Lomba Masak Gerilyawan
Selalu ada cara untuk mengatasi kesulitan. Di tengah long march untuk kembali bergerilya, Chairul Saleh membuat lomba masak.
MARET 60 tahun silam. Chairul Saleh terpilih menjadi ketua umum Badan Musyawarah Angkatan 45. Pemilihan itu berlangsung dalam Musyawarah Besar Angkatan 45 yang dihelat di Jakarta, 15-20 Maret 1960.
Terpilihnya Chairul menjadi angin segar bagi para veteran Perang Kemerdekaan yang seperti dianaktirikan sejak pengakuan kedaulatan. Chairul merupakan politikus sekaligus veteran Perang Kemerdekaan yang dianggap punya kepedulian tinggi, berprinsip, dan berani mengambil risiko. Selain itu, Chairul juga dikenal memiliki cara berpikir out of the box dan gaya kepemimpinan bak koboi.
Lelaki tempramen yang menggemari pencak silat itu sejak muda telah menjadi penentang gigih terhadap cara kerja birokratis yang lamban. Bersama Sukarni dan beberapa pemuda Prapatan 10, Chairul menjadi otak di balik penculikan Sukarno-Hatta ke Rengasdengklok.
Baca juga: Chairul Saleh dan Laut Teritorial Indonesia
Di Perang Kemerdekaan, gaya koboi kepemimpinan Chairul –yang merupakan pendukung kemerdekaan 100 persen Tan Malaka– terlihat saat merespon Agresi Militer II. Ketimbang tunduk kepada pemerintah yang melakukan perjanjian demi perjanjian dengan Belanda yang merugikan republik, Chairul memlih angkat senjata bergerilya melawan Belanda.
“Dulu para pemimpin ini adalah mitra pemerintah yang sangat antusias. Divisi Siliwangi dan anggota Gerakan Rakyat Revolusioner turut ambil bagian dalam menghancurkan PKI dalam Pemberontakan Madiun pada September 1948,” tulis Robert Cribb dalam Para Jago dan Kaum Revolusioner Jakarta 1945-1949.
Bersama sekitar 19 kawannya, Chairul long march dari ibukota Yogyakarta ke Gunung Sanggabuana di barat Purwakarta, Jawa Barat. Meski berbagai rintangan menghampiri rombongan Chairul dalam perjalanan jauh nan berat itu, sampai Chairul sendiri mesti berjalan menggunakan tongkat akibat kakinya bengkak dan berair usai sepatunya jebol di daerah sebelum Purwokerto, tak satu pun anggota rombongan patah semangat. Chairul selalu punya cara menarik untuk mengendurkan otot-otot mereka yang tegang.
Baca juga: Lelucon Long March Siliwangi
Di lereng Gunung Ciremai usai rombongan disergap pasukan Belanda, rombongan yang sudah terseok-seok itu tiba-tiba melihat seekor anak kambing mengembik karena terlepas dari induknya. Anak kambing malang itu lalu dimasukkan paksa ke dalam rombongan oleh Dulay, rekan Chairul.
Ketika mereka istirahat di tepi sungai di wilayah Hargeulis, Indramayu, Chairul mengeluarkan ide lewat celotehannya. “Hei…kawan-kawan, bagaimana kalau kita adakan acara lomba masak?” kata Chairul, dikutip Irna HN Soewito dkk. dalam biografi berjudul Chairul Saleh Tokoh Kontroversial.
Kawan-kawan Chairul yang letih dan kelaparan pun langsung bersemangat mendukung ide Chairul. Suasana pun seketika berganti ceria. Setelah memotong anak kambing malang tadi dan mendapatkan sekadar bumbu dari penduduk, mereka membagi diri ke dalam beberapa kelompok yang saling bersaing menyajikan masakan. Chairul yang sekelompok dengan Erick dan Hasyim Mahdan membuat masakan yang mereka namakan Rendang Padang Kurang Bumbu.
“Setelah dicicipi bersama dan dinilai bersama, maka ‘juara masak Long March Lasykar Rakyat Jawa Barat’ ialah Bung Chairul Saleh!”
Pengumuman itu sontak mengundang tepuk tangan dan tawa rombongan yang diselingi komentar banyolan yang mengundang gelak tawa. Chairul tak henti-hetinya tertawa.
“Akhirnya tempat yang hampir 5 jam mereka duduki itu ditinggalkan dengan penuh kenangan. Perjalanan dengan semangat baru mereka lanjutkan menuju Subang, Kalijati kemudian langsung mendekati gunung yang dituju.”
Tambahkan komentar
Belum ada komentar