sebagai kaisar dipaksa turun takhta.
Tetapi bukan Napoleon namanya jika surut semangatnya. Ia makin terobsesi setelah tahu Joséphine dipacari kaisar Rusia, Tsar Alexander I (Édouard Philipponant). Namun upaya comeback-nya Napoleon ternyata lebih rumit. Pasalnya negeri-negeri Eropa membentuk koalisi lebih besar di bawah pimpinan jenderal Inggris Arthur Wellesley alias Duke of Wellington (Rupert Everett).
Bagaimana Napoleon menghadapi pasukan koalisi besar di medan penentuan Pertempuran Waterloo (18 Juni 1815) itu? Tonton sendiri kelanjutan Napoleon yang meskipun sudah diputar di bioskop sejak 22 November 2023, tetapi masih bisa disaksikan di platform daring Apple TV+.
Potret Epik yang Mengabaikan Akurasi Sejarah
Sinematografi nan epik jadi ciri khas Ridley Scott dengan bumbu seks percintaan yang kental begitu mendominasi Napoleon. Nuansa di era sepak-terjang Napoleon yang disajikan tak kalah greget. Selain tone film yang muram, redup, dan nyaris tanpa warna cerah sinar matahari, alunan orkestra yang dinamis sebagai music scoring-nya sesuai adegan-adegan percintaan, intrik politik, maupun peperangannya.
Maka, wajar Napoleon lumayan laris ketika rilis di pasaran meski banjir kritik baik dari para kritikus film maupun para sejarawan. Pun demikian, Napoleon tetap mendapat tiga nominasi dalam Academy Awards atau Piala Oscars pada 10 Maret 2024 mendatang dari kategori: desain kostum terbaik, desain produksi terbaik, dan efek visual terbaik.
Secara estetik Napoleon memang tak kalah ciamik dan epik dari karya besar Scott sebelumnya, Gladiator (2000) atau Kingdom of Heaven (2005). Namun Scott seperti mengulang kebiasaannya di dua film itu: mengabaikan akurasi sejarah. Ia seolah hanya meminjam karakter Napoleon dan tokoh-tokoh di sekitarnya beserta peristiwa-peristiwanya dan kemudian menciptakan alur cerita seenak perutnya.
Baca juga: Hidangan Favorit Napoléon
Alur cerita tentang percintaan Napoleon dengan Joséphine terlampau dominan. Bahkan berlebihan memotret relasi “love-hate” di antara sejoli yang mabuk cinta dengan sifat kekanak-kanakan. Belum lagi Scott hanya menyajikan dimensi seorang Napoleon tapi tidak memberi ruang dan waktu bagi para jenderal Napoleon yang lain. Padahal, banyak dari mereka punya peran besar.
“Ini seperti Barbie dan Ken di sebuah kekaisaran. Filmnya bukan karya sejarah. Bahkan bukan sebuah biopik. Dengan Scott, kami meyakini tidak ada film yang semestinya menciptakan ulang epik Napoleon yang merupakan sejarah besar bagi Prancis. Seperti inilah karya sutradara yang pernah membuat Gladiator, Kingdom of Heaven, dan The Duellists (1977),” tulis kritikus Jean-Christophe Buisson di kolom majalah Le Figaro, 20 November 2023.
Hal yang fatal, banyak kekeliruan historis yang disuguhkan sejak pembuka film. Di antaranya, Napoleon ada di tempat ketika Ratu Prancis Marie Antoinette dieksekusi dengan guillotine di Paris (16 Oktober 1793). Mestinya dia tidak ada di tempat karena sedang memimpin Pengepungan Toulon. Napoleon juga tidak pernah menembakkan meriamnya ke Piramida Giza saat Pertempuran Piramida.
Baca juga: Menang di Toulon, Napoléon Menyelamatkan Revolusi Prancis
Dalam film turut digambarkan Napoleon ikut melakukan serangan ke garis depan dalam Pertempuran Austerlitz, Pertempuran Borodino, dan Pertempuran Waterloo. Faktanya, Napoleon tidak pernah sampai ke garis depan selain di Pengepungan Toulon.
Mungkin di antara penonton yang mengharapkan banyak potret pertempuran juga akan kecewa. Penggambaran kejeniusan taktik dan strategi Napoleon sangat minim. Satu-satunya adegan yang memperlihatkan sedikit taktik Napoleon hanya di Pertempuran Austerlitz.
Adegan-adegan pertempurannya pun tak mendapat porsi besar sebagaimana film-film lain tentang Napoleon, semisal Waterloo (1970). Paling lama tidak lebih dari 10 menit, termasuk medan laga menentukannya, Pertempuran Austerlitz, di pertengahan film dan klimaksnya Pertempuran Waterloo.
Baca juga: Kala Napoléon Dianggap Putra Nabi di Mesir
Sejarawan Paul du Quenoy dalam kolomnya di laman The European Conservative, 26 November 2023, menyebut ada detail yang jelas terlihat keliru. Yakni, tentang meriam-meriam Napoleon yang menembaki danau es untuk menenggelamkan pasukan Austria. Itu masih diragukan kesahihannya.
“Faktanya Napoleon memang meninggalkan keuntungan strategisnya di Dataran Tinggi Pratzen untuk memancing pasukan Austria dan Rusia masuk perangkap. Tetapi filmnya menonjolkan kolapsnya es yang memainkan peran dalam kekalahan itu. Sampai saat ini, kisah tentang danau es itu masih diragukan,” ungkap Du Quenoy.
Masih banyak lagi kekeliruan soal akurasi sejarahnya namun Scott peduli setan. Ia bersikeras berhak membuat imajinasinya sendiri tentang Napoleon.
“Ketika Napoleon wafat (5 Mei 1821), 10 tahun kemudian ada yang menulis sebuah buku. Lalu ada orang yang melihat bukunya untuk menulis bukunya yang lain dan seterusnya selama 400 tahun kemudian, terdapat banyak imajinasi. Saat saya punya masalah dengan sejarawan, ‘maaf kawan, apakah Anda ada di sana saat itu? Tidak? Maka, tutup mulut Anda’,” tukas Scott kepada The Times, 12 November 2023.
Deskripsi Film:
Judul: Napoleon | Sutradara: Ridley Scott | Produser: Ridley Scott, Kevin J. Walsh, Mark Huffam, Joaquin Phoenix | Pemain: Joaquin Phoenix, Vanessa Kirby, Matthew Needham, Tahar Rahim, Rupert Everett, Anna Mawn, Jannis Niewöhner, Édouard Philipponnat | Produksi: Apple Studios, Scott Free Productions | Distributor: Columbia Pictures, Apple TV+ | Genre: Drama Sejarah | Durasi: 157 menit | Rilis: 22 November 2023/Apple TV+.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar