Masuk Daftar
My Getplus

Maria Ullfah Diculik Pemuda Gara-gara Film Amerika

Pemuda menganggap film Amerika berdampak buruk bagi masyarakat. Mereka menculik Ketua Panitia Sensor Film karena film “Rock around the clock” lolos sensor.

Oleh: Amanda Rachmadita | 23 Des 2022
Maria Ullfah menghadiri rapat tahun 1947. (Cas Oorthuys/Het Geheugen).

Tak ada yang menyangka pemutaran film Amerika yang dihadiri kaum ibu dari Kongres Wanita Indonesia di Jakarta diwarnai penculikan terhadap Maria Ullfah. Mantan Menteri Sosial era Kabinet Sjahrir II itu menjabat Ketua Panitia Sensor Film dari tahun 1950 hingga 1961.

Tokoh pers-cum-sejarawan Rosihan Anwar dalam In Memoriam: Mengenang yang Wafat menyebut di masa kepemimpinannya kala itu dunia perfilman Indonesia tengah menghadapi berbagai persoalan. Film nasional yang dimotori Usmar Ismail, pimpinan Perusahaan Film Nasional (Perfini), dan Djamaluddin Malik, pimpinan Persatuan Artis Republik Indonesia (Persari) berupaya mempertahankan eksistensinya di hadapan film India dan film Malaya yang digemari penonton lapisan bawah.

Tak hanya itu, film nasional pun sulit memperoleh jam putar di bioskop-bioskop terkemuka karena pemasaran, peredaran, dan eksibisi film dikuasai Asosiasi Film Amerika di Indonesia (AMPAI) yang dipimpin Bill Palmer.

Advertising
Advertising

Baca juga: Maria Ullfah, Advokat Kaum Perempuan

Gadis Rasid dalam Maria Ullfah Subadio, Pembela Kaumnya menulis, Amerika Serikat dengan Hollywood-nya berada di puncak kemegahannya pasca Perang Dunia II. Kondisi tersebut membuat film-film Amerika merajai bioskop-bioskop di seluruh dunia tak terkecuali Indonesia.

“Harus diakui bahwa sejak tahun 1950 kebanyakan film yang diimpor di Indonesia adalah film dari Amerika Serikat,” tulis Gadis Rasid.

Namun, kehadiran film-film produksi negeri Paman Sam tak disambut baik oleh semua pihak. Kelompok kiri menganggap film-film Amerika membawa dampak buruk bagi masyarakat. Sikap antipati itu juga muncul karena mereka aktif dan gigih melawan imperialisme Amerika Serikat.

Di tengah upaya meredam pengaruh Barat, pada 1957 publik dihebohkan oleh film Amerika berjudul “Rock around the clock” yang dinyatakan lolos sensor. Menurut Gadis Rasid, film hiburan ini memperkenalkan dansa rock yang baru mulai menjadi mode. Meski dinyatakan lolos sensor, film ini menjadi perbincangan karena ditentang orang-orang anti-Amerika. Tak hanya menolak film tersebut, mereka juga mengkritik Panitia Sensor Film yang dipimpin Maria Ullfah karena meloloskan film itu.

Baca juga: Perjuangan Maria Ullfah dalam Pendidikan

Sesungguhnya Maria Ullfah tak membiarkan Badan Sensor bersikap longgar terhadap adegan-adegan yang condong kepada manipulasi seks dan bersifat kekerasan. Hal ini, menurut Rosihan Anwar, merupakan kegiatan yang memberikan Maria Ullfah kepuasan batin dalam masyarakat dan khususnya dalam memajukan rakyat Indonesia. Namun, kritik dan penolakan terhadap film “Rock around the clock” masih bermunculan.

Gelombang kritik mendorong rasa penasaran kaum ibu dari Kongres Wanita Indonesia. Mereka ingin melihat film tersebut untuk mengetahui apakah film Amerika itu merusak moral bangsa atau tidak.

Maria Ullfah, yang pernah menjabat Kepala Sekretariat Kongres Wanita Indonesia, bersedia menyelenggarakan pemutaran film untuk kaum ibu di ruangan pre-review milik gabungan perusahaan film Amerika yang berlokasi di pojok Jalan Veteran dan Veteran II.

Menjelang film diputar, para ibu sudah berkumpul di ruangan pemutaran film. Beberapa saat kemudian Maria Ullfah diberitahu oleh seorang pegawai perusahaan Columbia, importir film Amerika, bahwa ada orang yang hendak bertemu dengannya dan menunggu di luar.

Maria Ullfah bergegas menemui tamu itu. Setibanya di luar, ia melihat dua pemuda sedang menunggu. Keduanya langsung meraih lengan Maria Ullfah lalu memasukannya ke dalam oplet yang berhenti di pinggir jalan.

Baca juga: Maria Ullfah dalam BPUPKI

Tak jauh dari lokasi kejadian, seorang anggota organisasi wanita, Ny. Gadis Susilo, melihat Maria Ullfah dibawa ke dalam oplet oleh sejumlah pemuda. Ia mendatangi mereka dan menanyakan apa yang terjadi. “Karena tidak mendapat jawaban, ia ikut masuk dalam oplet,” tulis Gadis Rasid.

Oplet melaju ke sebuah rumah di kawasan Menteng di Jalan Waringin pojok jalan Tanjung. Mereka berhenti di depan paviliun rumah, yang di salah satu bagiannya terpasang nama “Markas Besar Pemuda Pembela Konsepsi Bung Karno”. Menurut Gadis Rasid kedua perempuan itu sadar bahwa rumah itu merupakan tempat berkumpul Pemuda Rakyat dan pemuda Marhaenis.

Begitu memasuki ruangan, Maria Ullfah langsung dicecar pertanyaan mengapa film “Rock around the clock” lolos sensor dan diizinkan beredar. Pemuda itu menyebut film tersebut porno. Sarjana Hukum perempuan Indonesia pertama lulusan Universitas Leiden, Belanda itu menjawab bahwa sebelum dinyatakan lolos sensor, film tersebut dinilai oleh panitia kecil yang dipimpin Kepala Jawatan Pendidikan Masyarakat.

Baca juga: Buah Kengototan Maria Ullfah dalam Rapat BPUPKI

Maria Ullfah juga menjelaskan mengenai tata kerja Panitia Sensor Film. Ia menyebut setiap film diperiksa oleh panitia kecil yang selalu dipimpin orang yang ahli menyangkut isi film tersebut. Menurutnya, berhubung film Amerika yang menjadi kontroversi ini merupakan film remaja, maka pemeriksaan film itu dipimpin Kepala Pendidikan Masyarakat.

Perdebatan tersebut terhenti saat telepon berbunyi. Telepon itu dari Sudiro, tokoh PNI yang pernah menjabat Wali Kota Jakarta. Setelah percakapan telepon berakhir, pemuda itu mengizinkan Maria Ullfah dan Ny. Gadis Susilo pulang. Begitu keluar dari pekarangan, keduanya melihat kendaraan jeep polisi berdatangan dari dua jurusan dan melakukan penjagaan di dekat rumah tempat mereka ditahan.

Kabar penculikan Maria Ullfah menjadi pembahasan di berbagai surat kabar. Salah satunya Algemeen Indisch dagblad: de Preangerbode, 6 Maret 1957 memberitakan, dalam rapat yang digelar di Jakarta, Kongres Wanita Indonesia menyayangkan perlakuan tidak adil dan tidak terhormat yang dialami Maria Ullfah. Kongres berharap pemerintah akan menyelesaikan masalah ini dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mencegah kejadian serupa terjadi di masa depan.

Sementara itu, beberapa bulan setelah penculikan Maria Ullfah, para pemuda penculik dihadapkan ke pengadilan. Mereka mendapat hukuman ringan. “Mungkin karena hakim, Ny. C. Suparni Mulyono S.H. dapat menerima pembelaan pemuda tersebut bahwa mereka bertindak demi menyelamatkan masyarakat,” tulis Gadis Rasid.*

TAG

film maria ullfah

ARTIKEL TERKAIT

Warrior, Prahara di Pecinan Rasa Bruce Lee Exhuma dan Sisi Lain Pendudukan Jepang di Korea Eksil, Kisah Orang-orang yang Terasing dari Negeri Sendiri Jenderal Orba Rasa Korea Sisi Lain dan Anomali Alexander Napoleon yang Sarat Dramatisasi Harta Berdarah Indian Osage dalam Killers of the Flower Moon Alkisah Bing Slamet Tiga Negara Berbagi Sejarah lewat Dokumenter Kunjungan Nehru Vanessa Redgrave, Aktris Peraih Oscar yang Membela Palestina