Mula Istilah Kuda Gigit Besi
Kereta kuda menjadi alat transportasi andalan penduduk sebelum motor dan mobil hadir di Hindia Belanda. Melahirkan istilah kuda gigit besi yang populer hingga kini.
Zaman kuda gigit besi biasa disebutkan saat seseorang bicara mengenai kondisi kehidupan di masa lalu. Namun, tahukah Anda dari mana istilah ini bermula?
Istilah kuda gigit besi berkaitan dengan perkembangan alat transportasi di Hindia Belanda. Pada masa itu, kendaraan yang digunakan masyarakat mengandalkan kuda, seperti dokar dan dos a dos atau sado.
Dukut Imam Widodo dalam Sidoardjo Tempo Doeloe menyebut dokar yang memiliki nama asli dogcart merupakan kendaraan impor. Salah satu pengimpor dokar ke Hindia Belanda adalah Firma Bosch & Co. di Surabaya. Seiring berjalannya waktu, kendaraan ini mulai diproduksi di dalam negeri hingga muncul wagenmakerij atau pembuat dokar.
Baca juga: Angkutan Ribuan Tahun Lalu
Pada mulanya, kata Dukut, kuda penarik dokar bertubuh tegap dan gempal menyesuaikan ukuran dokar yang besar. Ukuran dokar kemudian lebih kecil, cukup menggunakan kuda Jawa yang kecil dan kurus tetapi lincah. “Sehingga kalau diajak blusukan ke desa-desa yang nylempit sekalipun ndak masalah,” sebutnya.
Selain dokar, alat transportasi lain yang populer adalah dos a dos atau sado. Menurut Abdul Hakim dalam Jakarta Tempo Doeloe, dos a dos berarti beradu punggung. Kendaraan berpenumpang empat orang ini terbagi menjadi dua bagian. Jok depan diduduki kusir dan seorang penumpang, sementara di bagian belakang ditempati dua penumpang. Posisi duduk penumpang saling membelakangi sehingga kendaraan itu disebut dos a dos atau sado.
Namun, tak sedikit penumpang yang merasa tak nyaman dengan posisi duduk saat menaiki sado. Para pembuat dokar dalam negeri juga menyadari cara duduk saling membelakangi kurang tepat. “Lantas mereka pun membuat inovasi bagaimana caranya agar penumpang bisa enjoy ketika naik kendaraan ini. Maka jadilah tempat duduk dokar seperti yang kita lihat sekarang ini,” tulis Dukut.
Masyarakat berkantong tebal memiliki kereta kuda sendiri sebagai alat transportasi, yaitu bendi. Kereta kuda ini biasanya hanya mengangkut dua penumpang menghadap ke depan.
Sarana transportasi lain yang digunakan masyarakat tempo dulu adalah kahar, kendaraan beroda dua yang ditarik seekor kuda. Abdul Hakim menyebut jumlah kuda yang menarik kahar dapat bertambah hingga empat ekor bila kereta melakukan perjalanan jauh seperti keluar kota.
Tak berbeda dengan kahar yang populer di Batavia, G.H. von Faber dalam Oud Soerabaia menyebut di Surabaya ada kereta beroda empat yang ditarik dua ekor kuda. Kereta kuda ini disewakan kepada penduduk, bahkan beberapa ada yang eksklusif seperti kereta bermerek Americana, Hand Chaise, Palanguin, dan Milord. Kuda yang menarik kereta ini merupakan kuda-kuda pilihan yang bertubuh tegap dan gempal.
Baca juga: Awal Mula Profesi Calo Angkot
Kereta kuda lain yang biasa disewakan adalah delman sepaket dengan kusir. Delman sewaan membuat kusir mendapat gaji bulanan sehingga tak perlu mencari penumpang harian untuk mendapatkan setoran.
Guna mengendalikan kuda yang menarik kereta, dimasukan besi melintang ke dalam mulut kuda, yang di dua ujungnya ditambatkan ke tali kendali. Hal itu dilakukan karena kereta kuda tak memiliki rem seperti motor atau mobil.
“Dengan cara itulah maka kusir dokar atau sais kuda bisa ngerem kuda,” tulis Dukut. Batang besi yang dimasukan ke dalam mulut kuda kemudian melahirkan istilah jaran nyokot wesi atau kuda gigit besi yang digunakan untuk menggambarkan keadaan zaman yang masih kuno.*
Tambahkan komentar
Belum ada komentar