Jamuan Wali Kota Solo Gibran Rakabuming terhadap Menteri Pertahanan Prabowo Subianto berbuntut panjang. Pada jamuan itu, turut serta kelompok relawan Gibran-Jokowi yang mendeklarasikan dukungannya untuk Prabowo. Akibatnya, Dewan Pimpinan Pusat PDIP memanggil putra sulung Presiden Joko Widodo itu menghadap ke Jakarta.
Setelah menghadap petinggi partai, Gibran memang tak diberi sanksi. Sekjen PDIP Hasto Kristiyato menyebut Gibran hanya dinasehati agar hati-hati bermanuver politik. Seperti diketahui, Prabowo akan maju sebagai calon presiden dari Partai Gerindra pada pilpres 2024 mendatang.
Kalau Gibran dinasehati agar hati-hati dalam manuver politik, maka Guntur –putra sulung Presiden Sukarno– pernah ditegur soal manuvernya di jalanan. Hobinya memacu mobil sport VW Karmann Ghia bahkan dilakoni bersama Menteri Perindustrian Dasar dan Pertambangan Chaerul Saleh. Seperti Guntur, Chaerul Saleh juga menunggangi Karmann Ghia warna merah. Aksi kebut-kebutan Guntur bersama salah satu menterinya itu membuat Bung Karno gusar.
Baca juga: Para Menteri Hobi Fotografi
Seperti dikisahkan Guntur dalam memoarnya Bung Karno: Bapakku, Kawanku, Guruku, Bung Karno mendapat kabar Guntur dan Chaerul sering balapan di bilangan Kebayoran, persisnya di Jalan Sisingamangaraja dan Senopati. Tukang-tukang becak di sekitaran Cikini sampai menyingkir karena takut kena serempet Karmann Ghia milik mereka. Bung Karno juga menerima laporan dari kepolisian bahwa Guntur mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi sampai menabrak adik dari artis Baby Huwae. Bung Karno mengancam, sekali lagi insiden itu terjadi lagi, maka mobil Guntur akan dibakar.
“Heeh Rul! Dia ini nyetirnya gila-gilaan lantaran kau! Begrijp (paham)! Dikira aku tidak tahu?” tegur Bung Karno ketika makan bersama Guntur dan Chaerul Saleh di ruang makan keluarga Istana Merdeka, tahun 1962.
Setelah makan usai, Bung Karno mengajak Chaerul ke kamarnya untuk membicarakan politik negara. Sementara itu, Guntur pergi ke samping kanan Istana Merdeka sambil main catur dengan para pengawal pribadi. Diam-diam, Guntur menanti Oom Chaerul keluar. Setelah dua jam, yang ditunggu pun datang.
Baca juga: Ketika Chairul Saleh Ogah “Memijat” Sukarno
“Oom, Bapak masih marah?” tanya Guntur.
“Akh, tidak,” balas Chaerul.
“Habis dari sini Om ada acara ke mana?”
“Ke mana kita? Oom tidak ada acara. Ayo ke Sisingamangaraja, Ok?”
“Beres, Oom! 5 menit lagi saya ada di sana Oom!”
Guntur bergegas ke mobilnya, lalu ngebut bersama Chaerul ke Kebayoran Baru.
Kali lain, Bung Karno minta ditemani Guntur jalan-jalan mengitari sekitar Istana Merdeka. Tidak seperti biasanya Bung Karno jalan kaki keliling istana. Hari itu dia ingin menjajal mobil Guntur. Otomatis Guntur yang jadi sopirnya. Sambil jalan, mereka bercakap-cakap.
Baca juga: Arief Sopir Bung Karno
“Heh, kau masih sering balap-balapan sama Pak Chaerul ndak?” tanya Bung Karno.
“Akh, nggak pernah, Pak. Itu kan orang-orang bilang saja balapan, padahal paling kita lari kecepatannya cuma 50 sampai 60 km per jam,” Guntur berkilah.
“Kau paling cepat lari berapa?"
“Yah, paling-paling 70 km per jam. Bapak mau coba aku lari segitu?” Guntur menantang ayahnya.
Seketika, Guntur menekan dalam-dalam pedal gas Karmann Ghianya. Mobil melaju dalam kecepatan penuh. Jarum speedometer menunjukkan angka 100 km/jam. Bung Karno pun gelagapan sambil memendam jengkel pada Guntur.
Baca juga: Guntur Sukarnoputra Menikah Tanpa Ayah
“Ah…ah…aku Presiden RI! Aku perintahkan kau stoop!” teriak Bung Karno.
Guntur menginjak pedal rem. Mobil pun berhenti. Bung Karno lantas menumpahkan amarahnya.
“Kau gendeng. Sudah aku turun di sini,” pinta Bung Karno.
“Lho, Pak masak turun di sini?” bujuk Guntur.
“Mosok Bodo,” gerutu Bung Karno. “Heh, semacam ini ya kerjaan kau dan Chaerul kalau keluyuran di jalan? Dasar kalian crossboy (anak berandalan)!”
Baca juga: Tinju Chairul Hampir Mendarat di Wajah Aidit
Kendati dekat dengan Chaerul Saleh yang juga tokoh Angkatan 45, Guntur tidak terjun ke politik di kemudian hari. Justru adik-adik perempuannyalah yang menjadi politisi. Adik keduanya, Megawati, bahkan menjadi ketua umum PDIP, partai politik yang berkuasa saat ini.