Masuk Daftar
My Getplus

Secuplik Jejak Paus Paulus VI di Jakarta

Paus Paulus VI jadi Bapa Suci umat Katolik pertama yang melawat ke Asia dan turut mampir ke Indonesia setengah abad lampau.

Oleh: Randy Wirayudha | 04 Sep 2024
Sri Paus Paulus VI (un.org)

SRI Paus Fransiskus yang tiba di Jakarta pada Selasa (3/9/2024) tercatat jadi pemimpin tertinggi umat Katolik sedunia ketiga yang mengunjungi Indonesia setelah Paus Paulus VI jadi pada akhir 1970 dan Paus Yohanes Paulus II pada 1989. Paus Fransiskus dalam agenda lawatannya (3-6 September 2024) memilih akomodasi sederhana. Ketimbang di hotel mewah, ia menginap di Kedutaan Takhta Suci Vatikan, Jakarta, sebagaimana Paus Paulus VI 54 tahun silam.

Soeharto sendiri jadi presiden Indonesia kedua yang pernah bersua Paus Paulus VI. Adalah Presiden Sukarno yang pertamakali bertemu Paus Paulus VI seiring kunjungannya ke Takhta Suci Vatikan pada 12 Oktober 1964. Itu jadi lawatan ketiga Bung Karno setelah bersua Paus Pius XII pada 1956 dan Paus Yohanes XXIII tahun 1959 di Vatikan.

“Pertemuan Presiden Indonesia Achmed Sukarno dengan Paus Paulus VI terjadi sekira 20 menit di perpustakaan pribadinya. Sri Paus mendoakan agar warga Indonesia terus hidup berdampingan dalam perdamaian dan kasih bersama negara-negara tetangga mereka dan masyarakat dunia,” tulis suratkabar The Catholic Northwest Progress, edisi 16 Oktober 1964.

Advertising
Advertising

Adapun kunjungan Paus Paulus VI ke Indonesia, sedianya sudah sejak Juni 1966 pemerintah RI mengirimkan undangannya kepada Sri Paus. Namun baru pada akhir 1970 Paus Paulus VI menunaikan undangan itu sejurus tur lawatan keagamaannya ke Asia. 

Baca juga: Bung Karno dan Takhta Suci Vatikan

Kunjungan Singkat tapi Bermakna 

Selain Indonesia, Paus Paulus VI mencanangkan perjalanan apostoliknya ke Iran, Pakistan, Filipina, Australia, Sri Lanka, dan Hong Kong. Agenda dengan jadwal perjalanan singkat 26 November-5 Desember 1970 ini membuatnya jadi Sri Paus pertama yang mampir ke benua Asia di abad ke-20.

“Bukan jadi misteri mengapa ia ingin melawat ke Asia. Asia adalah benua terakhir yang belum pernah dikunjungi Sri Paus,” tulis Peter Hebblethwaite dalam Paul VI: The First Modern Pope.

Sri Paus Paulus VI, lanjut Hebblethwaite, berangkat dari Roma, Italia pada 26 November 1970 untuk memulai perjalanan 30 ribu mil ke Asia. Dalam perjalanannya, ia menyempatkan diri mampir ke Tehran, Iran; Karachi, Pakistan; Manila, Filipina; dan Sydney, Australia, sebelum akhirnya pesawat kenegaraan Takhta Suci Vatikan, DC-8 dari Maskapai Alitalia, tiba di Bandara Kemayoran, Jakarta, sekira 15.30 WIB tanggal 3 Desember.

“Paus Paulus VI tiba di ibukota (Jakarta) dengan sambutan meriah oleh masyarakat muslim Indonesia dan akan langsung memimpin misa malam dalam semangat kebersamaan di negeri yang punya aneka ragam bahasa dan agama tersebut,” tulis artikel suratkabar The New York Times, edisi 4 Desember 1970, “Moslems, Hindus and Buddhists join Pope at Mass in Jakarta”.

Baca juga: Berabad Riwayat Umat Kristen di Cianjur

Di Bandara Kemayoran, Paus Paulus VI juga disambut Presiden Soeharto yang didampingi jajaran menteri, pimpinan DPR dan MPR, serta para duta besar meski kunjungan Paus Paulus VI bukan kunjungan kenegaraan melainkan lebih bersifat lawatan keagamaan. 

“Kami berbahagia bahwa perjalanan kami dalam kesempatan ini dapat melawat ke Indonesia yang indah karena belum ada sebelumnya (Sri Paus) pendahulu kami datang kemari. Namun di sinilah umat Katolik telah hadir selama lebih dari 400 tahun, berjuang untuk berbuat baik kepada mereka. Di sekitar mereka,” ucap Paus Paulus VI dalam pembukaan pidato kedatangannya di Kemayoran.

“Indonesia juga negeri di mana banyak ras, budaya, dan agama hidup berdampingan. Semua agama besar dunia ada di sini: (umat) muslim, Buddha, Hindu, Konghuchu, dan Kristen; semua diakui sebagai agama resmi dalam undang-undangnya yang juga ditetapkan sebagai sala satu dari lima pilar negara (Pancasila, red.): ‘Ilahi yang Maha Kuasa,’” sambungnya.

Presiden Soeharto (kiri) saat berbincang dengan Paus Paulus VI menjelang misa akbar (Perpusnas RI)

Selepas itu, Paus Paulus VI didampingi Presiden Soeharto menuju Katedral Jakarta untuk bersua para tokoh agama. Dari Katedral Jakarta, sebagaimana dikutip dari buku Dari Gelora Bung Karno ke Gelora Bung Karno, malam itu juga Paus Paulus VI bertolak ke Stadion Senayan (kini Stadion Utama Gelora Bung Karno) memimpin misa suci yang dibanjiri puluhan ribu umat Katolik se-Indonesia.

Kedatangan Paus Paulus VI di atas mobil bak terbuka turut diiringi barisan penari tradisional dengan tarian Sulawesi, Nusa Tenggara Timur, hingga tarian Jawa. Sebelum memimpin misa, Paus Paulus VI beramah-tamah dan berdialog dengan para tokoh lintas agama.

“Tarian perang yang dibawakan selusin penari dari Pulau Timor mungkin jadi atraksi sambutan paling eksotis, di antara sambutan dan sorak-sorai 50 ribu hadirin di Stadion (Senayan) Jakarta ketika mobil Sri Paus berkeliling trek stadion. Prosesi ramah-tamah dan dialog juga menyertai di mana Sri Paus bertemu para tokoh lintas agama, termasuk Protestan, muslim, dan Buddha. Salah satu hadiah yang diberikan adalah salinan (kitab suci) Al-Quran. Seorang uskup berkata, ‘mungkin untuk melupakan perselisihan,’” kata artikel majalah Time, edisi 14 Desember 1970, “Religion: To Discover the Church”.

Baca juga: Penginjil Kristen dan Wabah di Tanah Batak

Dalam ceramah di sela misa sucinya, Paus Paulus VI menyampaikan pesan-pesan perdamaian dan harmoni di antara sesama umat manusia. Sri Paus mencontohkan bahwa Yesus Kristus pun menjadi bagian dari umat manusia di dunia yang berbagi adat dan kebiasaan yang beragam. 

“Orang Kristen tidak asing di antara orang-orang sebangsanya. Ia berbagi dengan mereka semua adat istiadat mereka yang terhormat. Sebagai warga negara yang baik, ia harus mencintai tanah kelahirannya. Namun, iman yang ia anut adalah Katolik, iman yang sama seperti yang dianut oleh orang Afrika, Amerika, dan Eropa. Itu karena manusia historis yang disebut Yesus dari Nazaret juga adalah Anak Tuhan. Itu karena manusia diciptakan oleh Tuhan dan untuk Tuhan, dan dalam keberadaannya ia ditarik oleh Dia yang memanggilnya untuk hidup. Ini adalah elemen manusia yang sangat penting sehingga orang yang mengusir Tuhan dari hidupnya segera menghadapi risiko menolak untuk menerima sesamanya sebagai saudara-saudaranya,” ucap Paus Paulus VI dalam potongan ceramahnya, dikutip Matthew Bunson dalam Saint Pope Paul VI: Celebrating the 262nd Pope of the Roman Catholic Church.

Paus Paulus VI memimpin misa suci di Stadion Utama Senayan (Repro: Dari Gelora Bung Karno ke Gelora Bung Karno)

Selepas misa, Paus Paulus VI bermalam di Kedutaan Takhta Suci Vatikan. Pada 4 Desember 1970, Paus bertolak melanjutkan lawatan apostoliknya ke Hong Kong. Presiden Soeharto kembali ikut mendampingi Sri Paus sampai ke Bandara Kemayoran.

Atas kunjungan itu, Presiden Soeharto menyampaikan rasa terima kasihnya. Bukan hanya atas hibah empat unit ambulans tetapi juga karena memenuhi undangannya ke Indonesia dalam rangka melaksanakan tugas menjadi gembala umat Katolik di Indonesia dan seluruh dunia.

“Sungguh makin dalam keyakinan saya bahwa setiap agama merupakan kekuatan moral sangat besar untuk membangun dan menyelamatkan manusia,” tandas Presiden Soeharto, dikutip surakabar Kompas, edisi 5 Desember 1970.

Baca juga: The Two Popes, Kisah Dua Paus dalam Sejarah Kelam

TAG

vatikan paus katolik

ARTIKEL TERKAIT

Di Balik Lawatan Paus Yohanes Paulus II ke Indonesia (Bagian II) Paus Yohanes Paulus II Terpukau Pancasila Di Balik Lawatan Paus Yohanes Paulus II ke Indonesia (Bagian I) Pertemuan Presiden Sukarno dan Paus Yohanes XXIII di Vatikan Bung Karno dan Takhta Suci Vatikan Ketika Rahib Katolik Bertamu ke Majapahit Raja Larantuka Melawan Belanda Menuju Kepunahan Mamalia Terbesar “Aku Ingin Dengar Permintaan Maaf” The Godfather: Part III dan Skandal Vatikan