Hergé, Tintin, dan Soviet
Hergé mendulang sukses usai meluncurkan kisah petualangan Tintin di Soviet. Namun, ia kemudian menganggap kisah tersebut sebagai sebuah pelanggaran di masa muda.
SIAPA yang tak mengenal Tintin? Karakter kartun ciptaan Georges Remi alias Hergé, yang memiliki banyak penggemar di berbagai negara, memulai debutnya pada 10 Januari 1929 sebagai suplemen untuk pembaca muda di mingguan Le Petit Vingtiéme, sisipan surat kabar Belgia, Le Vingtiéme Siécle.
Tintin dikisahkan sebagai reporter pemberani dan banyak akal. Ia berkeliling dunia untuk memecahkan misteri dan melakukan petualangan besar. Selama perjalanannya, reporter muda yang khas dengan jambul, ditemani anjing berwarna putih bernama Milou atau Snowy dalam versi bahasa Inggris.
Harry Thompson, penulis biografi berkebangsaan Inggris, menulis dalam Tintin: Hergé and His Creation, kisah petualangan Tintin menghabiskan waktu 16 bulan dan 139 halaman, di mana Hergé mengerjakan dua halaman seminggu pada hari Rabu, di sela-sela tugasnya sebagai editor Le Petit Vingtiéme. Oleh karena itu, hasilnya biasanya agak terburu-buru.
“‘Petit Vingtiéme terbit pada hari Rabu malam,’ kata Hergé, ‘dan saya sering kali tidak memiliki petunjuk pada hari Rabu pagi bagaimana saya akan mengeluarkan Tintin dari kesulitan yang saya hadapi pada minggu sebelumnya’,” tulis Thompson.
Baca juga: Empat Hal Tentang Komik
Sementara itu, terkait awal kemunculan Tintin, Laura Perna dalam Comics Through Time: A History of Icons, Idols, and Ideas yang diedit oleh M. Keith Booker, menyebut editor Le Vingtiéme Siécle, Pastor Norbert Wallez, memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap isi korannya, dan di bawah arahannya, petualangan-petualangan awal Tintin mengambil sikap nasionalis, terkadang terang-terangan antikomunis maupun antikapitalis.
Senada dengan Perna, menurut Thompson, salah satu pengaruh Wallez adalah saat ia memberi Hergé sebuah buku berjudul Moscow Unveiled karya Joseph Douillet, seorang diplomat Katolik yang bertugas sebagai konsul Belgia di Rostov-on-Don, dan sangat tidak menyukai segala sesuatu yang berkaitan dengan Rusia. Intinya tidak sulit ditebak, Hergé diperintah untuk mencerna dan menyampaikan informasi di dalam buku itu kepada para pembaca muda Petit Vingtiéme yang mudah dipengaruhi. Tak heran bila kemudian Tintin, yang dikisahkan sebagai salah satu reporter terbaik Le Petit Vingtiéme, dikirim ke Uni Soviet untuk melaporkan kondisi kehidupan di sana dan para pembaca dapat mengikuti kisah petualangannya setiap minggu.
Baca juga: R.A. Kosasih Bapak Komik Indonesia
Mulanya panel awal komik strip pertama dengan judul “Petualangan Tintin, Reporter ‘Petit Vingtiéme’, di Negeri Soviet” bukanlah sebuah gambar. Tetapi sebuah panel yang penuh dengan teks berisi informasi mengenai penugasan Tintin di Soviet, dengan tambahan catatan bahwa para editor Petit Vingtiéme akan memeriksa keaslian semua foto yang diambil oleh Tintin, baik oleh dirinya sendiri maupun dengan bantuan anjingnya, Snowy.
Tak butuh waktu lama bagi pembaca muda Le Petit Vingtiéme untuk menyukai Tintin. Menurut Matthew Screech dalam Masters of the Ninth Art Bandes Dessinées and Franco-Belgian Identity, faktor utama kesuksesan Tintin adalah kemampuan Hergé menciptakan ilusi bahwa Tintin benar-benar ada. Taktik Hergé mengintegrasikan Tintin ke dalam kehidupan nyata sehingga pembaca dapat membayangkan Tintin bekerja untuk Le Petit Vingtiéme di sela-sela penampilan mingguannya.
“Hergé memupuk gagasan bahwa Tintin benar-benar ada dengan mengubah Le Petit Vingtiéme menjadi tempat di mana hal nyata dan yang imajiner bersinggungan,” tulis Screech. “Ide Hergé bekerja dengan sangat baik karena dilengkapi dengan sifat alami dari komik strip, di mana komik strip bersinggungan dengan dunia nyata karena pembaca menyaksikan peristiwa secara langsung, daripada membaca baris-baris prosa yang terus menerus dan membentuk gambaran mental seperti yang mereka lakukan ketika membaca novel.”
Guna memberikan kesan bahwa Tintin bukan sekadar tokoh rekaan, menurut Benoit Peeters dalam Hergé, Son of Tintin, pada 1 April 1930, Hergé menerbitkan sebuah surat palsu dari GPU (Polisi Rahasia Rusia) di Le Petit Vingtiéme, yang dihiasi dengan lambang palu dan arit. Surat itu berisi peringatan agar Tintin berhenti mempublikasikan hasil liputannya yang dianggap menyerang Soviet. Tak hanya menyebut bahwa Moskow tengah mengamati gerak-gerik Tintin, surat bernada ancaman itu juga menyisipkan kalimat: “Pilihan ada di tangan Anda: kampanye berita ini berakhir atau kematian.”
Lebih dari sekadar lelucon April Mop, surat itu seakan memperkuat bobot petualangan Tintin di Soviet. Terlebih surat balasan dari editor Le Petit Vingtiéme, yang tidak diragukan lagi juga dari Hergé sendiri, mengungkapkan bahwa ancaman kematian tak menyurutkan semangat Tintin dan surat kabarnya untuk terus mempublikasikan hasil liputan sang reporter yang tengah berada di Soviet. Selain itu, sebagai upaya untuk menarik perhatian publik, pada 24 April 1930, Le Petit Vingtiéme mengumumkan bahwa Tintin akan kembali ke Belgia. Dalam pengumuman tersebut, surat kabar itu menyarankan agar para pembaca menemuinya di stasiun kereta api.
“Semua rincian tentang operasi publisitas yang luar biasa ini diberikan dalam edisi berikutnya: Tintin akan tiba pada hari Kamis, 8 Mei, pukul 16.08 di Gare du Nord dengan kereta ekspres Liege,” sebut Peeters.
Baca juga: Pelopor Jurnalisme Komik di Indonesia
Seorang anggota pramuka berusia 15 tahun bernama Lucien Peppermans dipilih untuk berpura-pura menjadi Tintin. Ia dianggap sebagai sosok yang tepat karena memiliki kepala bulat sempurna, meski menurut Hergé agak terlalu besar. Sejumlah persiapan dilakukan menjelang “kepulangan” Tintin, salah satunya mengirim Lucien ke tukang cukur karena rambutnya terlalu panjang untuk memerankan tokoh Tintin. Selain itu, sesaat sebelum Tintin tiba di Belgia, sebuah sesi foto diatur di kantor surat kabar dan pada hari H, foto-foto ini akan digunakan untuk kartu pos dan menjadi sampul Le Petit Vingtiéme.
Pierre Assouline dalam Herge: The Man Who Created Tintin menyebut Lucien dibayar 100 franc (setara $45) untuk memerankan Tintin. “Dia terlalu tinggi dan rambutnya terlalu panjang, tetapi dia harus melakukannya. Mereka kemudian mengirimnya ke tukang cukur, dan di toilet pria di stasiun kereta Louvain, ia mengenakan kostum orang Rusia (sepatu bot merah dan kerah model stand up band dengan kancing). Rambutnya diolesi dengan Argentina Gel agar jambulnya berdiri. Ia juga ditemani oleh Snowy dengan tali pengikat, dan ia menaiki kereta api Cologne menuju Brussels,” tulis Assouline.
Baca juga: Komik Strip Panji Koming Merekam Zaman
Kabar mengenai “kepulangan” Tintin menarik perhatian publik. Peron stasiun kereta api Gare du Nord tidak mampu menampung kerumunan orang yang antusias. Menurut Peeters, “Tintin” tiba di Gare du Nord tepat pukul 16.08. Ia tampak memegang sebuah koper dengan stiker “Moskow”. Setelah mendengarkan sedikit pidato sambutan, ia naik ke mobil Buick untuk menuju ke kantor Le Vingtiéme Siécle, di mana ia akan memberikan pidato singkat yang ditulis Hergé untuknya.
“Kembalinya Tintin segera membuktikan bahwa ia lebih dari sekadar pelengkap. Le Vingtiéme Siécle sendiri mempraktikkan promosi diri tanpa malu-malu, mendedikasikan sebagian besar edisi berikutnya untuk acara tersebut,” ungkap Peeters.
Popularitas Tintin dengan kisah petualangannya di Soviet mendorong Hergé dan Wallez untuk menjadikannya sebagai kesuksesan yang berkelanjutan dengan menghadirkan sekuelnya serta menerbitkan kisah petualangan itu sebagai buku terpisah.
Akan tetapi, menurut Thompson, walau kisah Tintin di Soviet mendulang sukses, di tahun-tahun berikutnya, Hergé menganggap seluruh cerita itu sangat memalukan dan menyebutnya sebagai “pelanggaran masa muda saya” yang muncul karena ia tak tahu apa-apa. Imbasnya, Hergé selalu menolak untuk mengizinkan penerbitan ulang, meskipun banyaknya edisi bajakan memaksanya untuk menerbitkan versi faksimili pada 1973. “Buku ini tidak pernah dimodernisasi atau diberi warna, dan harus menunggu selama enam puluh tahun sebelum kemunculannya dalam bahasa Inggris,” tulis Thompson.*
Tambahkan komentar
Belum ada komentar