Misteri Kematian Kahar Muzakkar
Di tepi Sungai Lasolo lima butir peluru prajurit Siliwangi menghabisi riwayatnya. Namun banyak orang meyakini pasukan pemerintah sebenarnya tak pernah berhasil mendapatkan Kahar Muzakkar.
Jakarta, pertengahan 1980-an. Malam sebentar lagi akan mencapai puncaknya, saat telepon berdering di rumah Anhar Gonggong. Begitu diangkat, seseorang di seberang telepon meminta bicara langsung dengan sejarawan ternama itu. Dialek Bugis sangat kental terasa dalam nada bicaranya.
“Andi Anhar?”
“Ya saya sendiri,” jawab Anhar.
“Kau mau bertemu dengan Pak Kahar Muzakkar?”
“Buat apa? Dia sudah meninggal,”
Tut tut tut. Tetiba telepon pun terputus.
Bagi Anhar Gonggong, wajar jika masih ada orang-orang yang meyakini Kahar Muzakkar masih hidup. Sebagai tokoh kharismatik dan berpengaruh di wilayah Sulawesi, tak sedikit para pengagumnya yang “tetap menginginkannya” hidup.
“Padahal saya meneliti kehidupan Kahar itu cukup lama sekali dan semua orang yang saya wawancarai termasuk keluarganya sudah meyakini bahwa Kahar Muzakkar sudah meninggal,” ujar Anhar.
Baca juga: Beberapa Kesaksian Tentang Kahar Muzakkar
Anhar benar. Sejarah Indonesia hingga kini memang menuliskan bahwa Kahar Muzakkar sudah tamat hidupnya sejak 2 Februari 1965. Saat itu Peleton I Kompi D Yon 330/Kujang I pimpinan Peltu Umar Sumarsana berhasil mengidentifikasi posisi persembunyian pasukan DI/TII pimpinan Kahar di tepi Sungai Lasolo, Sulawesi Tenggara.
Kehadiran Kahar dipastikan, dengan terdengarnya alunan lagu pop Malaysia “Terkenang Masa Nan Lalu” dari sebuah radio transistor di salah satu dari 8 gubuk milik pemberontak yang berada tepat dekat sungai.
“Sebelum peleton berangkat, memang telah diberi penjelasan bahwa satu-satunya radio yang ada di hutan itu adalah milik Kahar Muzakkar,” ungkap buku Siliwangi dari Masa ke Masa Edisi ke-3 karya Dinas Sejarah Kodam Siliwangi.
Saat penyerbuan dadakan, Kahar sendiri muncul dari gubuk no.5 untuk melarikan diri. Menyaksikan itu, Kopral Dua Ili Sadeli yang tadinya akan meringkus hidup-hidup Kahar, akhirnya membatalkan niatnya saat melihat buruannya itu tengah menggenggam sebuah granat tangan.
“Tanpa mau ambil resiko, Kopda Ili langsung melepaskan tembakan-tembakan ke arah dada Kahar Muzakkar hingga menyebabkannya tewas seketika,” demikian menurut Siliwangi dari Masa ke Masa.
Jasad Kahar kemudian dibawa ke Makassar. Beraneka macam respon dari masyarakat Sulawesi Selatan termasuk yang tidak mempercayai bahwa jasad yang berpetimati itu adalah Kahar Muzakkar.
Menurut sejarawan Universitas Hassanuddin, A.Suriadi Mappangara, ketidakyakinan itu sejatinya wajar-wajar saja. Beberapa waktu sebelum Insiden Sungai Lasolo, Kahar pernah menyampaikan pesan kepada orang-orang terdekatnya bahwa dia akan pergi jauh.
“Jadi dia pernah bilang: jangan cari saya…” ujar Mappangara.
Hingga kini, kata Mappangara, masih banyak orang Sulawesi Selatan yang tak meyakini bahwa orang yang ditembak Kopda Ili di tepi Sungai Lasolo itu adalah Kahar Muzakkar. Salah satu sebabnya: ketidakjelasan makam Kahar hingga kini.
Baca juga: Pemberontakan Kahar Muzakkar
“Orang-orang bertanya-tanya jika memang dia sudah meninggal di mana makamnya. Terlebih beberapa waktu lalu pernah beredar isu bahwa Kahar masih hidup dan kini tinggal di Filipina Selatan,” kata Mappangara.
Tentu saja pihak Kodam Siliwangi sangat menyangkal anggapan itu. Kopda Ili Sadeli sendiri meyakini bahwa orang yang ditembaknya adalah Kahar setelah mengaku telah puluhan kali meneliti foto Kahar yang dibekalkan oleh atasannya kepada setiap anggota Peleton I.
“Saya sependapat dengan Pak Ili, kepada saya, Ibu Corrie Von Stenus juga mengakui bahwa yang tertembak di Sungai Lasolo itu ya suaminya,” ungkap Anhar Gonggong.
Baca juga: Operasi Penyelamatan Seorang Pastor dari Kahar Muzakkar
Kematian Kahar sempat menjadi berita yang mengegerkan di jagad media Indonesia. TVRI yang saat itu mengirimkan Hendro Subroto, salah satu watawan perang andalannya, menyiarkan secara eksklusif proses evakuasi jasad Kahar dari tepi Sungai Lasolo ke Makassar. Termasuk penayangan secara dekat jasad Kahar Muzakkar.
Dalam memoir-nya, Perjalanan Seorang Wartawan Perang, Hendro Subroto pernah mendapat cerita langsung dari Brigjen. M. Yusuf. Ketika Panglima Operasi Kilat itu menyampaikan laporan kepada Presiden Sukarno di Istana Merdeka, Si Bung Besar yang pernah dekat secara pribadi dengan Kahar, menyatakan tak ragu lagi bahwa orang yang ditembak Siliwangi itu adalah Kahar Muzakkar.
“Ya tak salah lagi. Saya tahu pasti, itu Kahar. Saya melihat jenazahnya di siaran TVRI,” ujar Sukarno.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar