Sukarno Cemas Bu Fat Hilang di Cipanas
Hilang menyendiri di tepi sungai, Fatmawati bikin Sukarno dan semua orang di Istana Cipanas cemas.
MESKI kunjungannya ke Amerika Serikat pada 1956 secara umum menyenangkan, Presiden Sukarno menyimpan kegelisahan dalam kunjungan itu. Pasalnya, di Rumahsakit Saint Carolus, Jakarta saat itu Ibu Negara Fatmawati sedang terbaring tak berdaya. Pendarahan hebat membuat Fatmawati harus dioperasi.
Beruntung, operasi yang dijalani ibu negara berjalan lancar. Fatmawati pun diizinkan pulang beberapa hari kemudian. Untuk memulihkan kondisinya, Bu Fat, sapaan akrab Fatmawati, berencana tinggal di tempat sejuk dan sepi.
“Bung Karno segera diberitahu. Mendengar keinginan Bu Fat itu, Bung Karno memerintahkan pihak Istana agar secepatnya membawa Bu Fat ke Istana Cipanas dan tinggal di sana hingga kesehatan Bu Fat pulih kembali,” tulis wartawan Kadjat Adra’I dalam Suka-Duka Fatmawati Sukarno Seperti Diceritakan Kepada Kadjat Adra’i.
Baca juga: Meluruskan Sejarah Bendera Pusaka
Fatmawati akhirnya “menyepi” di Istana Cipanas. Putra sulungnya, Guntur Sukarnoputra, menemaninya beberapa waktu kemudian sepulang dari Amerika Serikat mengikuti Sukarno. Sukarno sendiri datang beberapa hari setelah Guntur.
“Selama berada di Amerika Serikat, Mas selalu memikirkanmu,” kata Sukarno kepada Fatmawati.
Fatmawati tak merespon pernyataan sang suaminya itu. Komunikasi antara keduanya hampir selalu berjalan searah. Fatmawati lebih banyak diam. Luka di hatinya akibat dimadu Sukarno belum sembuh benar. Tiga tahun sebelumnya, 7 Juli 1953, di lokasi yang sama Sukarno menikahi Hartini.
Baca juga: Hartini, First Lady yang Tak Diakui
“Aku bertemu dengan Hartini. Aku jatuh cinta kepadanya. Dan percintaan kami begitu romantis, sehingga orang dapat menulis sebuah buku tersendiri mengenai hal itu,” kata Sukarno sebagaimana dikutip Cindy Adams, penulis otobiografinya, dalam Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia.
Pernikahan Sukarno-Hartini menuai kecaman dari para aktivis perempuan. Organisasi-organisasi perempuan seperti Persatuan Istri Tentara (Persit), Persatuan Wanita Republik Indonesia (Perwari), dan Kongres Wanita Indonesia (Kowani) bahkan sampai menggelar unjuk rasa menolak poligami Sukarno.
Meski Fatmawati tak sedikitpun mendendam, permaduan yang dialaminya membuat hatinya terluka. “Jauh di lubuk hati Ibu, sebenarnya Ibu masih sangat mencintai Bung Karno,” kata Bu Fat, dikutip Kadjat. Dia pun banyak menyendiri di Istana Cipanas meski Sukarno sudah berada di sisi.
Baca juga: Membesuk Sejarah Rumah Sakit Fatmawati
Laku Fatmawati itu membuat Sukarno dan seluruh pengawal serta pegawai Istana Cipanas kaget dan kebingunan keesokan harinya. Mereka semua bingung karena Fatmawati hilang. Kejadian itu membuat Sukarno marah.
“Dalimin!” kata Sukarno berteriak memanggil Dalimin Rono Atmodjo, salah seorang komandan regu dalam Polisi Pengawal Pribadi Presiden dan Wakil Presiden. “Sekarang aku perintahkan seluruh pengawal, juga semua orang yang ada di sini, mencari Ibu Fatmawati sampai ketemu. Segera laksanakan!”
Para pengawal dan pegawai istana pun berpencaran mencari Fatmawati. Semua penjuru kompleks istana diperiksa. Namun, Fatmawati tetap tak ditemukan juga.
Dalimin akhirnya mencoba meingat-ingat kebiasaan ibu negara. “Saya punya firasat, Ibu Fat masih di sekitar Istana Cipanas. Karena itu saya lalu pergi ke arah belakang Istana, naik melalui jalan setapak yang kondisinya agak licin,” kata Dalimin, dikutip Kadjat.
Di dataran yang agak tinggi Dalimin akhirnya menemukan Fatmawati sedang duduk menyendiri menghadap sungai kecil. Alih-alih melaporkan ke presiden, Dalimin pilih mendekat ke tempat Fatmawati berada. Sapaan dan pemberitahuannya kepada Fatmawati tak sedikitpun mendapat tanggapan. Ibu negara diam seribu bahasa.
Tak berapa lama kemudian, Dalimin mendengar namanya dipanggil presiden yang berjalan mendekat ke arahnya. Dia pun segera menampakkan diri agar terlihat oleh presiden dan memberi isyarat bahwa orang yang dicari-cari berada di dekatnya. Usahanya itu langsung mendapat balasan acungan jempol dari sang presiden. Dalimin pun menyaksikan adegan saat presiden merayu ibu negara beberapa saat kemudian.
Upaya presiden mengajak pulang Fatmawati tak berhasil. Fatmawati berkeras hati tetap tinggal di tempatnya. Hati Fatmawati baru luluh ketika Sukarno mengatakan, “Mas perhatikan Fat masih pucat. Ayolah ikut Mas kembali ke rumah! Mas bimbing ya?” Tangis Fatmawati pun pecah.
Tangis Fatmawati itu membuat Sukarno langsung memanggil Dalimin. “Kuperintahkan pengawal membawa kursi ke sini,” kata Sukarno pada Dalimin.
“Siap, Pak. Untuk apa, Pak?”
“Untuk menandu Ibu Fatmawati!”
Ketika Dalimin dan dua anak buahnya kembali beberapa saat kemudian sambil membawa kursi, Sukarno membantu mendudukkan Fatmawati yang masih lemas di kursi itu. Sambil terus menangis di kursinya, Fatmawati lalu ditandu Dalimin dan dua polisi anak buahnya kembali ke istana. “Terlalu banyak kenangan yang Ibu alami dan rasakan, yang jika diceritakan satu persatu serasa tidak ada habisnya,” kata Fatmawati.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar