Berpulangnya Pengusaha Cendana
Sukses di masa Orba, masuk penjara begitu Orba tiada. Kini, pergi untuk selamanya dipanggil Sang Pencipta.
PROBOSUTEDJO, pengusaha nasional, meninggal dunia Senin (26/3/2018) pagi di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo dalam usia 87 tahun. Jenazah disemayamkan di rumah duka, Jalan Diponegoro Nomor 20-22 Jakarta, sebelum diterbangkan ke Yogyakarta untuk dimakamkan di kampung halamannya.
Probo dikenal sebagai pengusaha di banyak bidang. Namanya populer lantaran hubungannya dengan keluarga Cendana.
Lahir di Kemusuk, Yogyakarta pada 1 Mei 1930, Probo merupakan adik tiri mantan Presiden Soeharto. Sebagaimana kakaknya, Probo ikut angkat senjata ketika Perang Kemerdekaan, hingga pendidikannya terganggu.
Usai perang, Probo memilih kembali ke bangku sekolah dan kemudian bergonta-ganti pekerjaan. “Setelah melewati pengalaman kerja di lumbung padi, di hutan dan menjadi guru, saya menarik kesimpulan bahwa nafas bakat saya yang menonjol adalah bisnis,” cetus Probo dalam memoarnya, Saya dan Mas Harto karya Alberthiene Endah.
Probosutedjo mendirikan PT Setia Budi Murni pada 1964. Bisnisnya langsung menggurita begitu Soeharto berkuasa, mulai dari bidang perkebunan, kehutanan, sampai pendidikan. Pemerintah memberinya izin monopoli cengkeh. “Probosutedjo dan Liem Sioe Liong segera menarik perhatian, karena perusahaan yang dimiliki Probosutedjo (PT Mercu Buana) dan perusahaan lain yang dimiliki oleh Sudono Salim (PT Mega) memperoleh ‘duopoli’ untuk mengimpor cengkeh dan menjualnya kembali kepada produsen rokok kretek,” tulis George Junus Aditjondro dalam Korupsi Kepresidenan: Reproduksi Oligarki Berkaki Tiga: Istana, Tangsi, dan Partai Penguasa.
Monopoli itu tak hanya merugikan petani cengkeh tapi juga merusak perniagaannya. “Monopoli cengkeh ini menjadi isu perdebatan yang panas antara Soeharto dengan para pengkritiknya; Probosutedjo empat kali mengancam untuk menuntut para pengkritik,” lanjut George.
Di bidang pendidikan, Probo mendirikan Universitas Mercu Buana pada 1985. Kecintaannya pada sepakbola juga mendorongnya membangun klub yang dinamai pula dengan “Mercu Buana” untuk berlaga di kompetisi Galatama. Probo kemudian ikut mendirikan Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia.
Baca juga: Mercu Buana Ditutup Karena Skandal Suap
Dalam memoarnya, Probo mengaku tak “menjual” nama Soeharto dalam membesarkan bisnis-bisnisnya. Namun beberapa skandal yang melibatkannya berkata lain.
Dari Cendana ke Penjara
Lengsernya Soeharto turut mengubah jalan hidup Probo. Sejumlah skandal yang melibatkan namanya mulai terangkat. Klimaksnya, kasus suap reboisasi hutan tanaman industri senilai Rp100 miliar mengantarkannya ke balik jeruji.
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memvonis Probo empat tahun penjara pada 2003. Setelah mengajukan banding, Probo mendapat pengurangan masa tahanan dua tahun dari Pengadilan Tinggi Jakarta. Namun, pada November 2005 Probo kembali mendapat vonis dari Majelis hakim tingkat kasasi: empat tahun penjara subsider tiga bulan, denda Rp30 juta, dan mengembalikan uang negara Rp100,931 miliar. Probo membayarnya dengan meminjam dari sejumlah pengusaha dan keluarga Cendana.
Per November 2005, Probo resmi menghuni salah satu sel LP Cipinang. Dia mencoba tetap tegar. “Saya harus segera memindahkan mentalitas gaya hidup saya agar bisa menyesuaikan diri. Malah membangkitkan ingatan saat berperang, juga saat bekerja di tengah hutan. Jika dulu bisa tetap hidup dalam keadaan sulit, mengapa saya tidak sanggup hidup di penjara?” kenang Probo dalam memoarnya.
Di LP Cipinang, Probo bergaul karib dengan mantan gubernur Aceh Abdullah Puteh. Keduanya termasuk yang kemudian ditransfer ke LP Sukamiskin, Bandung pada awal 2006.
Untuk membunuh waktu, Probo berkarya lewat pertanian. Bermodal izin dari LP, Probo menggagas penyuluhan pertanian. Bersama Puteh, Probo juga menginisiasi lokakarya atau seminar tentang pertanian modern yang tak hanya dihadiri para napi namun juga masyarakat umum. Alhasil, sejumlah lahan kosong di area LP berubah jadi lahan-lahan pertanian palawija dan sayur-mayur.
Hal itu menjadi dasar Jaya Suprana menganugerahi Probo piagam MURI (Museum Rekor Indonesia) pada Agustus 2007, tujuh bulan sebelum Probo bebas. “Dia memberi penghargaan sebagai penyelenggara seminar pertama di dalam penjara,” tandas Probo.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar