Di Balik Ketidakhadiran Ahmad Subarjo dalam Proklamasi
Bagaimana satu dari tiga perancang naskah proklamasi itu memilih untuk tidur ketimbang menghadiri pembacaan proklamasi pada 17 Agustus 1945.
Sekira pukul 10.00 pagi tanggal 17 Agustus 1945, sekitar 1000 orang telah berkumpul di Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta. Meski masih dalam suasana tegang, mereka begitu antusias menyaksikan detik-detik pembacaan naskah proklamasi oleh Sukarno-Hatta. Para tokoh kunci perjuangan bangsa juga telah bersiap mengikuti upacara khidmat dan bersejarah itu.
Namun di antara tokoh-tokoh yang hadir, sosok Ahmad Subardjo tidak terlihat. Padahal sebagai salah satu perancang naskah proklamasi, kehadirannya sangat dinanti. Dia juga diharapkan mendampingi Sukarno-Hatta dalam prosesi pembacaan teks kemerdekaan rancangannya tersebut.
Sukarno yang tetap menginginkan kehadiran Ahmad Subardjo kemudian mengutus dua orang ke kediamannya. Ketika sampai, mereka mendapati menteri luar negeri pertama Indonesia itu tengah beristirahat di tempat tidurnya. Dia tampak kelelahan. Bahkan Ahmad Subardjo tidak terlihat akan bersiap untuk pergi kemanapun.
“Saya masih di tempat tidur sewaktu kurang lebih pukul 10.00 pagi tanggal 17 Agustus datang dua orang utusan Sukarno dan Hatta untuk menjemput saya,” kenang Ahmad Subardjo dalam otobiografinya Kesadaran Nasional: Sebuah Otobiografi.
Kedua utusan itu lalu melaporkan bahwa telah banyak orang menunggu di Pegangsaan Timur. Upacara pengibaran bendera Merah-Putih dan pembacaan proklamasi tidak akan dimulai sebelum kehadirannya. Begitu pesan Sukarno-Hatta. Mereka pun meminta Ahmad Subardjo segera berapakaian rapi dan pergi bersama ke kediaman Sukarno.
Ahmad Subardjo meminta kedua utusan itu menunggu. Namun ketika keluar, bukannya berpakaian rapi, dia malah memberi sepucuk surat untuk diberikan kepada Bung Karno dan Bung Hatta. Di dalam surat itu dia menuliskan permintaan maaf kepada kedua kawannya itu karena tidak dapat hadir mendampingi mereka. Ahmad Subardjo juga meminta agar supaya upacara Proklamasi Kemerdekaan segera dilangsungkan tanpa menunggu kehadirannya.
Baca juga: Kudeta Perwira Muda Negeri Sakura
“Apalagi yang saya inginkan? Mimpi Indonesia merdeka telah menjadi kenyataan. Apa bedanya saya hadir atau tidak? Hal yang terpenting ialah bahwa kita sendiri dan generasi penerus rakyat telah menjadi warganegara yang bebas dari sebuah negara merdeka: Republik Indonesia!,” tegas Subardjo.
Rupanya alasan ketidakhadiran Ahmad Subardjo dalam proklamasi disebabkan rasa lelah atas berbagai kejadian di malam-malam sebelumnya. Pada peristiwa pengamanan Sukarno-Hatta oleh golongan pemuda ke Rengasdengklok, Ahmad Subardjo-lah yang berusaha meyakinkan para pemuda untuk melapas keduanya. Dia juga yang menjemput Bung Karno dan Bung Hatta dari daerah di Karawang, Jawa Barat tersebut dan memastikan dua tokoh penting kemerdekaan itu tiba dengan selamat di Jakarta.
Masih tanpa istirahat, Ahmad Subardjo lalu ikut ke kediaman Laksamana Maeda untuk merancang perumusan naskah proklamasi bersama Sukarno-Hatta. Dimulai sejak tengah malam tanggal 16 Agustus, rapat perumusan baru selesai pukul 06.00 pagi hari berikutnya.
“Matahari sedang mulai timbul pada waktu hadirin berturut-turut meninggalkan tempat pertemuan dalam keadaan sangat lelah. Saat ruangan pertemuan hampir kosong, saya berpamitan kepada Sukarno dan Hatta yang kelihatannya masih cukup segar setelah mengalami begitu banyak kejadian,” kata Ahmad Subardjo.
“Saya sungguh merasa lelah atas kejadian yang menegangkan syaraf, yang baru saja saya alami sepanjang hari dan malam sebelumnya,” lanjutnya.
Setelah kedua utusan mengerti situasi yang dialami Ahmad Subarjo, mereka kembali ke Pegangsaan Timur. Sementara itu dia sendiri langsung masuk kamar kembali untuk melanjutkan tidurnya.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar