Serba-serbi Cincin Kawin
Menyematkan cincin kawin di jari manis kiri berkaitan dengan anggapan bahwa saraf di jari tersebut terhubung dengan jantung. Di masa Perang Dunia II, mengenakan cincin kawin menjadi hal yang umum bagi para pria di Amerika.
SELAIN buku nikah, cincin kawin yang disematkan di jari manis sepasang pengantin menjadi tanda telah terikat sebagai suami-istri. Penggunaan cincin sebagai tanda maupun simbol kekuasaan atau ikatan telah dilakukan sejak lama. Tak heran bila cincin dianggap sebagai aksesoris yang paling simbolis.
Cincin kawin yang dikenakan oleh wanita telah dikenal sejak zaman kuno. Cincin ini digunakan oleh bangsa Mesir, Yunani, dan Romawi. Tulisan-tulisan Mesir Kuno menjelaskan, penempatan cincin kawin di jari manis karena di jari tersebut terdapat pembuluh darah yang langsung menuju jantung. “Karena saraf yang ada di jari ini, orang yang bertunangan menyematkan cincin di jari keempat pasangannya, seakan-akan itu adalah representasi dari hati,” tulis Vincent M. Figueredo dalam The Curious History of the Heart: A Cultural and Scientific Journey.
Hubungan antara jantung dan jari keempat di tangan kiri adalah hasil pengamatan dokter Mesir pada pasien yang merasakan sakit “di jantungnya”. Rasa sakit itu dimulai dari dada, lalu bergerak ke lengan kiri hingga ke jari keempat dan kelima. Berdasarkan hal itu muncul anggapan bahwa jantung dan jari keempat saling terhubung. Orang Romawi menyebut pembuluh darah di jari manis yang mengalir menuju ke jantung sebagai vena amoris atau “urat nadi cinta”.
Baca juga:
Cerita di balik penyematan cincin kawin di jari manis juga dikisahkan Robert Wallace dalam artikel “With This Ring” di majalah LIFE, 18 Juni 1951. Ia menyebut di masa lalu, para pemikir Yunani percaya jari tersebut memiliki pembuluh darah vital yang mengalir langsung ke jantung, dan oleh karena itu tidak ada tempat yang lebih tepat untuk sebuah cincin. “Selama berabad-abad, para dokter biasa memijat jari manis dengan harapan dapat membangunkan kembali orang yang pingsan atau meninggal; dan di antara para kekasih, meremas jari itu hampir merupakan puncak keintiman,” tulis Wallace.
Sementara itu, Rosemary Ingham dan Liz Covey menulis dalam The Costume Technician's Handbook, Third Edition, terdapat alasan lain yang menjadi penyebab cincin kawin disematkan di ruas jari tangan kiri. Besarnya peran cincin sebagai simbol atau tanda, termasuk kekuasaan dan identifikasi peran, membuat tangan kanan diidentikkan dengan kekuasaan, sementara tangan kiri dianggap sebagai tanda penyerahan diri. Dalam konteks pernikahan, seorang pria yang meminang wanita untuk menjadi pengantinnya akan dipandang sebagai kepala atau pemimpin, sedangkan wanita yang setelah menikah akan berperan sebagai istri dipandang memiliki kendali penuh terhadap aktivitas domestik dan menjadi pendamping yang tunduk pada suami.
Cincin-cincin pernikahan awal biasanya terbuat dari tembaga atau besi. Ada juga yang terbuat dari kuningan tetapi tidak populer karena kualitasnya kurang baik. Pada abad ke-17, orang-orang Inggris yang modis memberikan kekasih mereka cincin berbahan kulit yang dibuat dari jari-jari sarung tangan yang tebal. Di era yang sama, para bujangan mengenakan cincin kawin yang disematkan di bagian kepala untuk menunjukkan bahwa mereka tengah mencari pasangan, dan tertarik dengan sebuah tradisi lama yang disebut pernikahan kilat.
“Cincinnya terbuat dari alang-alang atau tumbuhan liar, dan dipahami bahwa pernikahan telah berakhir saat cincinnya terlepas,” jelas Wallace.
Baca juga:
Tak ada aturan khusus yang mengatur penempatan cincin kawin di jari pengantin wanita. Di masa lalu, wanita Inggris lazim mengenakan cincin di ibu jari mereka, karena cincin yang besar membuat para pelayan terkesan. Beberapa potret wanita Italia abad ke-17 menunjukkan mereka mengenakan cincin di telunjuk. Sebuah prosesi menarik terkait penyematan cincin di jari manis pengantin wanita berkaitan dengan penerimaan tradisi ini dalam pernikahan pengantin Kristen.
Umat Kristen pertama kali menggunakan cincin dalam pernikahan pada Abad Kegelapan di Eropa sekitar tahun 860. Menurut A. de Barrera dalam Gems and Jewels, dalam prosesi pernikahan di masa lalu, pengantin pria lebih dahulu menyematkan cincin kawin di ruas pertama ibu jari mempelai wanita, sambil berkata: “Dalam nama Bapa;” kemudian ia memindahkan cincin tersebut ke telunjuk, dengan kata-kata, “Dalam nama Putra;” lalu ke jari tengah, menambahkan “Dan Roh Kudus;” akhirnya, cincin itu dipasangkan di jari keempat, dengan kata “Amin!”
Seperti halnya di masa kini, cincin pernikahan di abad ke-17 juga kerap dihiasi dengan kata-kata atau sajak yang bisa dipilih oleh pengantin pria. Kebanyakan dari mereka memilih kalimat atau sajak yang mengungkapkan rasa cinta atau janji setia, tetapi tak sedikit pula yang menyematkan kalimat-kalimat tak biasa yang seringkali membuat pengantin wanita bertanya-tanya tentang apa yang dipikirkan pasangannya ketika menentukan cincin pernikahan tersebut.
Abad ke-20 memainkan peran penting dalam munculnya tradisi baru, yakni cincin ganda, di mana tidak hanya pengantin wanita yang mengenakan cincin, tetapi juga pengantin pria. Di masa lalu, cincin kawin wajib bagi wanita. Penyebabnya berkaitan dengan pandangan patriarki yang menganggap perempuan yang sudah menikah telah menjadi milik atau properti suami. Cincin kawin tersebut menjadi simbol status sekaligus menandai kepemilikan wanita tersebut. Pandangan ini mulai bergeser di Amerika pada masa Perang Dunia II.
“Ketika Perang Dunia II pecah, semua orang memiliki arloji, tetapi tidak semua orang memiliki istri, situasi yang tiba-tiba direspons oleh banyak pria muda untuk memperbaikinya. Pada 1939, 1.403.633 pasangan menikah di Amerika. Di tahun 1942, angkanya menjadi 1.772.132. […] Di balik sebagian besar pernikahan di masa perang, ada satu kepastian yang menyedihkan –cepat atau lambat pasangan itu pasti akan berpisah selama sebulan, enam bulan, atau dua tahun,” tulis Wallace.
Baca juga:
Perpisahan tersebut menimbulkan kekhawatiran bagi para pengantin wanita. Mereka bertanya-tanya, ketika suami berada jauh dari sang istri, bagaimana orang-orang akan tahu bahwa pria itu sudah menikah?
Para pengantin pria mengenakan cincin kawin dan dengan patuh mengenakannya, sebagian karena cinta, tapi ada juga yang didorong oleh tuntutan dari pengantin wanita. W. Waters Schwab, pengusaha perhiasan yang pernah menjabat presiden J. R. Wood & Sons Inc., sebuah perusahaan pembuat cincin yang disegani, memanfaatkan momen ini untuk memasarkan cincinnya dalam berbagai iklan.
“Pada puncak popularitasnya selama perang, sekitar 85% dari semua pernikahan yang diselenggarakan, kedua pasangan mengenakan cincin kawin. Pada awal tahun 1950, persentasenya merosot menjadi sekitar 60, tetapi sejak awal Perang Korea, persentase tersebut melonjak lagi, bersama dengan jumlah total pernikahan,” tulis Wallace.
Kini, tak hanya di Amerika, pasangan pengantin di berbagai negara pun telah terbiasa untuk mengenakan cincin kawin di ruas jari mereka sebagai tanda keduanya terikat sebagai suami-istri.*
Tambahkan komentar
Belum ada komentar