Tulisan dan Media Tulis
Penemuan tulisan merupakan salah satu pencapaian terbesar manusia. Ini asal-usul tulisan dan media untuk menulis.
SEBELUM manusia mengenal tulisan, bahasa lisan mendominasi komunikasi manusia. Tak ada yang tahu seperti apa bahasa yang digunakan lantaran tak ada jejaknya. Beberapa cara berkomunikasi lainnya adalah dengan menggambar di bebatuan dan dinding gua.
Penemuan tulisan pada 5000 SM menjadi salah satu pencapaian terbesar akal budi manusia. Bangsa Sumeria (huruf paku) dan Mesir (hieroglif) dianggap sebagai peletak tonggak pertama sistem tulisan. Pada 3000 SM, alfabet kuna muncul di Kanaan, Palestina, yang kelak berevolusi menjadi alfabet modern.
Secara perlahan, penemuan ini mengubah cara manusia berkomunikasi, mengirimkan pesan, atau mengungkapkan perasaan dan gagasannya.
Batu
Tulisan butuh media untuk mewujud. Batu menjadi media paling purba yang digunakan untuk menulis. Orang Mesir dan Sumeria memahatkan tulisan di atas batu dengan tulang-tulang binatang. Namun, tak diketahui jenis batu dan tulang binatang yang kerap digunakan.
Prasasti
Ketika Raja Hammurabi (1955–1912 SM) menginginkan terwujudnya masyarakat yang beradab, dia menyusun hukum tertulis. Dia menyuruh abdinya menuliskannya pada sebuah batu lonjong. Agar orang membacanya, batu ini ditaruh di tengah kota. Batu seperti ini dikenal dengan prasasti. Raja-raja di Nusantara pun membuat prasasti ketika membuat keputusan atau memperingati perstiwa penting.
Baca juga: Menggali Isi Prasasti
Piramida
Lazim ditemukan pada kurun Mesir Kuno, peti raja ditulisi hieroglif. Isinya kebanyakan riwayat singkat raja yang wafat. Ada juga sebentuk pemujaan kepada raja. Makam raja dibuat megah, dikenal dengan piramida. Terbuat dari batu yang tersusun sedemikian rupa, beberapa bagian di dalamnya termaktub keterangan mengenai riwayat panjang sang raja.
Lempung
Selain batu, media tulis lain yang kerap digunakan adalah lempung. Dalam A History of Writing, Roger Fischer menyatakan penggunaan lempung dikenal sejak 100 ribu tahun silam. Namun, bukan untuk tulisan, melainkan gambar. Barulah setelah tulisan ditemukan, lempung dipakai sebagai media tulis, misalnya oleh bangsa Sumeria sejak 3000 SM. Serupa batu, lempung diwujudkan dalam berbagai bentuk untuk ditulisi.
Baca juga: Asal Usul Alat Tulis
Tembereng
Biasa disebut juga tembikar. Alat ini biasa dipakai sebagai perkakas rumah tangga. Bentuknya menyerupai pot. Sebelum tulisan ditemukan, beberapa gambar termaktub di berbagai sisinya. Di zaman tulisan ditemukan, gambar itu diganti dengan tulisan singkat.
Logam
Penggunaan logam sebagai media tulis banyak tersua di beberapa negeri kuno seperti Sumeria, Mesir, dan Yunani. Logam yang ditulisi biasa digunakan untuk alat tukar dan stempel raja. Jenis logam yang dipakai antara lain emas, perunggu, dan tembaga.
Baca juga: Media Tulis dari Batu sampai Ponsel
Papirus
Penggunaan papirus dimulai tak lama setelah bangsa Mesir menemukan tulisan. Nama media tulis ini diambil dari tanaman air yang tumbuh di sekitar lembah Sungai Nil. Berawal dari papirus, buku tertua mewujud kali pertama pada 2700 SM. Papirus lebih mudah dibawa sehingga segera populer. Mesir pun menjualnya ke beberapa negeri lain. Kelak, istilah paper diambil dari kata papirus.
Perkamen
Mesir memonopoli papirus sehingga harganya melonjak. Kulit hewan menyusui segera menjadi alternatif. Perkamen diambil dari sebuah kota di bawah imperium Yunani, Pergamon atau Pergamos. Meski perkamen pertama tak berasal dari sana, sejak abad ke-1 kota itu termashyur sebagai penghasil perkamen berkualitas tinggi. Di Timur Tengah, perkamen jamak digunakan pada abad ke-6 seiring kemunculan agama Islam. Beberapa ucapan Nabi Muhammad ditulis pada kulit biri-biri atau domba. Di Eropa, penggunaan perkamen bersaing dengan papirus.
Baca juga: Masuknya Aksara Pallawa ke Nusantara
Kertas Bambu
Memasuki kurun masehi, penemuan baru kembali terjadi. Di Tiongkok, Tsai Lun mencoba mengubah bambu menjadi media tulis pada 101 M. Kertas bambu menyebar hingga ke Jepang dan Korea. Teknik pembuatan kertas ini baru diketahui ketika orang Arab datang ke Tiongkok pada abad ke-7. Setelah itu, terbit banyak buku di jazirah Arab.
Sutera
Siapa menyangka pernah ada buku terbuat dari kain sutera? Ternyata di Tiongkok kain sutera pernah digunakan sebagai media tulis, bahkan hingga mewujud buku pada abad ke-9. Namun, buku sutera tak pernah diperdagangkan secara luas. Selain harganya mahal, pencetakan buku ini hanya ditujukan untuk kalangan kerajaan.
Baca juga: Pencipta Aksara Perjuangan Kaum Bugis
Blok Kayu
Kayu mulai dipakai sebagai media tulis pada abad ke-8. Untuk menulis di atas kayu, orang menggunakan alat cetak yang juga terbuat dari kayu. Ketika tercetak, huruf itu tampak timbul. Cetakan blok kayu dari Jepang yang berisi ajaran Buddha dianggap sebagai blok kayu tertua. Di Tiongkok, cetakan kayu digunakan untuk menyebarkan tinta pada kertas sehingga terciptalah buku tercetak kali pertama pada 868.
Katun dan Linen
Memasuki abad ke-12, perkamen berangsur digantikan kertas yang terbuat dari katun dan linen. Ini lazim terjadi di Eropa, terutama di gereja. Rohaniawan menulis dan mengawetkan kitab-kitab suci melalui media ini meski perkamen diyakini jauh lebih tahan lama ketimbang katun dan linen.
Baca juga: Aksara Menunjukkan Peradaban Nusantara
Lontar dan Nipah
Untuk menulis kakawin, para pujangga Nusantara memilih lontar dan nipah sebagai medianya. Secara umum, ada tiga jenis daun lontar yang digunakan: lontarus domestica, lontarus silvestris, dan lontarus silvestris altera. Jenis pertama jamak dipakai karena daunnya paling lunak. Tak diketahui sejak kapan daun lontar digunakan, tapi lontar tertua bertarikh tahun 1334. Sementara naskah nipah tertua bertarikh tahun 1518. Kini disimpan di Museum Nasional.
Kertas Kayu
Kebutuhan katun dan linen meningkat seiring meledaknya pencetakan buku. Harga katun dan linen meningkat sedangkan persediannya menipis. Orang kemudian berpikir mengenai bahan lain yang lebih murah dan mudah. Mulai abad ke-19, kayu dihaluskan untuk dibuat menjadi kertas. Teknik ini cepat berkembang hingga ke Amerika dan mengubah tampilan koran-koran di Amerika. Penggunaan kayu terus bertahan sampai memasuki abad ke-21. Tentu dengan perkembangan teknologi cetak kertas yang semakin maju.
Baca juga: Menggagas Aksara Kesatuan
Komputer
Sejak diperkenalkan ke khalayak pada 1963, komputer menarik perhatian orang. Alat ini tidak saja mampu mengolah data, tapi juga dapat membantu orang menulis. Orang kemudian berpikir bisa membaca dan menulis buku tanpa kertas. Gagasan ini berjejak pada Alan Kay, seorang mahasiswa pascasarjana Amerika Serikat, pada awal 1960-an. 40 tahun kemudian, teknologi komputer berkembang pesat. Dan melalui alat seperti Personal Digital Asisstant, komputer pribadi, dan laptop, manusia makin memiliki banyak pilihan media tulis. Kertas memang belum tergantikan, tapi penggunaannya makin terbatas.
Revolusi Mesin Cetak
Penerbitan buku secara besar-besaran telah dimulai di Eropa sejak abad ke-13. Kala itu, Andalusia menjadi pusat penerbitan buku terbesar di Eropa. Tak syak, diperlukan banyak katun dan linen untuk membuat buku. Selain itu, para penerbit mendorong terciptanya sebuah alat yang mampu memotong proses cetak buku, namun tetap bisa memproduksi banyak buku. Alat cetak itu tercipta pada abad ke-15. Johan Guttenberg, penemunya, menggunakan alat itu untuk mencetak Injil. Tak perlu menunggu lama, pencetakan buku pun segera meledak setelah itu.*
Tambahkan komentar
Belum ada komentar