Kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat yang dilakukan Inspektur Jenderal Polisi Ferdy Sambo, diikuti kabar adanya jaringan perjudian Konsorsium 303. Angka ini merujuk Pasal 303 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang mengatur tentang perjudian. Adanya Konsorsium 303, yang katanya terkait Ferdy Sambo, tentu mencemarkan angka 303. Padahal ada aset negara yang memakai angka itu, yakni Batalyon Infanteri (Yonif) Raider 303.
Yonif Raider 303 yang berada di bawah Brigade Infanteri 13/Galuh Divisi Infanteri 1/Kostrad punya sejarah panjang. Kesatuan ini berawal dari Batalyon Pengawal Markas Besar Tentara (MBT) yang dipimpin oleh Mayor Ir. R. Sudarto dan wakilnya Kapten A. Nasuhi yang berkedudukan di Bintaran, Yogyakarta. Menurut buku Siliwangi dari Masa ke Masa, dari September 1945 sampai September 1949, batalyon ini aktif dalam perang kemerdekaan menghadapi Jepang, Belanda, dan penghancuran PKI Musso di Madiun.
Pada awal Agustus 1948, Batalyon Sudarto dikirim untuk menumpas PKI di Wonogiri, Baturetno, dan Wuriantoro. Dua kompi pasukan kalong PKI di bawah eks Mayor Sampir menyerah. Batalyon Sudarto kemudian bergerak ke daerah Pumeng Donorejo, Melati, Trenas, dan Pacitan. Di daerah Melati, Batalyon Sudarto berhasil menangkap gembong PKI eks Kolonel Yusuf Bakhri cs., merampas mesiu, peralatan, dan senjata. Batalyon Sudarto selanjutnya bergerak ke Pringsewu, Pringgadani, Sawangan, dan Tawangmangu, kemudian kembali ke Yogyakarta.
Baca juga: Kisah Batalyon Sepatoe Roesak
Pada November 1948, Batalyon Sudarto mengadakan konsolidasi di Magelang. Letkol Sudarto kemudian menjadi Komandan Brigade XVII yang dibentuk untuk menampung kesatuan-kesatuan pelajar yang tergabung dalam Tentara Pelajar. Sebelum menjadi Brigade XVII, brigade ini bernama Kesatuan Reserve Umum W (KRU W).
Sementara KRU Z masuk organik menjadi batalyon dari Brigade XIV/Siliwangi. Pada 17 Desember 1948, batalyon ini bergerak ke daerah Temanggung. Setelah Agresi Militer Belanda II, pada 19 Desember 1948 batalyon ini melakukan long march menuju Jawa Barat.
Baca juga: Kompi Kristen di Batalyon Hizbullah
Kivlan Zen, mantan Komandan Yonif Raider 303/SSM Kostrad, dalam Personal Memoranda dari Fitnah ke Fitnah, menyebut bahwa Batalyon Infanteri Sudarto sebagai pengawal Presiden Sukarno tahun 1945 sampai akhir November 1948. Kemudian bertempur bersama Siliwangi melawan komunis dan Belanda pada saat Bung Karno ditawan Belanda. Setelah Bung Karno dibebaskan dan kembali ke Yogyakarta, Yonif Sudarto tetap mengikuti Siliwangi dan ikut kembali ke Jawa Barat.
Selanjutnya, Yonif Sudarto dipecah menjadi dua di Selawu, dekat Tasikmalaya. Dua kompi dipimpin oleh Kaharudin Nasution menjadi Yonif 303 dan berbasis di Cikajang, Garut. Sedangkan dua kompi dipimpin oleh Mung Parhadimulyo menjadi Yonif 305 dan berbasis di Karawang. Sehingga, tunggul atau lambang kedua yonif ini sama-sama tengkorang putih menggigit belati. Yang membedakan sesantinya: Yonif 303/Setya Perlaya sedangkan Yonif 305/Tengkorak.
Buku Siliwangi dari Masa ke Masa menyebut Yonif 303 lahir pada 1 September 1949 yang berturut-turut mengalami pergantian nama menjadi Batalyon D, Batalyon 123, dan Batalyon 303/Setya Perlaya. Setelah pengakuan kedaulatan (27 Desember 1949), batalyon ini terus mengadakan konsolidasi di bawah Mayor A. Nasuhi.
Dalam perjalanan sejarahnya, selain melawan PKI dan Belanda, Yonif 303/Setya Perlaya juga ikut menumpas Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) Westerling pada Januari 1950 di Bandung, PRRI pada 1959 di Sumatra, DI/TII Jawa Barat, DI/TII Kahar Muzakkar, dan PKI di Jawa Barat dan Jawa Tengah pasca peristiwa Gerakan 30 September 1965.
Baca juga: Sepakterjang Batalyon yang Hilang
Pada 1986, Yonif 303/Setya Perlaya di bawah Mayor Kivlan Zen ditugaskan ke Timor Timur. Kivlan mengaku selalu berhasil dalam pertempuran melawan pasukan Fretilin sehingga mendapatkan kenaikan pangkat luar biasa menjadi Letnan Kolonel.
Pada saat Kivlan memimpin pasukan Yonif 303/Setya Perlaya di Timor Timur, Kostrad memberikan kesempatan untuk mengubah tunggul atau lambang kesatuan yang semula berada di bawah Kodam III/Siliwangi, Kodam IV/Diponegoro, Kodam V/Brawijaya, dan Kodam VII/Wirabuana menjadi tunggul kesatuan di bawah Kostrad.
Kivlan menganggap sesanti Setya Perlaya tidak dipahami prajurit karena berasal dari bahasa Sanskerta. Oleh karena itu, dia mengganti sesanti Setya Perlaya dengan Setia Sampai Mati (SSM). Sehingga, kesatuan ini disebut Yonif Raider 303/SSM Kostrad.*