Ajudan bukan Ajudan Pribadi
Ajudan dalam militer merupakan pangkat di atas sersan mayor. Jenjang ini berkembang menjadi pelda dan peltu.
MUHAMMAD Akbar Pera Baharudin ditangkap polisi karena kasus penipuan. Ia dikenal sebagai selebgram ajudan pribadi. Kini, ajudan hanya nama jabatan, biasanya di pemerintahan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, ajudan adalah perwira yang diperbantukan kepada raja, presiden, atau perwira tinggi, biasanya diberi tugas mengurus segala keperluan yang berhubungan dengan pekerjaannya.
Di dalam militer, ajudan jenderal atau presiden pangkatnya macam-macam. Dulu, Presiden Sukarno punya ajudan Mayor Mohamad Sabur (belakangan brigadir jenderal) dan Kolonel Bambang Widjanarko. Jenderal TNI A.H. Nasution pernah punya ajudan Letnan Satu Pierre Andreas Tendean.
Baca juga: Sukarno Marah Ajudan Salah Cerita Sejarah
Pada zaman kolonial Belanda, ajudan tidak hanya istilah resmi untuk petugas yang mengurusi keperluan seorang pejabat, tapi juga pangkat dalam militer seperti adjudant onderofficier KNIL (Koninklijk Nederlandsch Indisch Lager).
Adjudant merupakan pangkat tertinggi dalam jajaran bintara KNIL. Orang dengan pangkat ini biasanya bintara yang sangat senior. Empat tahun sekali seorang serdadu KNIL belum tentu naik pangkat, tapi lama dinas mempengaruhi besaran gaji mereka.
Di antara ajudan KNIL yang terkenal dari kalangan orang Indonesia adalah Otto Bojoh (1920–2004) dan Sopomena. Otto Bojoh kemudian masuk TNI dan pensiun dengan pangkat letnan kolonel. Sebaliknya Sopomena menjadi kolonel Angkatan Perang Republik Maluku Selatan (RMS) yang tertangkap TNI pada awal 1960-an.
Baca juga: Ajudan Disangka Komandan
Dalam ketentaraan Indonesia, Angkatan Laut sebelum 1973 sempat memakai istilah ajudan untuk pangkat di atas sersan mayor dan di atas letnan muda laut. Angkatan Udara pada awal kemerdekaan memakai istilah opsir muda udara III untuk pangkat setara ajudan di Angkatan Laut. Sementara Angkatan Darat sudah memakai istilah pembantu letnan sebelum 1957.
Setelah tahun 1957, dalam Angkatan Darat, di atas sersan mayor terdapat pembantu letnan dua (pelda), di atasnya pembantu letnan satu (peltu), dan di atasnya lagi letnan dua (letda). Pelda terkenal adalah Pelda Djahurup yang memimpin penjemputan Jenderal TNI A.H. Nasution dalam peristiwa Gerakan 30 September 1965, tapi yang dibawanya adalah Letnan Satu Pierre Tendean.
Baca juga: Kisah Pierre Tendean Si Ajudan Tampan
Pelda terkenal yang lain adalah Pelda Sudjono. Ia terbunuh dalam peristiwa Bandar Betsy tahun 1965 yang dianggap aksi sepihak Partai Komunis Indonesia (PKI). Pangkatnya lalu naik jadi letda. Sementara di jajaran perwira tinggi Angkatan Laut memakai laksamana, Angkatan Udara memakai marsekal, dan Angkatan Darat memakai jenderal.
Perubahan terjadi lagi pada 1973. Kali ini jenjang kepangkatan di semua matra ABRI nyaris sama istilahnya, kecuali untuk penyebutan perwira tinggi dan prajurit bawahan. Misalnya, bhayangkara untuk Kepolisian, kelasi untuk Angkatan Laut, serta prajurit untuk Angkatan Udara dan Angkatan Darat.
Baca juga: Ajudan Bertaruh Nyawa
Setelah 1973, di bawah letda dan di atas peltu terdapat pangkat calon perwira (capa) di Angkatan Darat. Capa terkenal adalah Achmad Kirang, anggota pasukan Komando Pasukan Sandi Yudha (Kopassandha, kini Kopassus) yang gugur dalam membebaskan sandera pesawat Garuda Woyla di Bandara Don Mueang, Bangkok, Thailand.
Pangkat capa lalu menghilang dalam jenjang kepangkatan ABRI. Namun, di ABRI terdapat tiga jenjang tamtama prajurit dan tiga jenjang tamtama tinggi. Jenjang kepangkatan jadi lebih banyak dibanding zaman kolonial Belanda.*
Tambahkan komentar
Belum ada komentar