711 vs 719
Bentrokan dua batalyon infanteri di sekitar Parepare dan Enrekang di tengah operasi menghadapi gerombolan Kahar Muzakkar dan lain-lain.
SUATU hari, Kepala Staf Tentara Teritorium VII/Indonesia Timur Letkol Jacob Frederik Warouw memanggil Mayor Andi Selle selaku komandan Batalyon Infanteri 719 dan Kapten Tumbelaka, komandan Batalyon Infanteri 711 yang menggantikan Mayor Abdullah. Warouw meminta keterangan kedua komandan batalyon yang bertugas di wilayah kekuasaannya itu agar mendapat informasi lengkap soal insiden bersenjata yang melibatkan kedua batalyon.
Sebuah serangan terjadi pada 16 Desember 1952 di Desa Kabere dan Kota Enrekang. Sebanyak 14 anggota Batalyon 719 diserang kelompok bersenjata. Akibatnya seorang perwira, Letnan Andi Rivai, terbunuh. Satu lainnya hilang dan tiga terluka.
Koran De Preangerbode, 31 Desember 1952, menyebut peristiwa penyerangan terhadap Batalyon 719 itu terjadi di daerah yang dilalui kelompok bersenjata. Daerah itu berada di bawah kendali Batalyon 711 dan Batalyon 719.
Laporan penyerangan itu akhirnya sampai ke Parepare, tempat Batalyon 719 bermarkas. Anggota Batalyon 711 dituduh sebagai biang kerok penyerangan itu.
Baca juga: Celana Dalam Kahar Muzakkar
Esoknya, 17 Desember 1952, anggota Batalyon 719 bergerak. Terjadi dua kali baku-tembak antara anggota batalyon tersebut dengan anggota Batalyon 711.
Baku-tembak pertama terjadi di sebuah pos militer, 6 km di luar kota Parepare. Karena insiden itu, empat anggota Batalyon 711 terbunuh dan dua orang luka-luka. Insiden selanjutnya adalah pembakaran kiriman bensin ke Rappang. Akibatnya, seorang anggota 711 hangus terbakar. Selain itu, Batalyon 711 juga kehilangan sejumlah senjata.
Bentrokan antara 711 dengan 719 itu membuat orang-orang sipil ketakutan dan mengungsi dari Parepare. Hal itu mendorong Komando TT VII/Wirabuana melakukan penyelidikan. Sebuah tim penyelidik dibawah komando Kapten CPM Her Tasning segera bekerja menyelidiki insiden di Enrekang-Parepare tersebut.
Baca juga: Misteri Kematian Kahar Muzakkar
Batalyon 719 adalah batalyon bekas Corps Tjadangan Nasional (CTN) yang sempat masuk hutan sebelum diresmikan sebagai batalyon TNI. Mereka bekas pejuang yang kecewa karena banyak bekas pejuang tak diterima masuk TNI. Komandan 719 adalah Mayor Andi Selle Matolla. Ia cukup terpandang di daerah Pinrang dan sekitarnya. Pada era 1950-an, Andi Selle menjadi warlord di sekitar Mandar dan Pinrang. Ia terus dicurigai punya kedekatan dengan gerombolan pemberontak terkait bisnis senjata.
“Laporan Staf Angkatan Darat tahun 1961, yang saat itu jelas-jelas dianggap sebagai liabilitas, menggambarkannya sebagai seorang oportunis dan petualang ambisius, siap memperkaya dirinya dengan cara apa pun yang mungkin dan selalu mencari peluang untuk mendapat untung dari kedua belah pihak, apakah pemerintah atau gerilyawan,” tulis Roxana Waterson, profesor di National University of Singapore, dalam Paths and Rivers: Sa’dan Toraja Society in Transformation.
Sementara itu, Batalyon 711 adalah bekas Batalyon Abdullah dari Jawa Timur. Batalyon ini pernah terlibat dalam operasi penumpasan pemberontakan Andi Azis di Makassar dan Republik Maluku Selatan (RMS) di sekitar Seram pada 1950. Batalyon ini tak pernah dikembalikan ke Jawa Timur lagi, dan dijadikan batalyon dalam Wirabuana.
Baca juga: Beberapa Kesaksian Tentang Kahar Muzakkar
Kala itu, batalyon 711 hendak bergerak melawan gerombolan Hamid Ali dan Usman Balo. Menurut Barbara Sillars Harvey dalam Pemberontakan Kahar Muzakkar: Dari Tradisi ke DI/TII, ada hubungan dagang (senjata) antara oknum 719 dengan kelompok Usman-Hamid.
“Sebuah kompi batalyon 711 yang mengikuti pemberontak itu ke Pinrang diberitahu anak buah Andi Selle bahwa di daerah itu tidak terdapat pemberontak,” tulis Barbara Sillars Harvey.
Adanya hubungan antara okum Batalyon 719 dengan kelompok pemberontak kerap menghalangi operasi penumpasan yang dilakukan anggota Batalyon 711. Bahkan, pernah ada anggota 711 yang diculik oleh kelompok 719.
“Situasi ini diketahui benar oleh pimpinan Bataljon 711, gerakan yang bertujuan ke arah penghancuran pasukan Usman bersama Hamid telah dipersiapkan, tetapi terhalang oleh hubungan yang masih dipelihara dengan Batalyon 719,” catat Radik Djarwadi dalam Pradjurit Mengabdi: Gumpalan Perang Kemerdekaan Bataljon Y, yang menjelaskan Batalyon 711 kehilangan Pembantu Letnan Burhan asal Makassar akibat clash itu.
Baca juga: Pasukan Momok Kahar Muzakkar
Mendapati ada ketidakberesan di wilayah kekuasaannya, Panglima TT VIII Letkol Joop Warouw langsung memanggil Mayor Andi Selle dan Kapten Tumbelaka selaku komandan masing-masing batalyon. Insiden antara Batalyon 711 dengan 719 pun mereda karena perintah komandan masing-masing.
Setelah itu, Mayor Andi Selle dan pasukannya perlahan dipindahkan dari sekitar Parepare ke Polewali, Mandar, kini Sulawesi Barat. Sementara, Batalyon 711 berganti nama menjadi Batalyon Infanteri 705 pada 22 april 1955 dan kemudian pada 1957 dikembalikan ke Jawa Timur sebagai batalyon Y setelah 6 tahun di Sulawesi Selatan yang bergolak.*
Tambahkan komentar
Belum ada komentar