Bekas Anak Buah Andi Azis
Begitu datang ke Jawa Tengah, bekas anak buah Andi Azis ikut operasi berbahaya. Mereka terkait dengan sejarah Banteng Raiders.
SEBUAH kapal merapat di Pelabuhan Semarang pada awal Mei 1950. Tak lama berselang, sepasukan tentara turun dari kapal. Mereka tidak membawa senjata. Selain orang-orang Ambon, mereka ada yang orang Manado, Timor, dan juga Jawa. Mereka bekas KNIL. Sebelumnya mereka terlibat dalam Pemberontakan Andi Azis (5 April 1950) di Makassar.
Koran De Locomotief, 31 Mei 1950 menyebut di dalam rombongan pasukan dari Makassar itu terdapat dua kawan lama Panglima Tentara dan Teritorium III Jawa Tengah (Diponegoro) Kolonel Gatot Subroto. Maklum, antara tahun 1928 hingga 1942 Gatot adalah sersan KNIL.
Kolonel Gatot pun menemui mereka. Ia berusaha memastikan agar pasukan yang baru datang itu tidak dianggap penjahat perang.
“Mereka hanya ditipu oleh pemimpin mereka,” kata Gatot Subroto seperti diberitakan De Vrije Pers dan Java Bode (3 Juni 1950).
Baca juga: Gatot Subroto Bercanda Rambut Bawah
Gatot berpesan kepada masyarakat agar tidak menganggap tentara yang baru datang ini sebagai penjahat. Pasukan itu pun tidak ditahan seperti orang bersalah. Mereka dibiarkan berpesiar di Semarang.
Bekas pasukan Andi Azis itu lalu menjalani latihan lagi di Magelang. Setelah latihan, mereka dikirim melawan bekas laskar Angkatan Oemat Islam (AOI) yang dipimpin Kiai Somalangu di daerah Kebumen. Bertempur di bawah pimpinan Letnan Kolonel Ahmad Yani, mereka ikut dalam patroli bren carrier.
Dalam Kesetiaan Pahlawan Revolusi Kepada Revolusi, Suhardiman menyebut dalam perjalanan itu seorang pembantu letnan dari bekas kompi Andi Azis tampak waspada dalam patroli.
Baca juga: Agar Sulawesi Tetap Indonesia
Cara bertempur bekas pasukan Andi Azis yang dilatih secara khusus di Magelang itu tentu mampu memberi hantaman kepada para pemberontak. Sedikit banyak ini mempengaruhi Yani. Maka ketika kemudian menghadapi Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII), Yani juga meningkatkan kualitas pasukan tempurnya.
Pada awal 1950-an itulah Yani merancang sebuah pasukan tempur khusus. Mula-mula dua kompi dilatih Yani di Batle Training Center di Purworejo. Satu kompi dipimpin Kapten Jasir Hadibroto dan kompi lainnya di bawah Kapten Pudjadi. Pasukan yang dilatih itu berisi prajurit pilihan dari batalyon yang dimiliki Diponegoro.
Baca juga: Ahmad Yani dalam Seragam PETA
Setelah pertengahan 1952 dilatih, pada akhir tahun pasukan yang diberi nama Banteng Raider (BR) itu sudah memperlihatkan taringnya. Koran De Locomotief, 07 November 1952, dan De Vrije Pers, 8 November 1952, memberitakan kegemilangan BR di Tanjung, Brebes. BR melumpuhkan sekitar 85 lawannya dalam pertempuran melawan 200 anggota DI di sana. Sebaliknya, tak ada korban berarti dari pihak BR.
Jumlah pasukan BR terus bertambah seiring perjalanan waktu, bahkan kemudian jumlahnya lebih dari dua batalyon. Satu yang terkenal adalah Batalyon Infanteri 454 yang kini jadi Batalyon Infanteri Lintas Udara 400, bermarkas di Srondol, Semarang.
Akhir tahun 1963, seperti dicatat Ken Conboy dalam Kopassus: Inside Indonesia's Special Forces, ketika Yani sudah menjadi Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD), dua batalyon BR dijadikan batalion para-komando di bawah RPKAD (Resimen Para Komando Angkatan Darat, kini Kopassus).*
Tambahkan komentar
Belum ada komentar