Di Balik Peringatan Hari Kesehatan Mental Sedunia
Kisah seorang mantan pasien rumah sakit jiwa di Amerika Serikat memicu gerakan meningkatkan kesadaran akan kesehatan mental.
PEMBAHASAN mengenai kesehatan mental kini tidak asing bagi masyarakat. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebut kesehatan mental merupakan kondisi kesejahteraan mental yang memungkinkan orang mengatasi tekanan hidup, menyadari kemampuan, belajar dengan baik dan bekerja dengan baik, serta berkontribusi pada komunitas. Dengan demikian, kesehatan mental merupakan hak asasi manusia, dan sangat penting bagi perkembangan pribadi, komunitas, serta sosio-ekonomi seseorang.
Kesehatan mental berkaitkan dengan mental health yaitu kondisi kesejahteraan psikologis dan emosional seseorang. Selain itu, ada istilah mental hygiene yaitu ilmu yang berhubungan dengan proses mencapai kesehatan mental dan mencegah penyakit mental di masyarakat.
Menurut Dashiel Geyen dalam “Mental Hygiene”, yang termuat di Cultural Sociology of Mental Illness - An A-to-Z Guide, istilah mental hygiene diciptakan pada 1843 oleh William Sweetzer, seorang dokter, penulis, dan advokat orang yang menderita penyakit mental. “Sejak awal, istilah ini mengandung gagasan optimis bahwa penyakit mental dapat dicegah dengan penanganan yang sesuai, meskipun secara tepat apa tindakan pencegahan ini dan bagaimana tindakan tersebut dapat mencegah penyakit mental tetap samar-samar sepanjang sejarah istilah ini,” tulis Geyen.
Baca juga: Dari Bangsal Institusi Mental
Sweetzer menggunakan istilah mental hygiene dalam bukunya, Mental Hygiene: or an Examination of the Intellect and Passions. Istilah mental hygiene kemudian digunakan lagi pada 1863 untuk judul buku karya Isaac Ray, salah satu pendiri American Psychriatric Association, di mana ia menawarkan definisi awal mental hygiene. Ray menyarankan bahwa istilah ini memiliki arti sebagai ilmu menjaga pikiran dari semua kejadian dan pengaruh yang akan merusak energinya atau merusak kualitasnya. Dengan demikian, mental hygiene menjadi pendahulu dari pendekatan kontemporer untuk mempromosikan kesehatan mental yang positif.
Selanjutnya istilah mental hygiene sempat digunakan oleh D.A. Gorton untuk tulisannya, Essay on the Principles of Mental Hygiene pada 1873. Tokoh penting abad ke-19 lainnya yang secara tidak langsung terkait dengan mental hygiene adalah Dorothea Dix. Mantan guru sekolah dari Massachusetts ini melakukan perjalanan ke seluruh Amerika Serikat pada 1840-an dan awal 1850-an, untuk mendorong pembangunan rumah sakit jiwa yang didukung oleh negara untuk orang-orang yang mengalami gangguan jiwa.
“Terlepas dari kenyataan bahwa pada masa itu perempuan tidak memiliki hak pilih dan secara umum tak dilibatkan dari segala bentuk kegiatan politik, Dix berhasil melobi legislator negara bagian untuk mengumpulkan dana yang diperlukan untuk menciptakan jaringan lembaga-lembaga ini,” sebut Geyen.
Meski sejumlah tokoh pada abad ke-19 telah menggunakan mental hygiene dalam tulisan maupun pembahasan mengenai program mencegah penyakit mental, istilah ini menjadi lebih terkenal pada awal abad ke-20 melalui tulisan-tulisan dan kegiatan seorang mantan pasien rumah sakit jiwa bernama Clifford Whittingham Beers.
Dalam otobiografinya, A Mind That Found Itself, pria kelahiran New Haven, Connecticut, 30 Maret 1876 itu menulis tentang perlakuan kasar dan brutal yang ia dan pasien lain terima saat menjalani perawatan di rumah sakit jiwa di Amerika Serikat pada awal abad ke-20. Buku yang terbit pada 1908 ini menarik perhatian publik dan berdampak besar dalam masyarakat.
Menurut Vassiliki Theodorou dan Despina Karakatsani dalam Strengthening Young Bodies, Building the Nation: A Social History of the Child Health and Welfare in Greece (1890–1940), Beers memainkan peran penting dalam munculnya gerakan kesehatan mental di dunia, khususnya Amerika Serikat. Pasalnya, setelah otobiografinya diketahui secara luas oleh publik, Beers terdorong untuk mendirikan organisasi yang berfokus pada kesehatan mental.
Baca juga: pafi kota singaraja
Mengutip Mental Hygiene Bulletin Volumes 1–5 yang dipublikasikan tahun 1923, Beers bertemu Adolf Meyer, profesor psikiatri di Universitas John Hopkins, untuk mendiskusikan penamaan organisasi tersebut. Pada mulanya mereka kebingungan untuk menemukan istilah yang tepat – istilah yang tidak hanya mengekspresikan gagasan untuk meningkatkan perawatan orang dengan gangguan mental, motif awal dari gerakan kesehatan mental, namun juga gagasan untuk mencegah gangguan jiwa.
Organisasi rintisan Beers itu kemudian dikenal dengan nama Connecticut Society of Mental Hygiene. “Beers dengan cepat bergerak untuk mengembangkan organisasi ini untuk membentuk apa yang disebutnya National Committee for Mental Hygiene atau Komite Nasional untuk Kesehatan Mental. Ia bahkan menarik dukungan dari filantropis Henry Phipps dan kemudian dari Yayasan Rockfeller dan Dana Persemakmuran,” tulis Geysen.
Pada 1913, Komite Nasional membuka klinik rawat jalan pertama di Amerika Serikat. Direktur medis pertamanya, Thomas Salmon, mulai mengumpulkan statistik tentang penyakit mental dan mengadvokasi program-program kesehatan mental, yang bertujuan untuk intervensi dini, pencegahan, dan promosi kesehatan mental, serta mengumpulkan data yang berpengaruh dalam lingkaran kebijakan.
Baca juga: JA Latumeten, Psikiatris Nasionalis Kompeten Namun Kurang Beken
Beers terus menjadi tokoh utama gerakan ini hingga tahun 1930-an, ketika penyakit mentalnya kambuh dan harus menjalani perawatan di rumah sakit. Gerakan meningkatkan kesadaran akan kesehatan mental terus berlanjut, tak hanya di Amerika Serikat tetapi juga dunia. Salah satu organisasi yang muncul adalah World Federation for Mental Health (WFMH).
Alex Cohen, Vikram Patel, dan Harry Minas menulis dalam “A Brief History of Global Mental Health” yang termuat di Global Mental Health: Principles and Practice, bahwa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) ini didirikan pada 1948 di tengah gelombang idealisme pascaperang mengenai “kewarganegaraan dunia” dan dengan keyakinan bahwa kesehatan mental yang baik akan mendorong perdamaian dunia. “Selama beberapa dekade, WFMH merupakan satu-satunya LSM yang memiliki fokus utama pada kesehatan mental,” tulis mereka.
LSM lain mulai masuk ke bidang kesehatan mental pada 1990-an, yang sering kali sebagai hasil dari keinginan untuk menanggapi dan meringankan trauma psikologis orang-orang yang telah mengalami krisis kemanusiaan. Kian besarnya perhatian terhadap kesehatan mental mendorong WFMH menetapkan Hari Kesehatan Mental Sedunia pada 10 Oktober 1992. Setelahnya Hari Kesehatan Mental Sedunia rutin diperingati setiap tahun di seluruh dunia.*
Tambahkan komentar
Belum ada komentar