Junus Samosir, D.I. Panjaitan, dan G30S
Pagi mencekam di kediaman Jenderal Pandjaitan dari sudut pandang sahabatnya. Peristiwa yang menyisakan pergumulan batin.�
Sekali waktu, Kolonel Junus Samosir bertandang ke kediaman sahabatnya Brigjen Donald Isaac Pandjaitan di Jalan Hasanuddin, Kebayoran, Jakarta Selatan. Di dalam kamarnya, Pandjaitan memperlihatkan sebuah senapan kepada Junus Samosir. Keduanya memang sahabat seperjuangan sedari lama.
“Lihat Lae (ipar), ini senjata untuk berjaga-jaga. Lae juga bikin seperti ini di rumah, apalagi kamu intel,” kata Pandjaitan kepada Junus Samosir seperti terkisah dalam biografi Keteladanan Mayor Jenderal TNI (Purn) Junus Samosir dan Landasan Moral Pembangunan yang ditulis Payaman Simanjuntak.
Waktu itu, bulan September tahun 1965, beberapa hari menjelang peristiwa Gerakan 30 September (G30S). Junus Samosir adalah Wakil Asisten (Waas) I/Intelijen Menpangad. Dalam jajaran SUAD I, Samosir merupakan orang nomor dua setelah Asisten I/Intelijen Menpangad Mayjen S. Parman. Sementara itu, Pandjaitan menjabat Asisten IV/Logistik Menpangad.
Baca juga: D.I. Pandjaitan, Balada Jenderal Pendeta
Pandjaitan dan Junus Samosir sejatinya sudah berkawan sejak kecil di Tapanuli. Waktu zaman Perang Kemerdekaan mereka sama-sama berjuang sebagai prajurit TNI. Persahabatan ini kian erat lewat pertalian keluarga setelah Junus mengambil Pinatua br. Pandjaitan sebagai istrinya. Dalam adat Batak, Junus Samosir harus menjunjung Pandjaitan yang menjadi hula-hula atau keluarga dari pihak istrinya.
Selain dekat secara pribadi, kediaman antara Panjaitan dan Samosir juga saling berdekatan. Mereka sama-sama tinggal di bilangan Kebayoran. Pandjaitan di Jalan Hasanuddin sedangkan Samosir di Jalan Hang Tuah. Itulah sebabnya ketika rumahnya didatangi sekelompok tentara tidak dikenal pada subuh 1 Oktober 1965, Pandjaitan sempat menyuruh putri sulungnya Katherin untuk menghubungi Oom Samosir. Adegan Katherin menghubungi Junus Samosir via telepon tercuplik pula dalam film Pengkhianatan G30S PKI.
“Katherin tidak bingung dan ketakutan. la menuju pesawat telepon, menghubungi Kolonel Junus Samosir, Wakil Asisten I Menteri Panglima Angkatan Darat. Jawaban yang diterima mengatakan, penerima telepon itu Tante Samosir,” tutur istri Pandjaitan, Mariekke br. Tambunan, dalam D.I. Pandjaitan Gugur dalam Seragam Kebesaran.
Baca juga: Pagi Mencekam di Kediaman D.I. Pandjaitan
Dering telepon pada pagi itu mengagetkan Junus Samosir. Setelah menerima pesan tentang apa yang terjadi di kediaman Pandjaitan, dia bergegas menuju Jalan Hasanuddin. Ditemani istri dan adik iparnya, Natigor Panjaitan, Junus Samosir merasakan situasi mencekam setibanya di sekitar kediaman Pandjaitan. Di depan rumah tampak darah segar bercampur serpihan daging berwarna putih. Pemandangan itu membuat istri Junus Samosir hampir tak kuasa melangkah. Rasa ngeri, sedih, dan emosi campur jadi satu.
“Dengan memaksa diri saya mengikuti suami saya berlari mencari Ny. D.I. Pandjaitan yang ada di lantai atas. Kami berangkulan, juga dengan anak-anak, lalu kami berdoa bersama-sama dipimpin oleh Bapak Samosir,” kenang Pinatua Samosir br Panjaitan seperti dikutip Payaman Simanjuntak.
Dari keterangan sang istri, Pandjaitan berupaya melindungi diri dengan senapan yang sudah disiapkannya di dalam kamar jauh-jauh hari. Namun, saat hendak ditembakkan, senapan laras panjang itu tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Setelah diperiksa ternyata pelatuknya dipasang terbalik sehingga gagal meletus.
Baca juga: Keluarga KS Tubun Setelah G30S
Junus Samosir semula menyangka rumah keluarga sahabatnya itu telah digarong rampok. Namun, dugaan itu salah belaka setelah polisi mengabarkan kejadian yang sama juga terjadi di kediaman Waperdam II Johannes Leimena. Belakangan diketahui pasukan G30S yang hendak menjemput Jenderal Nasution nyasar ke kediaman Leimena. Brigadir Karel Sadsuitubun, polisi yang bertugas menjaga kediaman Leimena, ditembak mati karena melawan. Sementara itu, anak-anak Pandjaitan menyaksikan ayah mereka dijemput paksa oleh gerombolan tentara berseragam hijau dan bersenjata.
“Pasukan yang ditugaskan untuk menculik Brigjen D.I. Pandjaitan di bawah pimpinan Serma Sukarjo dari Yon 454/Diponegoro dengan kekuatan 1 (satu) Ton Minus,” catat Mardanas Safwan dalam Major Jenderal Anumerta D.I. Pandjaitan.
Setelah lewat subuh, banyak orang mulai berdatangan ke kediaman Pandjaitan. Junus Samosir sempat bersua dengan Letkol Herman Sarens Sudiro, perwira bantu (paban) SUAD II yang berpatroli dengan panser begitu mengetahui ada insiden di kediaman Pandjaitan. Dari kediaman Pandjaitan, Junus Samosir kemudian pamit menuju ke rumah atasannya Mayjen S. Parman dan Menpangad Letjen Ahmad Yani untuk melapor. Siapa nyana, keduanya juga bernasib sama seperti Pandjaitan.
Baca juga: Jenderal Yani dan Para Asistennya
Pada hari-hari berikutnya, Junus Samosir menggabungkan diri ke Kostrad. Panglima Kostrad Mayjen Soeharto saat itu mengambil alih pimpinan Angkatan Darat. Pada 3 Oktober 1965, jenazah para jenderal Angkatan Darat yang diculik G30S ditemukan dalam sumur di kawasan Lubang Buaya, Jakarta Timur. Junus Samosir turut menyaksikan proses penggalian hingga pemakaman di Taman Makam Pahlawan Kalibata.
Namun, peristiwa G30S menyisakan pergumulan batin bagi Junus Samosir. Mulai dari peran intelijen SUAD I yang disorot tajam karena dianggap kurang tanggap dalam mengantisipasi G30S. Pribadi Junus bahkan turut menjadi sasaran gunjingan dari seorang perwira tinggi Angkatan Darat.
“Suatu masalah yang sangat memilukan hatinya dan beban hatinya adalah tuduhan yang menekan jiwanya dari seorang perwira tinggi yang dikenalnya sangat dekat dalam pimpinan TNI-AD,” sebut Payaman.
Baca juga: Ketulusan Hati Johannes Leimena
Pada 4 Oktober 1965, Junus Samosir secara resmi menjadi pengganti sementara Asisten I/Menpangad. Tapi, kesalahan yang dialamatkan pada SUAD I dan juga dirinya dari pihak tertentu semakin membuat Junus tertekan. Hanya dua pekan Junus bertahan di SUAD I. Setelahnya, Junus dipindahkan ke Seskoad sebagai pengajar. Posisi Asisten I/Menpangad kemudian ditempati oleh Kolonel Charis Suhud.
Memasuki 1970, Junus Samosir ditarik bertugas kembali ke bidang intelijen. Dia ditunjuk sebagai Deputi Kepala BAKIN (kini BIN). Di BAKIN pula Junus Samosir mengakhiri karier militernya dengan pangkat terakhir mayor jenderal.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar