Piala AFF yang bernama Piala Tiger pertama kali digelar tahun 1996. Timnas Indonesia belum sekali pun juara. Dari 13 edisi, Indonesia lima kali gigit jari karena hanya menjadi runner-up (2000, 2002, 2004, 2010, 2016).
Padahal, PSSI adalah satu dari enam pendiri Federasi Sepakbola Asia Tenggara (AFF). Bahkan, Marsekal Madya (Purn.) Kardono, Ketua Umum PSSI periode 1983–1991, dipercaya menjadi presiden AFF pertama pada 1984.
AFF yang jadi bagian dari AFC (Konfederasi Sepakbola Asia) menaungi semua induk sepakbola se-ASEAN. AFF berdiri pada 1984 dengan markasnya di Kuala Lumpur, Malaysia. Mengutip laman resmi AFF, gagasan pendirian AFF diprakarsai oleh lima perwakilan induk sepakbola anggota ASEAN yang menggelar pertemuan di Bangkok, Thailand pada 1982. Mereka adalah Dato’ Seri Haji Samah (Malaysia), Hans Pandelaki (Indonesia), Fernando G. Alvarez (Filipina), Pisit Ngampanich (Thailand), serta Teo Chong Tee dan Yap Boon Chuan (Singapura). Pertemuan itu didukung Sekjen AFC Peter Velappan.
Baca juga: Kenapa Sepakbola Indonesia Kalah Melulu?
Rapat itu dilanjutkan pertemuan susulan enam delegasi induk sepakbola ASEAN: Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina, Thailand, dan Brunei Darussalam pada 31 Januari–1 Februari 1984. Keenamnya bersepakat mendirikan AFF dengan tujuan kerja sama demi pengembangan sepakbola. Kardono terpilih sebagai presiden pertama AFF dan wakilnya Pengiran Ibrahim Pengiran Damit dari Brunei.
Namun, turnamen antarnegara ASEAN belum jadi agenda utama. AFF pada tahun itu justru menggelar turnamen antarklub, ASEAN Club Championship. Turnamen itu dijuarai Bangkok Bank of Thailand yang di final menang 1-0 atas Yanita Utama di Stadion Utama Senayan.
Baca juga: Awal Mula Timnas Garuda
Turnamen tersebut berjalan sampai 1989. Setelah itu, AFF tidak punya agenda lain.
Menurut Ben Weinberg dalam Asia and the Future of Football: The Role of the Asian Football Confederation, AFF baru menggeliat lagi di pertengahan 1990-an dengan tujuan menggalakkan aktivitas administratif dan edukasi di antara para anggotanya.
“Dibantu sekjen-sekjen FAM (induk organisasi sepakbola Malaysia) dan FAT (Thailand), Paul Mony Samuel dan Worawi Makudi, bekerja sama dengan AML (AFC Marketing Limited), AFF meluncurkan turnamen utama mereka yang baru untuk tim nasional, Tiger Cup pada 1996,” tulis Weinberg.
Baca juga: Roman Sepakbola Negeri Jiran
Turnamen antarnegara Asia Tenggara itu disepakati digelar dua tahun sekali. Nama “Tiger Cup” diambil dari sponsor utama, Tiger Beer, merek bir dari Singapura produksi Heineken.
Selain enam anggota pendiri AFF, empat negara yang belum menjadi anggota AFF kala itu turut diundang: Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam. Tujuannya untuk membuktikan siapa yang terbaik di kawasan Asia Tenggara.
Piala Tiger perdana dihelat di Singapura pada 1-15 September 1996. Skuad Indonesia tampil menjanjikan di penyisihan Grup A yang dihuni Vietnam, Myanmar, Laos, dan Kamboja. Namun, Kurniawan Dwi Yulianto dkk. ditumbangkan Malaysia 3-1 di semifinal. Thailand lantas keluar sebagai juara setelah mengalahkan Malaysia 1-0 di final.
Akan tetapi bukan euforia Thailand atau penampilan ciamik bintangnya, Kiatisuk Senamuang, yang jadi buah bibir usai turnamen AFF perdana itu. Kehebohan justru datang dari skandal pengaturan skor yang berkelindan dengan judi sepakbola.
Skandal itu terungkap setelah bek Filipina, Judy Saluria menjadi whistleblower. Mengutip laporan AP News, 20 September 1996, Saluria ditawari uang 50 ribu dolar (senilai 1,3 juta peso Filipina) oleh tiga penyuap asal Singapura dan Malaysia.
Baca juga: Menendang Sejarah Sepakbola Vietnam
Kasus itu kemudian jadi perhatian Biro Investigasi Praktik Korupsi Singapura (CPIB). Jaksa penuntut CPIB menguak tiga tersangka, yaitu Kandasamy Karuppan dan Yam Phuang Fei dari Malaysia, serta Chong Dhin Hoong dari Singapura.
Percobaan suap kepada Saluria itu dilakukan untuk mengatur skor matchday ketiga penyisihan Grup B antara Singapura kontra Filipina pada 6 September 1996. Ketiga penyuap meminta Saluria untuk membiarkan Singapura mencetak banyak gol. Harapan mereka agar Singapura bisa menang hinga 7-0. Pasalnya, di dua laga sebelumnya Singapura hanya bisa bermain imbang 1-1 kontra Malaysia dan menang 3-0 atas Brunei.
Baca juga: Sigap Menangkal Babi-Babi Suap
Saluria mengaku tidak menerima suap tersebut. Singapura sendiri akhirnya hanya bisa menang 3-0 atas Filipina. Hasil itu membuat Singapura gagal melaju ke semifinal karena hanya bertengger di posisi tiga klasemen di bawah Malaysia dan Thailand.
Saluria ditemani asisten pelatih Hans Smit sudah berusaha melaporkan upaya penyuapan itu kepada otoritas Singapura sebelum 6 September 1996. Tetapi Saluria diminta untuk tutup mulut, setidaknya sampai turnamen usai.
Baca juga: Sepakbola Gajah dalam Piala AFF
Ceritanya bermula dari Smit yang sudah lama mengendus adanya mafia pengaturan skor. Smit memutus semua sambungan telepon di kamar pemain. Karena itulah kemudian Saluria ditemui langsung ketiga tersangka usai konferensi pers jelang matchday kedua Grup B Filipina vs Malaysia pada 4 September 1996.
“Saya tahu hal semacam ini (suap) sangat mungkin terjadi karena perjudian dalam laga-laga sepakbola sangat merajalela di Asia,” kata Smit kepada suratkabar Manila Standard, 22 September 1996.
Baca juga: Utak-Atik Skor Bola di Belakang Layar
Saluria ditemani Smit kemudian diminta otoritas Singapura untuk menjebak ketiga tersangka itu. Saluria diperintah untuk berpura-pura mau menerima suap jelang laga Singapura kontra Filipina. Ia setuju. Maka, saat ketiga penyuap datang dan menyerahkan sebuah tas berisi uang kepada Saluria di halaman parkir hotel, mereka langsung diciduk.
Ketiganya diajukan ke meja hijau pada 15 November 1996 dan diancam hukuman lima tahun penjara serta denda 71.430 dolar. Akan tetapi, ketiganya kemudian dibebaskan dengan uang jaminan, namun paspor terdakwa asal Singapura dicabut dan dua terdakwa asal Malaysia dilarang masuk Singapura lagi.