Mula Bendera Indonesia Berkibar di Papua
Gara-gara perkara bendera, Papua hampir batal masuk ke dalam Republik Indonesia. Sang Saka Merah Putih akhirnya berkibar setelah melalui tawar menawar yang pelik.
Penyelesaian sengketa Papua (dulu Irian Barat) antara Indonesia dan Belanda hampir beres. Belanda bersedia menyerahkan Papua kepada Indonesia. Sebaliknya, pemerintah Indonesia berkenan penyerahan Papua melalui pemerintahan transisi bentukan PBB (UNTEA). Setelah memerintah di Papua, Indonesia berkomitmen menyelenggarakan referendum bagi rakyat Papua. Itulah hasil perundingan Middleburg yang berlangsung alot pada Juli 1962.
“Saya kembali ke Jakarta pada tanggal 31 Juli 1962, dan saya harap pada 10 Agustus 1962 sudah ada di Washington agar tanggal 14 Agustus 1962 perjanjian dapat ditandatangani,” tutur Soebandrio dalam Meluruskan Sejarah Perjuangan Irian Barat. Soebandrio saat itu menjabat sebagai menteri luar negeri merangkap ketua delegasi Indonesia.
Sehari sebelum penandatanganan Perjanjian New York, pada 14 Agustus 1962 terjadi krisis baru. Berpangkal dari seperti apa formula bendera yang berkibar di Papua. Perkara bendera ini menjadi krusial karena menandai kedaulatan suatu negara atau pemerintahan di wilayah tersebut.
Baca juga: Papua dan Ambisi Presiden Pertama
Untuk menengahi masalah ini, Sekjen PBB U Thant mengajukan formula 3-2-1. Dalam penjabarannya, setelah perjanjian penyerahan Papua ditandatangani, bendera Belanda, PBB, dan Indonesia berkibar bersamaan. Memasuki masa pemerintahan transisi, bendera PBB berdampingan dengan bendera Indonesia. Setelahnya barulah bendera Indonesia berkibar secara tunggal.
“Formula U Thant ini ditolak oleh Belanda,” jelas Soebandrio.
Belanda melalui anggota delegasinya CWA Schurmann menawarkan formula lain: 2-2-1. Ketika Papua diserahkan Belanda kepada PBB, maka yang berkibar adalah bendera Belanda dan PBB. Hal itu berlangsung sejak penandatanganan perjanjian hingga 31 Desember 1962. Pada masa pemerintahan transisi, bendera PBB berkibar bersama bendera Indonesia. Terhitung sejak 1 Januari 1963 sampai 1 Mei 1963. Bendera Indonesia berkibar sendiri setelah pemerintahan transisi berakhir
Formula yang ditawarkan Belanda itu ditolak mentah-mentah oleh delegasi Indonesia. Menurut Soebandrio, penolakan itu bersandar atas janji Presiden Sukarno yang menyatakan Papua akan masuk ke dalam Republik Indonesia sebelum ayam jantan berkokok pada 1963. Artinya sebelum tahun 1963, Papua harus sudah menjadi bagian kedaulatan Republik Indonesia.
Baca juga: Kemenangan yang Ternoda di Papua
Sementara itu, U Thant mendesak agar Indonesia sebaiknya menerima rumusan 2-2-1. Perdebatan berlangsung berlarut-larut, padahal keesokan hari perjanjian sudah harus ditandatangani. Situasi menjadi runyam karena Soebandrio mengancam akan meninggalkan sidang.
Soebandrio mengenang, Duta Besar van Rooijen selaku ketua delegasi Belanda memutuskan perundingan secara diam. Belanda menganggap serius keputusan Indonesia menolak formula bendera 2-2-1. Konsekuensi terburuknya, penandatanganan penyerahan Papua terancam gagal. Macetnya perundingan soal bendera ini bahkan sampai membuat Presiden AS John F. Kennedy hendak menghubungi Sukarno lewat saluran komunikasinya.
Soebandrio meminta pembicaraan Kennedy dan Sukarno ditunda. Sebagai juru runding Indonesia, Soebandrio merasa kehilangan muka bila tak mampu mengatasi persoalan tersebut. Kekacauan kecil itu, seperti diungkap R.Z. Lerissa, dkk. dalam Sejarah Proses Integrasi Irian Jaya, turut disebabkan oleh kurang lancarnya sistem perhubungan di kantor kedutaan Indonesia. Seperti diakui Soebandrio juga, hubungan Washington—Jakarta melalui telepon dan kawat telegram sangat sulit. Karena itu, Soebandrio sampai minta izin ke kantor Departemen Luar Negeri Amerika Serikat untuk menggunakan fasilitas komunikasi mereka. Dari koneksi itulah Soebandrio baru bisa melaporkan hasil perundingan ke Kedutaan Besar Amerika di Jakarta yang diteruskan kepada Presiden Sukarno.
Baca juga: Howard Jones, Duta Besar AS Karib Sukarno
“Pada sekitar pukul 22.00, U Thant mengumumkan kepada kedua delegasi bahwa ia telah menerima telegram dari Presiden Sukarno yang menyatakan kesediaan untuk menerima rumusan 2-2 itu dengan syarat, kalau beberapa jam sebelum pukul 24.00, 1 Januari 1963, bendera Indonesia sudah boleh dikibarkan disamping bendera PBB,” tulis Leirissa, dkk.
Pada 15 Agustus 1962, Perjanjian New York yang mengatur penyerahan Papua dari Belanda kepada Indonesia ditandatangani pada pukul 18.00 waktu New York. Itu berarti pukul 04.30 pagi Waktu Indonesia Barat. Presiden Sukarno menerima berita penandatanganan perjanjian itu dari Duta Besar Amerika Howard Palfrey Jones.
Dalam memoarnya Indonesia: The Possible Dreams, Jones menuturkan peristiwa penting itu. Jones mengantarkan kabar tersebut sekira pukul 06.30 pagi. Itu adalah waktu rutin Presiden Sukarno minum-minum kopi sambil sarapan di beranda Istana Merdeka. Sambil menyeruput hangatnya kopi pada pagi itu, Jones berujar kepada Sukarno.
“Tuan Presiden, revolusi Anda telah selesai. Dokumen-dokumen penyerahan telah ditandatangani di New York,” kenang Jones.
Sesuai dengan kesepakatan, bendera Indonesia sudah boleh berkibar di bumi Papua akhir tahun 1962, tepat sebelum fajar menyingsing memasuki tahun 1963. Bung Karno menggenapi janjinya. Dan Papua tetap menjadi bagian dari Republik Indonesia sampai saat ini.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar