TAHUN ini Barcelona berambisi mengincar dua gelar sekaligus. Pertama, juara La Liga musim 2022-2023 ini, lantaran di jornada (pekan pertandingan) ke-26 Barca masih nyaman di puncak klasemen dengan gap 12 poin dari Real Madrid di posisi kedua. Kedua, menuntut RFEF (federasi sepakbola Spanyol) mengakui titel juara liga yang mereka raih delapan dekade silam.
Titel yang dimaksud adalah titel juara La Liga del Mediterráneo yang digulirkan di wilayah otoritas Republik Spanyol pada 1937, di mana saat itu tengah berkecamuk Perang Saudara Spanyol (1936-1939). Hingga saat ini, RFEF tak pernah mengakui Liga Mediterania sebagai kompetisi resmi pengganti La Liga yang terhenti pada 1937 gegara perang.
Mengutip ESPN, Minggu (26/3/2023), pihak klub melalui Comisión de la Memoria Histórica del Barcelona tengah menyiapkan laporan dan proposal yang akan dikirimkan ke RFEF untuk mengklaim validitas gelar Liga Mediterania 1937 yang dimenangkan Barca. Jika berhasil, maka koleksi titel liga Barca akan bertambah menjadi 27, meski masih selisih delapan gelar lagi untuk menyamai rekor seteru abadi mereka, Real Madrid.
Upaya ini akan jadi yang ketiga bagi klub. Barca pertamakali mengupayakan validitas titel mereka yang tak diakui itu pada 2007, namun berujung kandas. Pun pada pengajuan kedua di tahun 2009, lagi-lagi ditolak RFEF.
Baca juga: Derita Barcelona
Kini, 14 tahun kemudian, Presiden Barca Joan Laporta punya ekspetasi lebih besar. Ia berkaca pada dua kasus klub lain, yakni Levante dan Deportivo La Coruña, belum lama ini. Pada Sabtu (25/3/2023), RFEF mengabulkan pengajuan Levante untuk mengklaim validitas raihan gelar juara Copa de la España Libre 1937 yang merupakan turnamen tak resmi pengganti Copa del Rey di masa Perang Saudara.
Sementara, Deportivo juga sukses mengklaim validitas titel turnamen non-resmi lain, Concurso de España 1912. Turnamen itu diorganisir Federación Española de Clubs de Foot-ball (FECF) yang merupakan pendahulu RFEF.
“Kami berharap upaya kami kali ini sebanding dengan (pengakuan) sebuah kejuaraan liga sepakbola (1937) dan meskipun kami memperkirakan prosesnya akan panjang, kasus Levante akan menguntungkan klaim kami,” tutur Laporta.
Turnamen di Tengah Kecamuk Perang
Pada 1937, Perang Saudara Spanyol baru memasuki tahun kedua. Faksi sayap kiri, Bando Republicano, sedang di atas angin dengan menguasai sebagian besar wilayah Spanyol. Faksi sayap kanan pimpinan Francisco Franco, Bando Nacional, sedang terpuruk.
Perang itu menghentikan berbagai sendi kehidupan, termasuk olahraga. Namun seiring dominasi kekuatan Republik di tiga kota besar: Barcelona, Valencia, dan Madrid di awal perang, banyak klub di wilayah Republik bisa tetap beraktivitas dan bahkan menghimpun diri untuk menggulirkan kompetisi. Salah satu klub yang masih sanggup menjalankan aktivitasnya adalah Barcelona.
“Pada 1936-1937 seiring berjalannya perang, Barcelona masih bisa memainkan sembilan laga persahabatan, sepuluh partai di Kejuaraan Katalan, dan empat belas pertandingan di Liga Mediterania,” tulis jurnalis sepakbola Sid Lowe dalam Fear and Loathing in La Liga: Barcelona, Real Madrid, and the World’s Greatest Sports Rivalry.
Baca juga: Piala Super Spanyol Sarat Drama
Liga Mediterania itu bergulir pada Januari-Mei 1937. Organisatornya adalah perwakilan olahraga dari otoritas Republik. Kompetisinya lantas mengundang 12 tim yang mentas di Campionat de Catalunya dan Campeonato Levante.
Ke-12 tim pesertanya yakni Barcelona, CE Sabadell FC, FC Badalona, CE Espanyol, Girona FC, Valencia CF, Levante FC, Gimnàstico FC, Granollers SC, Hércules CF, Murcia FC, dan FC Cartagena. Namun jelang liga digulirkan, tiga tim terakhir batal turut serta lantaran memilih mundur akibat pemboman hebat perang keburu merambah tiga kota dimaksud.
Untuk mengimbangi kuota peserta dari wilayah Valencia, otoritas Republik mengundang Atlético Castellón sebagai peserta kedelapan sekaligus pengganti. Madrid CF (kini Real Madrid) sengaja tak diundang karena kota Madrid dianggap terlalu dekat dengan garis depan peperangan. Hanya ada beberapa pemain Madrid CF yang ikut tampil di Liga Mediterania itu, di antaranya Simón Lecue yang jadi “pemain cabutan” bagi Valencia CF.
Sementara, Barcelona tampil dengan skuad utuh. Dengan dukungan pemain bintangnya seperti Domenec Balmanya dan Josep Escola, Barcelona sukses memenangkan tujuh dari 14 laga dan merengkuh gelar juaranya.
“Dari 14 laga Barcelona juga hanya sekali kalah. Sedangkan rival sekota Espanyol tampil sebagai runner-up. Kedua tim itu sempat jadi seteru sengit setelah terjadi kerusuhan antar-suporter usai sebuah laga pada Agustus 1936. Kedua pihak suporter itu saling tuduh sebagai kelompok fasis meski beruntungnya tidak ada korban tewas karena sebelum laga para fans dipastikan pihak otoritas tak datang membawa senjata apapun ke stadion,” lanjut Lowe.
Baca juga: Lima Pelatih Barcelona dari Belanda
Namun, Liga Mediterania itu merupakan yang pertama sekaligus terakhir. Pasalnya, pada pertengahan 1937 perang memutus wilayah Republik antara Barcelona dan Valencia.
Bersama klub-klub asal wilayah Katalan yang tersisa, Barcelona hanya bisa melanjutkan aktivitasnya sesuai kesanggupan masing-masing. Tim yang dibesut pelatih asal Irlandia, Patrick O’Connell, itu sendiri bahkan sempat melakoni tur sekaligus membawa misi menggalang dukungan dunia luar untuk kaum Republik ke Meksiko.
“Pada awal 1937, Barcelona mendapat tawaran memainkan laga-laga eksebisi di Meksiko oleh pebisnis Manuel Mas Serrano. Barcelona ditawarkan bayaran 15 ribu dolar dan semua akomodasinya akan ditanggung. Barcelona pun setuju untuk melakoni tur 14 hari ke Meksiko dengan membawa rombongan 20 orang, di mana 16 di antaranya pemain,” imbuhnya.
Namun dari 20 orang itu, hanya sembilan yang akhirnya ikut pulang ke Spanyol pada medio September 1937. Banyak dari mereka memilih menetap di Amerika dan Meksiko ketimbang terjebak Perang Saudara yang masih berkecamuk.
Meski dengan skuad yang tak lagi utuh, O’Connell membangun tim baru untuk mengikuti Campionnat de Catalunya 1937 sebulan berselang. Sialnya, tulis Rab MacWilliam dalam The Real Madrid Handbook: A Concise History of Real Madrid, Madrid CF yang berniat ikutan justru ditolak Barcelona.
“Pelatih Madrid CF, Paco Bru mencoba mendaftarkan timnya pada Oktober 1937 ke perwakilan otoritas Republik di Katalan. Meski klub-klub kecil di Katalan menyambut hangat, mengingat keuntungan ekonomi jika Madrid CF turut serta, pengajuan pendaftaran itu ditolak Barcelona FC sebagai satu-satuya klub di wilayah itu yang punya kuasa. Terlepas rivalitas lama, mungkin Barcelona khawatir dominasinya akan bisa diguncang Madrid CF,” tandas MacWilliam.
Baca juga: Santiago Bernabéu "Bapak Real Madrid"