Peradaban Islam dalam Sehimpun Arsip
Sejarah peradaban Islam merentang panjang dari jazirah Arab ke Nusantara. Jutaan arsip yang tersebar dimana-mana merekam perjalanannya.
Kerjasama antar-negara berpenduduk Muslim pada umumnya banyak terjalin di bidang ekonomi, ilmu pengetahuan, dan budaya. Namun, belum pernah terjalin di bidang kearsipan. Padahal, sejarah Islam yang tersua dalam catatan arsip juga bagian dari peradaban dunia. Untuk itulah kepala-kepala arsip dari negara-negara berpenduduk Muslim berhimpun untuk pertama kalinya.
“Pertemuan ini sebagai langkah awal untuk menjajaki dan mengeksplorasi pembentukan forum kerjasama arsip nasional di seluruh negara-negara Muslim atau berpenduduk Muslim,” kata Kepala Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) Imam Gunarto dalam pertemuan pendahuluan “Forum Kerja Sama Arsip Nasional Negara-Negara Berpenduduk Mayoritas Muslim” di ANRI, Jakarta Selatan pada Rabu 12 Juli 2023.
Selain Indonesia sebagai tuan rumah, pertemuan dihadiri oleh perwakilan sembilan negara lain. Mereka adalah: Arab Saudi, Brunei Darussalam, Irak, Kuwait, Malaysia, Maroko, Qatar, Palestina, dan Yordania. Forum ini diharapkan dapat melestarikan memori kolektif tentang sejarah Islam yang sudah terentang panjang. Dan tentu saja untuk meningkatkan peran arsip nasional di negara-negara Muslim pada tingkat internasional.
Duta Arsip Indonesia Rieke Diah Pitaloka yang juga anggota DPR menekankan hal senada. Selain berperan sebagai bukti historis, arsip sejarah peradaban Islam juga menjadi memori kolektif tentang perjuangan setiap bangsa yang didominasi oleh kaum Muslim. Pemikiran para pemimpin negara Islam, menurutnya sejalan dengan pemikiran-pemikiran para pemimpin pada Konferensi Asia Afrika (KAA). Sama-sama bergerak untuk perdamaian, keadilan, dan kesejahteraan umat manusia.
Salah satu arsip sejarah penting adalah terkait terbentuknya Organisasi Konferensi Islam pada 1969. Ia selanjutnya berubah nama menjadi Organisasi Kerjasama Islam (OKI). Pembentukan OKI dipelopori oleh Raja Hasan II dari Maroko dan Raja Faisal dari Arab Saudi.
“Arsip membuka fakta bahwa organisasi ini bukan hanya berjuang melindungi tempat-tempat suci umat Islam, bukan hanya berjuang untuk meningkatkan kerjasama di antara negara-negara anggota. OKI juga memperjuangkan perdamaian dan keamanan internasional. Sama dengan semangat KAA 1955, OKI berkomitmen membantu perjuangan negara Palestina yang merdeka dan berdaulat,” imbuh Rieke.
Di Indonesia saja, arsip-arsip sejarah tentang Islam cukup kaya. Ia tersebar dimana-mana. Tidak hanya di lembaga kearsipan, melainkan disimpan oleh para kiai, pesantren-pesantren, hingga komunitas berbasis agama Islam.
Menurut Oman Fathurrahman, guru besar filologi Universitas Islam Syarif Hidayatullah, banyak sekali arsip di Indonesia yang terhubung dengan dunia Arab melalui manuskrip tarekat maupun selawat. Sebabnya, jaringan peradaban Islam pada masa silam terhubung sedemikian rupa. Apakah itu melalui perdagangan, diplomasi, interaksi pengetahuan, maupun interaksi agama. Jaringan yang terkoneksi itu menjadikan Islam tidak hanya tumbuh dan berkembang di jazirah Arab saja. Peradaban Islam lahir kemudian di berbagai wilayah yang awalnya disebut oleh para sarjana periferal atau pinggiran.
Namun, Oman kurang setuju dengan istilah periferal sebagai kawasan pinggiran yang bermakna rendah. Periferal lebih memperlihatkan tempat yang jauh dari pusat perkembangan Islam seperti Mekah dan Madinah. Tetapi dari segi peradaban Islam, itu sesungguhnya bukan dalam pengertian bahwa kualitas adabnya rendah.
Baca juga: Kisah Jutaan Manuskrip yang Dibakar
“Jangan pernah melihat bahwa arsip-arsip dan manuskrip Islam yang ditulis dalam bahasa non Arab itu rendah. Sama sekali tidak. Bahwa ada terjemahan, iya. Arab juga dulu menerjemahkan arsip-arsip dan keilmuan Yunani di Baitul Hikmah pada masa Khalifah Abbasiyah, misalnya,” tandasnya.
Jalur rempah memperlihatkan rute dari Mekah dan Madinah menuju Nusantara melewati berbagai wilayah. Mulai dari Aden di Yaman, Oman, hingga Sri Lanka. Setidaknya sampai abad 19, titik-titik persinggahan itu menjadi jalur terhubungkannya jamaah haji Nusantara ke tanah suci. Dengan demikian, peradaban Islam itu sesungguhnya amat sangat kaya, tidak hanya di Arab saja.
“Kita punya peradaban Islam Arab, Afrika, Asia, Persia, Turki Ottoman bahkan Eropa. Kalau dalam konteks arsip dan manuskrip maka kita akan menjumpai arsip-arsip Islam di negara-negara di wilayah ini, termasuk Asia Tenggara (Nusantara). Inilah yang kurang diketahui publik tentang kompleksitas hubungan internasional dunia Muslim yang menghubungkannya dengan kita di Asia Tenggara,” terang Oman.
Baca juga: Empat Tokoh Islam di Indonesia
Di samping Islam Arab mempengaruhi kultur Nusantara, sambung Oman, ternyata Islam Nusantara juga memberi sumbangan bagi dunia Arab. Banyak sekali pemikiran ulama Nusantara yang kitabnya dicetak di dunia Arab. Beberapa di antaranya yakni Syekh Abdurrauf Singkil (1615-1693) dari Aceh, Syekh Abdus Shamad al-Palimbani (1704-1789) dari Palembang, dan Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari (1710–1812) dari Banjar. Karya-karya mereka dicetak di Mustafa Al-Babi al-Halabi, percetakan tertua di Kairo, Mesir.
“Bisa kelihatan ada hubungan yang sifatnya resiprokal, koneksi yang saling menguntungkan. Hubungan ini yang menstimulasi lahirnya arsip dan manuskrip Islam. Jadi ulama Nusantara berinteraksi dengan komunitas Muslim India, Persia, Arab, ketemu di Mekah dan Madinah, itu kemudian melahirkan arsip-arsip,” jelasnya.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar