Dulu Sekadar Rawa, Kini Menjamu Pesta Olahraga Asia
Di masa lalu kawasannya dinaungi cerita legenda. Berkat Asian Games, kini ikut dikenal seantero Asia.
BERDIRI kokoh di ujung utara jalur protokol Jalan Jenderal Ahmad Yani Kota Bekasi, Stadion Patriot Candrabhaga menjadi satu dari sedikit landmark kota bersemboyan “Kota Patriot”. Stadion Patriot jadi ikon mendongkrak citra Kota Bekasi yang pernah di-bully warganet di media sosial.
Stadion apik berkapasitas 30 ribu penonton ini baru dibangun jelang Bekasi menjadi tuan rumah Pekan Olahraga Daerah (Porda) Jawa Barat 1984. “Baru dibangun tahun 1980-an bersamaan dengan pembangunan kompleks pemerintahan daerah Bekasi (di seberang stadion),” ujar Abdul Khoir, budayawan Badan Kekeluargaan Masyarakat Bekasi (BKMB) Bhagasasi cum dosen Universitas Islam ’45 (Unisma) Bekasi, kepada Historia.
Mengalami beberapakali renovasi, stadion bernama awal GOR Bekasi itu mendapat kehormatan menggelar beberapa laga sepakbola putra. Stadion itu menjadi venue antara lain, laga pembuka antara Laos vs Hong Kong (1-3) dan Palestina vs China Taipei (0-0) pada 10 Agustus 2018.
Masa Lalunya Berupa Rawa-Rawa
Di masa lalu, kawasan yang sekarang menjadi Stadion Patriot dan kompleks Pemerintahan Kota Bekasi merupakan rawa-rawa. “Dulu perkampungan di Bekasi hanya ada di Kampung Duaratus (kini Jalan Kemakmuran Kota Bekasi). Kalau area stadion (Patriot) sekarang, dulu itu disebutnya Rawa Tembaga,” sambung Abdul Khoir.
Nama Rawa Tembaga, kata Abdul Khoir, berasal dari dua versi cerita. Pertama, cerita rakyat yang muncul sejak abad ke-16. Cerita itu mengenai Fatahillah, panglima perang Kesultanan Demak, yang memerangi koalisi Portugis-Pajajaran di Sunda Kelapa (kini Jakarta) pada 1527.
Abdul Khoir, Budayawan BKMB Bhagasasi cum Dosen Unisma Bekasi (Foto: Randy Wirayudha/Historia)
“Dalam versi legenda, diceritakan Fatahillah yang punya anak perempuan, mau dilamar Prabu Siliwangi. Kemudian dipersyaratkan (mahar) Prabu Siliwangi untuk membawa miniatur perahu atau kapal dari emas. Tapi kemudian yang dipersembahkan justru (miniatur) dari tembaga, bukan emas. Maka kemudian ditolaklah miniatur perahu atau kapal itu. Nah, disebutkan dibuangnya di rawa itu. Semenjak itu makanya disebut Rawa Tembaga,” terang Abdul Khoir, yang mengakui bahwa versi legenda macam itu lemah karena tak ada catatan tertulis ilmiah.
Versi kedua, lebih rasional. “Versi kedua Rawa Tembaga itu populer sebutannya baru setelah pembangunan pusat pemerintahan daerah Bekasi (di bilangan Jalan Juanda). Karena itu dikenal orang sebagai rawa yang paling dalam. Yang lain rawa bisa ‘dijajakin’, kalau yang ini enggak. Nah, itu waktu mau ada pengurukan kan banyak truk yang bobotnya berat. Pas lewat ke rawa itu selalu ‘kejeblos’. Enggak bisa diangkat lagi. Disebutnya Rawa Tembaga karena banyak truk tanah yang tenggelam di rawa itu,” tandasnya.
Kini sebutan Rawa Tembaga menciut. Setelah kawasannya mulai disesaki banyak bangunan pemerintahan, ruko-ruko, dan stadion, nama Rawa Tembaga hanya diabadikan menjadi nama jalan di belakang Kompleks Pemerintahan Kota Bekasi yang membentang hingga Asrama Haji Kota Bekasi.
Bekasi sendiri di masa silam merupakan bagian dari wilayah kekuasaan Kerajaan Tarumanagara (abad keempat). Saat itu masih disebut Dayeuh Sundasembawa atau Jayagiri. Seiring waktu, Bekasi juga pernah jadi wilayah yang dipegang Kerajaan Pakuan Pajajaran pimpinan Prabu Siliwangi alias Sri Baduga Maharaja sejak 1482.
Baca juga:
Mengenal Lebih Dekat Stadion Patriot Candrabhaga
Medali yang Dirindukan
Sepakbola Palestina Merentang Masa
Monumen Perjuangan Rakyat Bekasi, Siapa Peduli?
Tambahkan komentar
Belum ada komentar