Masuk Daftar
My Getplus

Gula dari Tulang-Belulang Prajurit di Waterloo

Nasib prajurit yang tewas di Pertempuran Waterloo. Alih-alih diberi penghormatan, sisa tulang-belulang jenazah mereka diperjualbelikan untuk industri.

Oleh: Randy Wirayudha | 19 Agt 2022
Penggambaran Pertempuran Waterloo dalam film epik "Waterloo" (1970) (IMDb)

HINGGA detik ini, baru dua sisa kerangka manusia yang ditemukan tim sejarawan dan arkeolog yang bekerjasama dengan yayasan Waterloo Uncovered di situs Pertempuran Waterloo yang kondang itu. Puluhan ribu lainnya masih menimbulkan pertanyaan besar sampai jawabannya diungkap tim.

Pertempuran Waterloo, 18 Juni 1815, jadi momen penentuan bagi petualangan Napoléon Bonaparte menaklukkan Eropa. Namun, pasukan koalisi gabungan Inggris, Prussia, Belanda, Kerajaan Hanover, Nassau, dan Brunswick berhasil menghabisi pasukan Prancis dalam pertempuran yang menewaskan lebih dari 60 ribu prajurit baik di pihak Prancis maupun pasukan koalisi itu.

Dari puluhan ribu prajurit yang tewas itu, sebuah kerangkanya ditemukan pertama kali pada medio Juli 2012. Kerangka itu terpendam di dekat parkiran mobil salah satu situs memorial Waterloo, Lion’s Mound di Wallonia, Belgia. Menukil Independent, 5 April 2015, kerangka prajurit itu bahkan teridentifikasi bernama Friedrich Brandt, berusia 23, dan merupakan kombatan dari Kerajaan Hanover yang bersekutu dengan Inggris.

Advertising
Advertising

“Hingga kini belum ada satupun kerangka lengkap yang bisa ditemukan (dari Pertempuran Waterloo) selama 200 tahun,” kata arkeolog Belgia Dominique Bosquet, dikutip Independent.

Baca juga: Napoléon Sang Pahlawan Revolusi Prancis

Kerangka lengkap kedua ditemukan medio Juli 2022 oleh tim Waterloo Uncovered yang digawangi arkeolog Profesor Tony Pollard dan sejarawan Dr. Bernard Wilkin serta Robin Schäfer. Kerangka yang terkubur di sekitar kawasan pertanian Mont-Saint-Jean, Belgia itu baru diketahui merupakan tulang-belulang salah satu prajurit kavaleri Inggris di bawah komando Duke of Wellington. Pasalnya di sebelah kerangkanya juga terdapat tulang-belulang kudanya.

Riset Prof. Pollard tak berhenti sampai di situ. Belum lama ini timnya mengungkap sejumlah arsip dan dokumen yang mengungkap ke mana sisa-sisa kerangka prajurit korban tewas Pertempuran Waterloo lainnya.

Dilansir Daily Mail, Kamis (18/8/2022), Pollard menyatakan puluhan ribu kerangka prajurit, baik di pihak Prancis maupun pasukan koalisinya, diperdagangkan. Tulang-belulang itu dijadikan pupuk hingga arang untuk memproses produksi gula. Pollard mengungkapkan bahwa tak menutup kemungkinan hal serupa terjadi di situs-situs pertempuran lain selama peperangan Napoléon.

“Pemahaman kami terhadap proses-proses yang berdampak pada perkuburan di medan-medan perang Napoleon meningkat drastis dari penelitian baru ini. Setidaknya terdapat artikel-artikel dari tiga suratkabar dari 1820-an yang mereferensikan impor-impor tulang-belulang dari medan-medan perang Eropa untuk keperluan produksi pupuk,” ujar Pollard.

Baca juga: Kala Napoléon Dianggap Putra Nabi

Penemuan dan ekskavasi kerangka prajurit Waterloo kedua (waterloouncovered.com)

Usai Pertempuran

Napoléon menelan kekalahan terpahitnya di Waterloo pada 18 Juni 1815. Alessandro Barbero dalam The Battle: A New History of Waterloo mencatat, dari sekira 73 ribu kekuatan pasukan Pranis, sang kaisar kehilangan sekitar 42 ribu tewas, terluka, atau hilang. Sebaliknya, pasukan koalisi Inggris yang dikomando Wellington kehilangan 24 ribu jiwa, baik tewas, terluka, maupun hilang.

Kemenangan itu mendongkrak reputasi Duke Wellington alias Arthur Wellesley di pentas perpolitikan Inggris. Setelah menjabat Gubernur Plymouth pada 1819, ia terpilih menjadi panglima tertinggi Angkatan Darat Inggris pada 1827, dan menduduki kursi perdana menteri pada 1828. Saat wafat pada 14 September 1852 di usia 83 tahun pun ia diberi upacara pemakaman kenegaraan.

Rekan Wellington di pasukan koalisi, Marsekal Graf Gebhard Leberecht von Blücher, setali tiga uang. Reputasi sang marsekal meroket di antara para bangsawan Prussia. Empat tahun pasca-Waterloo, Marsekal Blücher wafat pada 12 September 1819 di usia 76 tahun. Tak hanya diberikan upacara kenegaraan tapi juga makamnya dibuatkan mausoleum di Krieblowitz. Mausoleum itu dirusak Tentara Merah Uni Soviet medio 1945.

Baca juga: Daendels Napoleon Kecil di Tanah Jawa

Ilustrasi Pertempuran Waterloo yang dilukiskan William Sadler (Pyms Gallery)

Paling tragis adalah nasib Napoléon. Setelah tumbang dari takhtanya, ia mesti berupaya melarikan diri ke pelabuhan Rochefort. Nahas baginya, kapal-kapal Angkatan Laut Inggris sudah keburu memblokade pelabuhan hingga Napoléon terpaksa menyerahkan diri ke nakhoda kapal HMS Bellerophon, Kapten Frederick Maitland, pada 15 Juli 1815. Napoléon lantas dibuang ke Pulau Saint Helena, 1.870 kilometer sebelah barat pantai Afrika, sampai menghembuskan nafas terakhirnya pada 5 Mei 1821.

Jika nasib akhir para komandan dalam pertempuran Waterloo, termasuk sejumlah jenderal terkemukanya, masih jelas, tidak demikain dengan para prajurit yang tewas di sana. Jasad mereka yang tewas itu ditelanjangi, dijarah pakaian dengan segala perlengkapan militernya, dibakar dan atau dipendam di kuburan-kuburan massal. Lebih parah, tulang-belulang mereka kemudian diperjualbelikan di seantero Eropa.

Baca juga: Kolberg, Film Perang di Tengah Perang

Dalam rangkuman riset timnya, Journal of Conflict Archaeology, yang dirilis pada 17 Juni 2022, Pollard mengungkapkan bahwa selepas pertempuran, puluhan ribu jenazah prajurit itu mulanya dikubur di kuburan-kuburan massal di sekitar lokasi pertempuran oleh para penduduk selama 10 hari berturut-turut.

“Sementara orang-orang dari luar yang pertama mengunjungi (situs pertempuran) adalah para warga Brussels, di mana pada 1815 terdapat banyak populasi orang Inggris. Salah satunya Thomas Ker yang sayangnya tak mempublikasikan catatan perjalanannya. Kemudian juga Sir Walter Scott yang mengunjungi pada Agustus 1815, dua bulan pasca-pertempuran. Kunjungannya menjadi ilham bagi puisinya, The Field of Waterloo,” tulis Pollard.

Ki-ka: Duke of Wellington, Marschall Graf Gebhard Leberecht von Blücher, Napoléon Bonaparte (Stiftung Stadtmuseum Berlin/National Gallery of Art/Apsley House)

Akan tetapi dua dekade pasca-pertempuran, tulang-belulang dari sejumlah kuburan massal itu menghilang. Dalam penelitiannya, Dr Wilkin menemukan sebuah dokumen dari Arsip Nasional Belgia yang menginformasikan bahwa tulang-belulang itu sudah jadi komoditas di Belgia pada 1834.

Sebanyak 350 ribu kilogram tulang-belulang, disebutkan arisp itu, dijual ke seantero Eropa, termasuk Inggris. Pada tahun 1834 itu juga, industri gula mulai dibangun di Waterloo. Lokasi sebuah pabriknya berada tiga mil dari palagan. Sebuah artikel di koran Prancis L’Independent terbitan 1835 menyebutkan, pemerintah Belgia ternyata mengizinkan para industrialis melakukan ekskavasi di situs Pertempuran Waterloo guna memindahkan sisa jenazah para prajurit. Namun yang tak diduga kemudian, para industrialis itu memperdagangkan tulang-belulang tersebut untuk dijadikan pupuk bagi perkebunan bit gula (beta vulgaris), tanaman penghasil gula selain tebu (saccharum officinarum).

Baca juga: Hidangan Favorit Napoléon

Sebelum pabrik gula itu ditutup pada 1860, kontroversi pun mencuat. Banyak kalangan di Eropa mulai gusar. Bahkan pemerintah Belgia sendiri mulai mengeluarkan regulasi: barangsiapa masih mencoba menggali sisa-sisa jasad di Waterloo akan diancam hukuman penjara tiga bulan sampai 1 tahun serta denda antara 10-200 franc. Kendati demikian, pupuk-pupuk yang berasal dari tulang-belulang itu masih beredar di Eropa sebelum adanya pupuk pengganti, superfosfat.

“Seorang warga Prancis menuliskan dalam jurnalnya di tahun 1858, di mana ia mengungkapkan: ‘saya takkan lupa saat melihat penggalian di Waterloo, di mana saya kehilangan seorang saudara. Dan tulang-belulang itu dijadikan penyubur bagi bit gula di Belgia’,” sambung Pollard.

Ilustrasi jasad-jasad prajurit yang dijarah, dikubur, dan dibakar penduduk sekitar karya James Rouse

Dari suratkabar Jerman Prager Tagblatt terbitan 1879 yang juga ditemukan tim Pollard, tertera artikel yang menyatakan: “…sudah diketahui bahwa bahan pemanis madu lebih baik dari gula, di mana semua orang tahu, (gula) menggunakan tulang. Dengan menggunakan madu, Anda tak punya risiko zat-zat sisa kakek buyut larut di dalam kopi Anda di suatu pagi yang indah.”

Namun, “Tulang-belulang Waterloo” itu tak hanya dijadikan pupuk. Dari sebuah catatan –milik seorang pebisnis Prancis, Charles Derosne, yang juga ditemukan tim Pollard– terungkap bahwa tulang-belulang itu juga dijadikan arang. “Bone char” atau arang tulang itu disebutkan jadi penyaring gula bit yang lebih efektif ketimbang arang biasa yang berasal dari kayu.

“Mereka yang bertempur di (perkebunan) bit akan musnah oleh bit. Inilah hasil kampanye Eropa Anda, Wahai Napoléon,” tukasnya dikutip Pollard.

Baca juga: Penelitian Dekolonisasi Belanda Membuka Perdebatan Baru

TAG

napoleon gula penelitian

ARTIKEL TERKAIT

UNESCO Tetapkan Naskah dan Arsip Sejarah Indonesia Sebagai Memori Dunia Strategi Napoleon di Balik Kabut Austerlitz Napoleon yang Sarat Dramatisasi Para Perempuan dalam Buaian Napoleon Chevalier Menggugat Égalité Wally Bereaksi, Wally Dieksekusi Menyegarkan Kembali Historiografi Revolusi Indonesia 8 Desember 1861: Manisnya Riwayat Pabrik Gula Tjolomadoe Kala Napoléon Dianggap Putra Nabi Setelah Minta Maaf, Akankah Belanda Akui Proklamasi Kemerdekaan Indonesia?