Dari Angkatan Laut ke Pulau Buru
Abdulrachman Atmosudirdjo sempat terlibat operasi gabungan tentara Sekutu melawan Jepang. Ia kemudian menjadi tahanan politik Orde Baru di Pulu Buru.
Dulu waktu Perang Dunia II, tingkat stres anggota militer Sekutu sangat tinggi. Dari golongan perwira sampai tamtama, ada yang rela melepas pangkat untuk antri di rumah bordil. Pekerja seks komersial (PSK) di sebuah rumah bordil di Sidney, Australia, pernah mendapat begitu banyak tamu bahkan ada kalanya nyaris tanpa jeda.
“Saking capeknya, PSK-PSK itu dengan hanya memakai bikini saja bilang next (berikutnya) sambil menunjuk kamar mana yang harus dipakai,” kata Abdulrachman Atmosudirdjo, tahanan politik (tapol) Pulau Buru menceritakan pengalaman masa mudanya kepada kawan-kawan sesama tapol.
Kisah itu diceritakan Tedjabayu, tapol Pulau Buru, dalam memoarnya, Mutiara dari Padang Ilalang.
Siapakah Abdulrachman Atmosudirdjo?
Setelah lulus sekolah menengah Hogare Burger School, Abdulrachman belajar di sekolah pelayaran kemudian menjadi perwira kapal. Sejak 1941, ia bekerja dalam dinas pelayaran sipil pemerintah Belanda yang disebut Government Marine.
Baca juga: Ratna di Pulau Buru
Selama Perang Dunia II, Abdulrachman berada di Ceylon (Srilanka) dan Australia. Ia bergabung dalam Angkatan Laut Kerajaan Belanda dengan pangkat Luitenant der zee tweede klasse (Letnan Laut Kelas II).
Tedjabayu mencatat, Abdulrachman mengaku pernah terlibat dalam operasi gabungan tentara Sekutu melawan Jepang di Kepulauan Solomon, Front Pasifik. Selanjutnya, setelah merebut Kepulauan Solomon, ia diperintahkan kembali ke Indonesia lewat pantai Bali.
“Ternyata, entah bagaimana, rencana itu bocor. Yang menerima ia bukannya orang-orang pro-Sekutu, tetapi justru para partisan Bali yang kiri! Jadilah bangsawan Madura itu diracuni dan pindah kelas menjadi merah jambu,” kata Tedjabayu.
Sebagai orang Indonesia yang dibawa oleh Belanda, Abdulrachman termasuk yang digunakan sebagai intel. Di Australia, sebut koran Het Dagblad, 18 Juni 1949, Abdulrachman diperbantukan di badan intel Belanda yang hendak merebut kembali Hindia Belanda, Netherlands East Indies Forces Intelligence Service (NEFIS).
Abdulrachman juga terkait dengan bekas Ketua PKI Sardjono yang berada di Australia. Harry A. Poeze dalam PKI Sibar: Persekutuan Aneh Antara Pemerintah Belanda dan Orang Komunis di Australia 1943-1945 mencatat, mereka berdua aktif dalam organisasi Sinar Baroe (Sibar). Abdulrachman sendiri dianggap PKI Sibar. Bahkan ia disebut pula sebagai mantu dari Sardjono.
Setelah Indonesia merdeka, Letnan Abdulrachman melakukan desersi dari Angkatan Laut Belanda bergabung ke pihak Republik Indonesia. Ia kemudian ditangkap militer Belanda. Koran Het Vrije Volk, 21 Juni 1949 memberitakan, ia diadili dan dipenjara sembilan bulan lalu dipecat dari Angkatan Laut Belanda karena desersi pada akhir tahun 1945.
Baca juga: Bambang Soepeno, Penyusun Sapta Marga TNI Ditahan Orde Baru
Ketika bergabung dengan Republik Indonesia, Abdulrachman pernah menjadi kepala intelijen dalam organisasi Kementerian Pertahanan Bagian V (KP-V) yang dibentuk Perdana Menteri/Menteri Pertahanan Amir Sjarifuddin. Karena dianggap sebagai orang kiri, setelah Peristiwa Madiun 1948, ia ditahan pihak Republik Indonesia lalu ditahan tentara Belanda.
“Semenjak 1957 (saya) di Kementerian Pelayaran (Kementerian Perhubungan Jawatan Pelayaran) selaku Sekretaris Kementerian. Kemudian berturut-turut Kepala Biro Materiil, terakhir penghubung DPR/MPRS,” kata Abdulrachman dalam mejalah Tempo, 28 Januari 1978.
Menjelang peristiwa Gerakan 30 September 1965, Abdulrachman sempat menjadi Asisten Menteri Perhubungan Laut dan Asisten Khusus Menteri Koordinator (Menko) Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Posisi menteri dijabat orang dekat Presiden Sukarno, yaitu dr. Soeharto.
Setelah G30S, Abdulrachman termasuk tapol yang ditempatkan di Pulau Buru dan baru bebas pada akhir tahun 1977.*
Tambahkan komentar
Belum ada komentar