Sudjojono Dipecat PKI
Selain pilihan politik yang berpindah, masalah percintaan juga bisa memisahkan partai dengan kader terbaiknya. Ini terjadi pada Sudjojono, seniman Lekra terkemuka dengan PKI.
Politisi PDI Perjuangan (PDIP) Budiman Sudjatmiko resmi dipecat oleh partainya. Surat pemecatan dikirim lewat kurir yang diterima oleh putri Budiman. Pemberhentian Budiman dari keanggotaan partai buntut dari deklarasi dukungannya kepada Prabowo Subianto sebagai calon presiden (capres) pada pemilu 2024 mendatang. PDIP diketahui telah menunjuk kadernya yang saat ini menjadi gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, sebagai capresnya.
“Saya cuma mau bilang bahwa saya sudah menerima suratnya dan terima kasih untuk semuanya," kata Budiman kepada wartawan, Jumat, 25 Agustus 2023 dilansir dari detik.com.
Surat pemecatan Budiman ditandatangani langsung oleh Ketua Umum PDIP Megawati Sukarno Putri dan Sekjen Hasto Kristiyanto. Meski mengaku legowo, dalam keterangannya kepada media, Budiman tidak menyembunyikan rasa kecewanya. “(Surat pemecatan) diterima oleh putri saya yang kebetulan waktu kecil dikasih nama oleh Ibu Megawati,” kata Budiman dikutip Kompas.com.
Baca juga: Hasto dan Budiman Punya Gen Samaritan
Bagi Budiman, akhir kiprahnya di PDIP saat ini hanya memungkasi salah satu episode kehidupannya dan memulai episode yang baru. Bagian dari perjalanannya sebagai manusia politik sejak remaja. Selah mendirikan Partai Rakyat Demokratik (PRD) dan dipenjara rezim Orde Baru, Budiman terdaftar sebagai kader PDIP sejak 2004. Selama di PDIP, Budiman pernah menjadi anggota DPR RI dua periode, 2009 dan 2014, dari daerah pemilihan Jawa Tengah VII (Kabupaten Banyumas dan Cilacap).
Disiplin partai yang berujung pemecatan lumrah dalam dinamika sebuah partai politik. Sebagaimana kasus Budiman, kebanyakan terjadi karena perbedaan pilihan politik yang tak sejalan lagi antara partai dengan kadernya. Sebagian lainnya menyangkut soal moral dan kesusilaan, semisal larangan melakukan poligami yang diterapkan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Pada pertengahan 1950, PKI tercatat melakukan pemecatan terhadap kadernya perkara urusan rumah tangga. Hal inilah yang terjadi pada Sindoedarsono Sudjojono, seniman Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat) –organ kebudayaan PKI– terkemuka. Sudjojono merupakan anggota DPR dari PKI daerah Jawa Tengah. Sumpahnya sebagai anggota DPR diambil pada 23 Maret 1956. Namun, pada 25 September 1958, Sudjojono dalam direktori Seperempat Abad Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, dinyatakan mengundurkan diri.
“Pelukis S. Sudjojono dipecat dari keanggotaannya di DPR. Sudjojono juga dituduh berselingkuh dengan wanita yang masih menjadi istri orang,” beber sastrawan Ajip Rosidi yang juga kawan Sudjojono dalam Mengenang Hidup Orang Lain: Sejumlah Obituari.
Pemecatan Sudjojono bermula dari hubungan percintaannya dengan penyanyi seriosa Rosalina Poppeck yang kemudian lebih dikenal dengan nama Rose Pandanwangi. Padahal, saat itu Sudjojono sudah terikat pernikahan dengan Mia Bustam. Pernikahan dengan Mia Bustam melahirkan delapan anak bagi Sudjojono. Sementara itu, Rose juga seorang ibu dari tiga orang anak hasil pernikahannya dengan suami pertama, Soemabrata.
Ketua Comite Centra (CC) PKI D.N. Aidit menyarankan agar Sudjojono menjalin hubungannya dengan Rose secara sembunyi-sembunyi. Hal itu dimaksudkan agar rumah tangga Sudjojono tidak berantakan. Dalam manuskrip otobiografinya yang diterbitkan dalam Cerita Tentang Saya dan Orang-orang Sekitar, Sudjojono menuturkan pada suatu pagi di Gedung CC PKI, Aidit menyingkap hubungannya dengan Rose dan berujar.
“Ini kan cuma macam air . . . saja, Mas Djon! (tanda titik di belakang kata air saya simpan buat saya saja, sebab terlalu dangkal,” ungkap Sudjojono.
Baca juga: Ketika Pelukis Sudjojono Angkat Senjata
Namun, saran Aidit tersebut membuat Sudjojono berang. Dengan kepala tegak sambil menatap Aidit lekat-lekat, Sudjojono berkata, “Tidak adakah rupanya dalam benak Das Kapital perkataan cinta?” Aidit menjawab, “Ada,” dengan mata tertunduk.
Sudjojono lebih memilih untuk tidak mengingkari cintanya kepada Rose. Dengan amarah menyala ia menyatakan resmi keluar dari partai, Lekra, dan parlemen. Keputusan Sudjojono menyebabkannya jadi santapan gunjingan di kalangan partai. Dalam struktur PKI memang terdapat Komisi Kontrol di bawah CC yang bertugas menerapkan disiplin partai.
“PKI yang tidak menduga Sudjojono akan berbuat sejauh itu merasa terpukul dan marah. Karena itu PKI menyebarkan berbagai fitnah di media massa, khususnya Harian Rakyat dan Bintang Timur, selain mengatakan Sudjojono dipecat dari partai,” ulas Sori Siregar dalam Kisah Mawar Pandanwangi.
Baca juga: Rose Pandanwangi Diva Seriosa Indonesia
Sudjojono akhirnya menikahi Rose pada 1959. Mereka diberkati di Gereja PNIEL, Jakarta Pusat. Sejak itu, melekatlah nama Rose Pandanwangi yang merupakan pemberian Sudjojono.
Menurut Ajip Rosidi, sejak menikahi Rose Pandanwangi, Sudjojono seakan-akan menarik diri dari lingkungan pergaulan kesenian. Setelah sempat berkutat dengan urusan politik dan partai, dia kembali memusatkan perhatian kepada kegiatan melukis bersama Rose. Mereka kemudian menetap di bilangan Pasar Minggu, Jakarta Selatan dan membentuk Rumah Sanggar Pandanwangi (kini menjadi S.Sudjojono Center). Selain itu, Sudjojono sama sekali tidak berusaha untuk mendapatkan rehabilitas dari partainya.
“Dia seperti benar-benar menyatakan selamat tinggal kepada dunia politik dan kehidupan partai. Juga pada ideologi yang menjadi dasar partai tersebut. Hal itu nampak dalam lukisan-lukisan yang dibuatnya setelah dipecat,” terang Ajip.
Baca juga: Kisah Bung Dullah dalam Lukisan Sudjojono
Pilihan Sudjojono memperjuangkan cintanya ternyata lebih langgeng daripada keberlangsungan PKI dalam panggung politik Indonesia. Setelah peristiwa G30S 1965, PKI digulung habis oleh militer karena dituding melakukan pemberontakan. PKI kemudian dibubarkan dan dinyatakan sebagai partai terlarang. Baik kader maupun simpatisan PKI menjadi target penumpasan tentara hingga diasingkan ke Pulau Buru. Aidit sendiri hilang tanpa jejak, diduga kuat dibunuh oleh tentara di Jawa Tengah.
Sudjojono wafat pada 25 Maret 1985. Dia dikenal atas gagasannya yang melahirkan konsep seni rupa Indonesia modern. Beberapa lukisan monumental karyanya mengambil tema-tema sejarah perjuangan kemerdekaan, antara lain: Kawan-Kawan Revolusi (1947) dan Mengungsi (1950). Ketika mendirikan Persatuan Ahli Gambar Indonesia (PERSAGI) pada 1950-an, Sudjojono banyak mengorbitkan pelukis-pelukis muda berbakat. Atas karya dan kontribusinya terhadap perkembangan seni rupa, Sudjojono diakui sebagai Bapak Seni Lukis Indonesia Modern.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar