Sudharto Sudiono, Tentara yang Bergiat dalam Tinju
Masa mudanya dilalui dalam Perang Dunia II dan revolusi kemerdekaan. Setelahnya ia bergiat dalam olahraga tinju.
Perang Dunia II membawa Sudharto Sudiono berkelana. Pada 1942, anak dari kepala bagian kementerian hukum kolonial di Batavia ini, terdampar di Australia bersama ribuan serdadu KNIL (Koninklijke Nederlands Indisch Leger atau Tentara Kerajaan Hindia Belanda). Kala itu, Hindia Belanda telah diduduki tentara Jepang.
Sudharto Sudiono, menurut Hilderia Sitanggang dalam Sudharto Sudiono: Hasil Karya dan Pengabdiannya, kemudian berpangkat sersan dan pernah ditempatkan di Timur Tengah dan Afrika Utara.
Sementara itu, Harsya W. Bachtiar dalam Siapa Dia Perwira Tinggi Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat menyebut Sudharto pernah menjadi perwira (rendahan) tentara New Zealand dalam Perang Dunia II.
Sebelumnya, seperti disebut Hilderia, Sudharto mendapatkan lagi latihan infanteri (prajurit pejalan kaki) dan latihan perang hutan di Australia. Di masa itu, sebagai jebolan sekolah Hogare Burger School (HBS), ia layak dapat pangkat sersan dalam pasukan Sekutu.
Baca juga: Chris John Antara Tinju dan Wushu
Setelah Perang Dunia II berakhir, Sudharto kembali ke Indonesia. Ia memilih bergabung dengan tentara Republik Indonesia, meski kesejahteraannya kalah dengan KNIL.
“Dengan tujuan yang mulia ini oleh pemerintah Indonesia pada awal 1946 ia diterima dan langsung menjabat sebagai kepala bagian pendidikan organisasi, merangkap guru dalam Kementerian Pertahanan Republik Indonesia di Malang, dari pangkat sersan dinaikkan menjadi kapten,” catat Hilderia. Sayangnya, perjuangannya terjegal karena pada akhir 1948 ia tertangkap tentara Belanda di Lapangan Udara Maguwo dan dipenjara di Nusa Kambangan.
Sudharto dibebaskan setelah tahun 1949. Ia melanjutkan kariernya di TNI dan pernah menjadi kepala staf gabungan militer Jakarta Raya merangkap hakim perwira tahun 1950-an. Karier militernya dalam Corps Polisi MIliter (CPM) mencapai pangkat brigadir jenderal.
Sudharto Sudiono yang lahir pada 31 Oktober 1921 dikenal sebagai tokoh olahraga tinju. Ia mengenal tinju sejak bocah ketika masih zaman Hindia Belanda. Pada masa itu, tinju berkaitan dengan militer.
“Pada zaman penjajahan, orang-orang Belanda memperkenalkan tinju di Indonesia terutama melalui KNIL di kalangan mana olahraga ini merupakan olahraga wajib,” catat Hilderia. Tinju sendiri pada dasarnya olahraga yang cukup tua di dunia. Sekitar tahun 450 SM, bangsa Yunani punya petinju terkenalnya, Theagenes dari Taos, juara Olimpiade kuno.
Pada 1930-an, tinju sudah dikenal masyarakat perkotaan di Hindia Belanda. Andi Mattalatta, yang masih sekolah di MOSVIA Makassar, sudah senang tinju selain atletik dan renang. Pada masa itu, salah satu petinju terkenal adalah Kid Usman dari Batavia.
Baca juga: Tinju Kiri Muhammad Ali di Jakarta
Andi Mattalata dalam Meniti Siri dan Harga Diri: Catatan dan Kenangan mengaku telah memukul KO Kid Usman pada 1938. Kala itu, Andi Mattalata tergolong kelas bulu (55 kg) dan Kid Usman (60 kg). Secara usia, Kid Usman lebih tua dan Andi Mattalatta baru sekitar 18 tahun.
Setelah tahun 1950, pertandingan tinju sering diadakan promotor-promotor Indonesia. Hilderia mencatat, peminat tinju cukup besar karena promotor menggembar-gemborkan pertandingan yang diaturnya sebagai pertandingan tinju terbesar. Namun, faktanya tidak demikian. Frans Mendur menyebut permainan promotor untuk menjaring penonton itu sebagai “permainan sabun”. Karenanya banyak penonton kecewa pada kebanyakan promotor.
Tinju awalnya dibina oleh Persatuan Tinju dan Gulat (Pertigu) sejak 1954 dengan dukungan Kepolisian Negara. Namun, pada permulaan tahun 1958 ketua Pertigu mendesak kepada Wim Latumenten, Sekretaris Jenderal Komite Olimpiade Indonesia, agar Pertigu dipisah baik nama organisasi maupun pengurusnya. Sehingga terdapat pemisahan antara amatir dan profesional, sekaligus hakikat kedua organisasi itu dalam satu wadah.
Baca juga: Sengkarut Tinju Pro
“Maka pada tahun 1959 atas prakarsa Letkol CPM Sudharto Sudiono dengan kawan-kawan didirikanlah Pertina (Persatuan Tinju Nasional). Sebagai ketua Pertina pertama ditunjuk Kom. Pol. Kaboel Hadijanto,” catat Hilderia. Namun, pada Kongres Makassar 1960, Sudharto terpilih sebagai ketua Pengurus Besar Pertina.
Seperti organisasi olahraga lain di Indonesia, Pertina juga menjalin hubungan dengan organisasi tinju dunia. Dunia tinju Indonesia makin meriah pada 1980-an. Televisi Republik Indonesia (TVRI) berperan dalam menayangkan pertandingan-pertandingan tinju. Pada masa itu, petinju Indonesia yang terkenal adalah Thomas Americo dan Elias Pical.
Dalam karier militer, Sudharto sempat menjadi komandan United Nations Observation Group Command di Beirut, Lebanon, dan atase militer pada Kedutaan Besar Republik Indonesia di Australia dan New Zealand. Jabatan terakhirnya sebelum meninggal pada 4 Juli 1972 adalah Komandan Divisi Taruna Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Akabri).*
Tambahkan komentar
Belum ada komentar