SIM untuk Kusir dan Tukang Becak
Tak hanya wajib bagi pengemudi motor dan mobil, SIM juga diberlakukan kepada kusir dan tukang becak.
Sebelum ada motor dan mobil di Hindia Belanda, alat transportasi yang digunakan adalah kereta kuda seperti dokar, delman, dan sado. Motor dan mobil hadir menjelang abad ke-20. Pada awal kemunculannya, pengendara mengemudikannya tanpa Surat Izin Mengemudi (SIM). Baru pada awal tahun 1900 para pengemudi wajib memiliki SIM agar dapat berkendara di jalan umum.
Selain wajib bagi pengendara mobil dan motor, SIM atau rijbewijs kemudian juga diberlakukan kepada para kusir kereta kuda. Aturan ini telah menjadi pembahasan hangat di Hindia Belanda, terlebih bertambahnya jumlah motor dan mobil, tak hanya membuat lalu lintas menjadi lebih ramai tetapi juga rawan kecelakaan.
Surat kabar Bataviaasch Nieuwsblad, 1 Maret 1938 memberitakan, aturan ini diberlakukan di Batavia sejak Februari 1938. Untuk mendapatkan SIM, selain membayar biaya administrasi, para kusir juga harus mengikuti tes keterampilan mengemudi.
Baca juga: Mula Istilah Kuda Gigit Besi
Sementara itu, koran De Locomotief, 27 Juli 1939 mewartakan, aturan lalu lintas terkait kewajiban memiliki SIM bagi kusir dokar di Malang telah diumumkan pada Agustus 1938. Namun, karena persiapan administrasi pembuatan kartu dan model SIM membutuhkan waktu yang cukup lama, baru sekitar Juli 1939 para kusir di wilayah itu ramai-ramai mengajukan permohonan pembuatan SIM.
“Tidak hanya pengemudi yang tinggal di kota, tetapi juga mereka yang berasal dari luar kota, yang di yurisdiksinya tidak ada kesempatan untuk mendapatkan SIM,” tulis surat kabar tersebut.
Tak hanya wajib memiliki SIM, para kusir juga diminta memasang nomor kendaraan di kereta kuda mereka.
Surat kabar De Locomotief, 22 Oktober 1938 menyebutkan, pemberlakuan aturan wajib SIM bagi para kusir kereta kuda menjadi salah satu upaya untuk menertibkan lalu lintas di jalanan. “Memang fakta bahwa sebagian besar kusir tidak tahu aturan jalan raya, bahkan sering kali tidak tahu tentang menunggang kuda,” tulis surat kabar tersebut.
Oleh karena itu, selain mewajibkan para kusir mengikuti ujian pengetahuan tentang peraturan lalu lintas dan kemampuan mengemudi, kuda-kuda yang digunakan mereka juga menjalani pemeriksaan kesehatan.
Baca juga: Begitu Sulit Mendapatkan SIM
Pemeriksaan kesehatan juga diberlakukan bagi para kusir yang mengajukan permohonan pembuatan SIM. Tak jarang ada kusir yang gagal mendapatkan SIM karena tak lolos tes kesehatan. Mengutip surat kabar Bataviaasch Nieuwsblad, 20 Agustus 1938, pemeriksaan kesehatan tersebut meliputi berbagai aspek, seperti tes pendengaran, penglihatan, dan pemeriksaan kondisi fisik.
Selain gagal karena pemeriksaan fisik, para kusir kerap kali gagal mendapatkan SIM karena hasil ujiannya buruk. Pasalnya, sebagian besar dari mereka tak dapat membaca dan menulis. Sejumlah kursus pun dibuka untuk mengajarkan para kusir mengenai peraturan lalu lintas. Di Batavia, kursus yang kebanyakan diselenggarakan oleh pihak swasta itu, digelar pada malam hari dengan bayaran beberapa sen. Kursus-kursus untuk para kusir kian menjamur dan menjadi peluang usaha yang cukup menjanjikan.
Aturan wajib SIM tak hanya menyasar para kusir, tetapi juga tukang becak, yang dalam bahasa Belanda dikenal dengan sebutan fietstaxi. Dalam surat kabar De Locomotief, 15 Januari 1949 diberitakan, sejak 1 Januari 1949 semua pengemudi angkutan umum termasuk sado, delman, dokar, dan becak harus memiliki SIM sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Mengemudi dan Berkendaraan Kota Semarang Tahun 1939.
Baca juga: Mengayuh Sejarah Becak
Syarat yang harus dipenuhi oleh para pembuat SIM di antaranya berusia minimal 16 tahun dan sehat secara fisik. Selain itu, mereka juga harus melampirkan surat keterangan identitas dari asisten wedana saat akan mengajukan permohonan pembuatan SIM.
Setelah lolos pemeriksaan berkas administrasi, para kusir dan tukang becak kemudian mengikuti ujian pengetahuan tentang peraturan lalu lintas dan keterampilan mengemudi. Mereka yang berhasil lolos ujian itu berhak mendapatkan SIM yang memuat potret pemegangnya. Apabila gagal, mereka diizinkan mengikuti ujian kembali beberapa hari kemudian, biasanya dengan pengetahuan yang lebih baik. Ketidakmampuan membaca dan menulis tak jarang membuat para tukang becak gagal mendapatkan SIM. Oleh karena itu, dengan bantuan orang yang bisa membaca, mereka mempelajari dengan rajin peraturan lalu lintas.
Masa berlaku SIM tersebut selama lima tahun. Para kusir dan tukang becak yang belum memiliki SIM diberi tenggat waktu hingga sebelum 1 April 1949 untuk mengajukan permohonan pembuatan SIM. Sebab, sejak awal April 1949, pengemudi yang tak memiliki SIM dilarang mengemudikan kendaraannya di jalanan.
Sebagai upaya menertibkan lalu lintas, pihak kepolisian akan melakukan kontrol yang ketat terhadap para pengemudi kendaraan di jalanan. “Ujian menunjukkan bahwa mereka mengetahui peraturan lalu lintas, sekarang mereka juga harus menerapkannya,” tulis surat kabar tersebut.*
Tambahkan komentar
Belum ada komentar