Keluarga Ament Tuan Tanah Cibubur dan Tanjung Timur
Dari Tanjung Timur, keluarga tuan tanah ini menguasai tanah-tanah partikelir di sekitarnya seperti Cibubur. Kerajaan bisnisnya hingga Cirebon.
SEJAK usia belasan tahun, Tjalling Ament (1801-1870) sudah bekerja sebagai pelaut atau kerani di perkebunan gula. Ketika berusia 19 tahun, pria asal Dokkum, Friesland, Belanda itu mengadu nasib dengan merantau ke Hindia Belanda.
Di perantauan, mula-mula dia bekerja di perkebunan. Meski pendidikannya tidak tinggi, Tjalling tak ingin tenggelam dalam pekerjaan kasar terus-menerus. Untuk itu dia terus mempelajari apa yang jadi pekerjaannya. Koran Het Nieuws van den Dag voor Nederlandsch-Indië tanggal 19 November 1936 menyebut, Tjalling belajar bertani meski awanya mungkin tak menyukainya. Selain itu, dia mempelajari kondisi pertanian Hindia Belanda.
Ketekunan Tjalling pun membuahkan hasil. Pada 1832, Tjalling diangkat menjadi wakil inspektur perkebunan dan setelah beberapa tahun kemudian, jabatannya naik menjadi inspektur perkebunan. Sejak 1843, Tjalling bahkan diangkat menjadi residen Cirebon, yang diembannya 11 tahun.
Dari penghasilannya sebagai pegawai perkebunan itu Tjalling bisa menghidupi keluarganya. Tjalling menikah dengan Dina Cornelia van Riemsdijk, cucu Gubernur Jenderal Jeremias van Riemsdijk. Menurut Bataviaasch Nieuwsblad tanggal 24 Mei 1930, Tjalling dan Dina menikah pada 16 Juli 1826. Perkawinan itu melahirkan Daniel Cornelis Ament (1827-1903), Hendrikus Michiel Ament (1838-1911), Carel Willem Ament (1841-1842), dan Jan Abraham Ament (yang pernah menjadi asisten residen di Mojokerto). Mereka tinggal di rumah yang sekarang menjadi gedung Kementerian Perhubungan RI.
Dari pegawai perkebunan, Tjalling lalu berbisnis dengan mengelola tanah pertanian milik keluarga Dina di Tandjoeng Oost (belakangan disebut Tanjung Timur). Keluarga itu hidup dari tanah partikelir Tanjung Oost.
Tapi bukan perkebunan Tanjung Oost semata yang jadi sumber penghidupan keluarga Tjalling. Saat dia dipercaya menjadi residen Cirebon, dia juga meluaskan jaringan bisnisnya dengan berbisnis gula. Tjalling sempat mengurus perkebunan yang dibelinya untuk ditanami tebu sebelum akhirnya menyerahkan pengelolaan tanah itu ke anaknya.
Setelah Tjalling meninggal dunia pada 1870 dan disusul Dina pada 21 November 1877, tanah partikelir Tanjung Oost dikelola oleh anak sulung mereka, Daniel Cornelis. Daniel tak hanya mengelola tanah warisan ibunya, tapi juga berhasil membeli lahan milik tante dan sepupu-sepupunya.
Menurut Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië tanggal 14 November 1935, Daniel berbisnis gula di Cirebon. Di sana pula Edouard Corneille Collet Ament, anak Daniel dengan Johanna Rosina Carolina Burgemeestre, lahir pada 11 Juli 1856.
Edouard pernah sekolah di Gymnasium Willem III di Salemba (kini jadi bagian Kompleks Perpustakaan Nasional) sebelum melanjutkan pendidikan di sekolah dagang di Antwerpen, Belgia. Setelah lulus, dia magang di London lalu kembali ke Jawa.
Di Jawa, Edouard sempat bekerja di perkebunan milik Boutmy di Ciluar, Sukabumi. Setelah itu baru dia mengelola tanah partikelir Tanjung Oost milik Daniel.
Di tangan Edouard, kekayaan keluarga itu terus meningkat. Dari tanah partikelir Tanjung Oost, keluarga itu terus membeli lahan-lahan di sekitarnya. Regeerings-almanak voor Nederlandsch-Indie Oleh Dutch East Indies menyebut, Daniel Cornelis adalah pemilik tanah partikelir Cibubur, Cilangkap, dan Pondok Rangon yang luasnya 7420 bau dan menghasilkan kelapa serta padi sedangkan Edouard adalah pengelolanya.
Edouard menikah dengan Mary Suermondt. Dari perkawinan itu, lahir empat anak: satu perempuan dan tiga laki-laki. Yang sulung bernama Daniel Cornelis Ament (1886-1936), sama seperti nama ayahnya. Sejak 1928, putra sulung itu ikut mengelola Cibubur dan Tanjung Oost.
Pada 1914, rumah dan mobil keluarga mereka menjadi sasaran amuk massa pimpinan Entong Gendut. Penyerangan terjadi pada sore, setelah penyerangan terhadap Villa Nova, rumah Lady Rallinson, tuan tanah Cililitan Besar.
“Ia (Entong Gendut, red.) bersama rakyat Condet lainnya memberontak karena tidak tahan terhadap perlakuan tuan tanah yang bermukim di Villa Nova, yang letaknya seberang Markas Rindam, ujung jalan Condet Raya,” tulis sejarawan Alwi Shahab dalam Saudagar Baghdad dari Betawi.
Edouard meninggal pada 13 November 1935 di tanah partikelirnya. Sepeninggal Edouard, tanah partikelir ayahnya dikelola anaknya Daniel Cornelis Ament. Namun itu hanya sebentar. Koran Het Nieuws van den Dag voor Nederlandsch-Indië tanggal 19 November 1936 menyebut, Daniel meninggal dunia di Tanjung Oost pada 28 April 1936.
Saudara laki-laki Edouard, John Iwan Oscar Ament (1894-1942), kemudian meneruskannya sebagai tuan tanah Tanjung Oost. Kemugkinan hingga masa pra-pendudukan Jepang. Setelah itu, hampir semua orang Belanda mengalami nasib buruk di era Japang. Kisah keluarga Ament dan Riemsdijk pun tinggal cerita yang tidak banyak diceritakan orang.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar