Setelah melihat Singapura dan Malaysia, banyak orang Indonesia yang percaya negara-negara jajahan Inggris lebih baik nasibnya ketimbang jajahan Belanda. Jajahan Inggris lain, India, saat ini terhitung maju industrinya. Namun, kabar buruk datang dari Sri Lanka, jajahan Inggris yang dulu disebut Ceylon. Negara itu bangkrut.
Meski dikenal sebagai jajahan Inggris, namun Sri Lanka pernah dikuasai VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie). Daerah itu dijadikan tempat pembuangan orang-orang yang dianggap berbahaya oleh VOC dari Jawa, Sulawesi, dan Maluku.
Baca juga: Kiprah VOC di Pulau Dejima Jepang
VOC membuang salah seorang raja Mataram ke Sri Lanka sekitar tahun 1708. “Amangkurat III ditawan dan dibuang ke Sri Lanka, tempat dia wafat pada tahun 1734,” tulis M.C. Ricklefs dalam Sejarah Indonesia Modern 1200–2008.
Bangsawan Jawa lain yang dibuang ke Sri Lanka adalah Pangeran Ario Mangkunegoro. Pembuangan itu membuat hati anaknya, Raden Mas Said menjadi keras. Dia melawan Belanda dan keraton Mataram Pakubuwono sampai akhirnya diakui sebagai penguasa di sekitar Surakarta sebagai Mangkunegaran I.
Baca juga: Ratu Banten Ditahan di Pulau Edam
Selain dari Jawa Tengah, VOC juga membuang bangsawan dari Banten ke Sri Lanka. Sultan Banten Zainal Arifin dan istrinya Syarifah Fatimah dekat dengan VOC. Mereka berdua berusaha menstabilkan kekuasaan mereka.
“Sultan bahkan mendukung pembuangan pangeran-pangeran dari keluarganya sendiri yang membandel ke Sri Lanka,” tulis Adolf Heuken dalam Tempat-tempat Bersejarah di Jakarta.
Baca juga: Raja yang Diasingkan
Dari Sulawesi, VOC membuang Karaeng Sangunglo, anak Raja Gowa Sultan Fakhruddin, yang kemudian juga diasingkan ke sana. Pada masa itu, sudah ada komunitas Melayu di Sri Lanka.
Suryadi dalam “Sepucuk Surat dari Seorang Bangsawan Gowa”, jurnal Wacana Vol. 10 No. 2, Oktober 2008, menyebut bahwa Karaeng Sangunglo, anggota Resimen Melayu yang berada di bawah VOC, membelot kepada Kerajaan Kandy dan berperang melawan VOC pada 1761–1762.
Baca juga: Empat Raja yang Dibuang ke Cianjur
Sementara itu, sekitar tahun 1803, dua anak Sultan Fakhruddin, Kapten Nuruddin dan Kapten Saifuddin bergabung dengan Resimen Melayu di bawah Inggris. Mereka saudara lain ibu dari Karaeng Sangunglo.
Armada Kerajaan Kandy berhasil menghalau armada Inggris. Kedua kapten itu sempat ditahan raja Kandy dan diminta menjadi perwira militer Karaeng Sangunglo, tapi mereka menolak.
Tak hanya keluarga Sultan Fakhruddin, puluhan tahun sebelumnya ulama terkenal dari Gowa, Syekh Yusuf al-Makassari juga dibuang ke Sri Lanka pada 1684 karena membantu Raja Banten Sultan Ageng Tirtayasa melawan VOC. Syekh Yusuf kemudian dipindahkan ke Cape Town, Afrika Selatan.
Baca juga: Sultan Jailolo Mencari Leluhur Hingga Cianjur
Dari daerah Maluku, terdapat pula seorang bangsawan yang dibuang ke Sri Lanka. Menurut Ricklefs, sebelum terpaksa dijadikan penguasa oleh VOC di Tidore, Sultan Hairul Alam Kamaluddin Kicili Asgar pernah dibuang ke Sri Lanka. Setelah Sultan Nuku berkuasa dan melawan VOC, bangsawan itu dipulangkan ke Tidore dan dijadikan sultan boneka VOC.
Setelah Sri Lanka pindah tangan pada 1794, Sri Lanka tidak lagi menjadi tempat pembuangan bagi VOC atau Belanda. Setelah tahun 1800, VOC tidak ada lagi. Musuh pemerintah kolonial Belanda biasanya hanya dibuang ke pulau yang berbeda. Misalnya, Imam Bonjol dan Pangeran Diponegoro dibuang ke Sulawesi Utara, Cut Nyak Dhien dibuang ke Sumedang, dan paling jauh ke Papua.