Masuk Daftar
My Getplus

Dolok Martimbang, Pesawat Kepresidenan Indonesia Pertama

Presiden Sukarno mengambil nama salah satu gunung di Tapanuli Utara sebagai nama pesawat kepresidenan pertama. Jadi simbol persatuan dan kedamaian ditengah riuhnya pergolakan daerah.

Oleh: Martin Sitompul | 21 Mei 2024
Pesawat kepresidenan T-14 "Dolok Martimbang" (1957--1962). (Foto: IG TNI AU/@militer.udara)

Pesawat Uni Soviet Ilyushin (IL)-14 mendarat mulus Pangkalan Udara Halim Perdanakusumah, Cililitan. Pemerintah Uni Soviet menghibahkannya kepada Indonesia sebagai tanda persahabatan kedua negara. Itulah pesawat kepresiden Indonesia yang pertama. Ketika meninjaunya, Presiden Sukarno terlintas sebuah nama. Nama pesawat kepresidenan itu diumumkan sendiri oleh Presiden Sukarno dalam acara serah terima pada 24 Januari 1957.

“Di Tapanuli terdapat daerah pegunungan yang menurut legenda selalu saling bertengkar. Dan Dolok Martimbanglah yang mampu menyatukan mereka kembali. Makanya aku beri nama pesawat ini: Dolok Martimbang,” kata Presiden Sukarno seperti diberitakan Preangerbode, 25 Januari 1957.

Pada acara serah terima yang berlangsung di Pangkalan Halim itu, pemerintah Soviet diwakili oleh Duta Besar Zhukov. Dilansir Het nieuwsblad voor Sumatra, 25 Januari 1957, Dubes Zhukov menyatakan penyerahan pesawat itu sebagai hadiah dari pemerintahnya untuk mempererat tali persahabatan antara masyarakat Uni Soviet dan Indonesia. Pesawat tersebut disumbangkan secara pribadi oleh pemerintah Soviet kepada Presiden Sukarno sebagai penghargaan atas penguatan hubungan diplomatik Indonesia dan Uni Soviet.

Advertising
Advertising

Baca juga: Irian Barat, Arena Percobaan Senjata Uni Soviet

Meski orang Jawa, Sukarno menamai pesawat kepresidenan itu dengan mengambil toponimi dari Tapanuli Utara, yang identik dengan suku Batak. Penamaan ini tentu berasal dari pengamatan cermat. Situasi politik dan keamanan dalam negeri saat itu sedang kurang kondusif.  

Sejak akhir 1956, beberapa daerah di Sumatra bergolak menuntut otonomi daerah. Pemutusan hubungan dengan pusat pertama kali berdentum di Sumatra Utara tatkala Kolonel Maludin Simbolon, panglima Teritorium II/Bukit Barisan, mendeklarasikan berdirinya Dewan Gajah pada 22 Desember 1956. Menyusul kemudian pembentukan dewan yang sama di Sumatra Barat dan Selatan oleh panglima daerah masing-masing.

Keadaan itu mengilhami Sukarno akan simbol persatuan yang bisa bergerak atau menjangkau daerah bergolak. Maka dinamakannyalah pesawat kepresidenan itu Dolok Martimbang. Gunung Dolok Martimbang terletak di sisi timur jalan dari Tarutung menuju Sibolga. Di kaki gunung ini terdapat Rura (Lembah) Silindung yang subur dan dipenuhi sawah-sawah luas. Sudah sejak lama masyarakat Batak mendiami lembah ini.

Baca juga: Ketika Hantu Kolera Mengamuk di Tanah Batak

Menurut legenda, di sekitar Lembah Silindung banyak bukit dan gunung yang menurut legenda terus bertengkar satu sama lain. Dolok Martimbanglah yang bisa menyatukan mereka kembali. Selain itu, Dolok Martimbang kerap dijadikan tempat berunding atau mengikat janji antara para raja atau kepala huta (kampung) yang bertikai.

“Dengan Dolok Martimbang ini saya berharap dapat memberikan kekuatan kepada saya untuk membuat reunifikasi dan penguatan rakyat lndonesia, tidak hanya untuk kemakmuran mereka sendiri, tetapi juga untuk kebahagiaan umat manusia,” kata Bung Karno dala Java Bode, 24 Januari 1957.   

Nama Dolok Martimbang, seturut penelusuran pemerhati sejarah Akhir Matua Harahap, sudah ada di benak Presiden Sukarno. Pada Maret 1953, Sukarno berkunjung ke Tapanuli. Di kesempatan itulah dia menatap langsung Dolok Martimbang serta mendengar cerita rakyat tentang tempat itu. Arti nama Dolok Martimbang bagi penduduk Tapanuli di Silindung sudah dipahami oleh Presiden Sukarno.

“Oleh karena itulah Presiden Soekarno dengan spontan memberi nama pesawat kepresidenan yang baru mendarat dengan nama Dolok Martimbang,” terang Harahap dalam .

Baca juga: Perang Saudara di Tapanuli

Dalam Sejarah Angkatan Udara 1950-1959, Dinas Penerangan Angkatan Udara (Dispenau) merinci spesifikasi pesawat Dolok Martimbang. Pesawat ini mempunyai panjang badan 21,31 meter dan lebar sayap 31,7 meter. Ketinggian terbangnya mencapai 2.400 meter dengan kecepatan maksimal 398 km/jam.

Pesawat Dolok Martimbang diberi nomor register T-14 yang tercantum pada badan pesawat sementara perawatannya diserahkan kepada AURI (kini TNI AU). Sedianya pesawat Dolok Martimbang tidak dirancang sebagai pesawat kepresidenan. Itulah sebabnya, sejak serah terima, pesawat ini kembali harus direparasi kembali ke Moskow untuk penyempurnaan. Ia  baru bisa dioperasikan beberapa bulan kemudian untuk kegiatan perjalanan presiden.  

Dengan Dolok Martimbang sebagai “tunggangannya”, Presiden Sukarno melaksanakan perjalanan dinas ke berbagai daerah di Indonesia. Kapten Udara Sri Mulyono Herlambang ditunjuk sebagai pilot penerbang Dolok Martimbang dengan kru antara lain: Letnan Udara I The Tjing Hoo, Letnan Udara II A. Carqua, Kapten Udara Soesanto, dan Letnan Udara I Basjir. Keberadaan Dolok Martimbang menjadi tonggak dalam perkembangan AURI sekaligus embrio lahirnya Skadron Angkut Khusus (Skadron Udara 17). Skadron ini mempunyai tugas pokok melayani penerbangan VIP/VVIP termasuk penerbangan kepresidenan dengan pesawat khusus.

Baca juga: Romansa Bung Karno dan Kartini Manoppo

Selain menjalankan tugas kepresidenan, Presiden Sukarno juga merasakan pengalaman romantis di pesawat Dolok Martimbang. Di pesawat inilah Bung Karno menjalin hubungan dekat dengan salah satu pramugarinya bernama Kartini Manoppo. Sang pramugari kemudian dipersunting menjadi salah satu istri Sukarno.

Pesawat Dolok Martimbang terbilang sebentar beroperasi sebagai pesawat kepresidenan. Pada 1962, dia tak lagi melayani penerbangan untuk Presiden Sukarno yang sudah digantikan dengan pesawat C-140 Jet Star. Pesawat ini resmi dipensiunkan pada 1976 dan menjadi bagian Monumen Pesawat IL-14 Avia di Lanud Abdulrachman Saleh. Atas prakarsa KSAU Marsekal TNI Hadi Tjahyanto (kini Menkopolhukam), monumen tersebut direlokasi ke Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala Yogyakarta sebagai koleksi museum.

TAG

pesawat tapanuli uni sovyet presiden sukarno

ARTIKEL TERKAIT

Seabad Maskapai KLM Menghubungkan Amsterdam-Jakarta Mengenang Amelia Earhart yang Mampir di Bandung Gara-gara Laskar Berulah, Bung Hatta Marah Mayor Bedjo dan Mayor Liberty Malau Gelut di Tapanuli Heroisme di Tengah Kehancuran dalam Godzilla Minus One Pesawat Multifungsi Tulang Punggung Matra Udara Jerman Mayor Bedjo Kobarkan Api dan Darah di Tapanuli Perang Saudara di Tapanuli Nasib Nahas Kapten Mussolini Marcel Dassault dan Jet Tempur Kebanggaan Prancis