Setahun Pos Bloc Jakarta
Ruang kreatif publik di Gedung Filateli Jakarta. Bekas kantor pos bersejarah ini menarik untuk dikunjungi.
Para model lenggak-lenggok mengenakan pakaian bertemakan vintage. Peragaan busana itu digelar di Pos Bloc Jakarta di Jalan Pos No. 2, Pasar Baru, Jakarta Pusat, pada 27 September 2022.
Sejak diresmikan tahun lalu pada 10 Oktober 2021, Pos Bloc Jakarta menjadi tempat alternatif yang menarik untuk dikunjungi. Bekas gedung kantor pos ini menjadi ruang kreatif publik yang memadukan seni, budaya, hiburan, dan sejarah. Pos Bloc Jakarta buka setiap hari kerja mulai pukul 10:00 hingga 21:00 WIB dan pada akhir pekan mulai pukul 07:00 sampai 21:00 WIB. Sejak dibuka jumlah pengunjung rata-rata 2.000 orang per hari yang sebagian besar anak-anak muda.
“Orang Indonesia sangat berbeda kebiasaannya dengan orang Eropa, tempat nongkrong atau kafe-kafe lebih sering dikunjungi daripada museum,” ujar Niko Tomas, salah satu pengunjung yang sedang memotret bangunan Pos Bloc.
Mengutip posindonesia.co.id, Pos Bloc Jakarta merupakan proyek cipta ruang (placemaking) hasil kolaborasi PT Pos Indonesia (Persero) melalui anak perusahaannya, PT Pos Properti Indonesia dengan pihak swasta, PT Ruang Kreatif Pos. Sebelumnya, perusahaan ini membangun ruang kreatif publik M Bloc Space di Jakarta Selatan. Rencananya menyusul Pos Bloc Surabaya dan Pos Bloc Bandung.
Pos Bloc Jakarta merupakan perpaduan modern, minimalis, dan kuno. Berlatar cat putih dengan tiang-tiang kayu berwana abu gelap, serta pilar besar menjadi ciri khas arsitekturnya. Kursi-kursi berjejer bagi pengunjung yang ingin menikmati pemandangan sembari menyaksikan kendaraan berlalu-lalang.
Masih di area yang sama, terdapat kotak surat peninggalan kantor pos zaman dulu bertuliskan “Brievenbus”, posisinya persis di depan M Bloc Market bersebelahan dengan Starbucks. Masuk melalui pintu utama disuguhkan ruangan yang luas dengan tempat duduk seperti di bioskop.
Arsitektur atap gedung dihiasi warna cokelat kental beserta kipas dan corong lampu kuno, sepintas mirip stasiun Jakarta Kota. Di samping kanan dan kiri terdapat stan makanan, minuman, pakaian, tas, hingga kosmetik. Produk-produk tersebut hasil kerja sama pengelola Pos Bloc Jakarta dengan UMKM di Jakarta.
Pesona klasik yang ditawarkan Pos Bloc Jakarta menarik bagi anak muda untuk sekadar meneguk secangkir kopi. Polesan dua pintu tempo dulu dengan jendela kaca besar menjadi objek foto anak-anak muda.
Di area belakang, pengunjung disuguhi pemandangan hijau nan klasik bertemakan kafe outdoor. Di tengah-tengahnya terdapat tugu prasasti untuk mengenang pahlawan revolusi, yaitu Imang, Paimin, Sarmada, dan M. Soetojo. Pegawai jawatan PTT (Pos, Telegraf, Telepon) di Jakarta ini gugur dan hilang antara Agustus–Desember 1945. Di setiap sudut tembok dihiasi lukisan-lukisan gedung dari masa ke masa.
“Tempat wisata yang baru beroperasi satu tahun ini, selalu ramai dikunjungi terutama dari sore sampai malam hari. Intensitas pengunjung pun didominasi oleh kalangan muda-mudi,” ujar penunggu salah satu gerai.
Gedung Pos Bloc Jakarta dikenal sebagai Gedung Filateli Jakarta. Nama itu terpampang di bagian depan atas gedung. Gedung bekas Kantor Pos dan Giro Pasar Baru ini memiliki sejarah panjang.
Windoro Adi dalam Batavia 1740 mencatat, gedung kantor pos ini dirancang oleh arsitek J. van Hoytema pada 1913. Gedung itu dibangun karena kawasan pemerintahan baru Weltevreden yang –meliputi Gambir, Senen, dan Tanah Abang– berdampingan dengan kawasan pendidikan dan perdagangan membutuhkan dukungan layanan penghubung pengiriman dokumen dan komunikasi.
Baca juga: Jakarta dalam Kartu Pos
Dalam Ensiklopedi Jakarta Volume 2 disebutkan, secara fisik bentuk bangunan Gedung Kantor Pos dan Giro Pasar Baru menunjukkan arsitektur Belanda dengan relung serta kaca-kaca berkembang yang menghiasi bagian depan gedung, bentuknya mirip bangunan Stasiun Kereta Api Jakarta Kota. Arsitek Hoytema merancang gedung itu dengan gaya arsitektur Art Deco yang dipengaruhi aliran Art and Craft pada detail interiornya. Atap terbuat dari seng dengan tiang-tiang besi pipih sebagai penyangga. Seiring perkembangan zaman, terdapat penambahan ruangan pada bagian ruangan induk tanpa mengubah struktur bangunan lama, karena bangunan lama yang bertingkat dua terbuat dari papan dengan tiang besi berada di dalam ruang bangunan induk.
Dalam perjalanan sejarahnya, gedung itu berganti-ganti nama. Buku Gedung Tua di Jakarta terbitan Dinas Museum dan Sejarah Pemerintah DKI Jakarta tahun 1993 menyebut, gedung Kantor Pos Pasar Baru semula lebih dikenal dengan sebutan Gedung PTT atau Kantor PTT. Nama Gedung PTT Pasar Baru dikenal sejak zaman penjajahan sampai tahun 1945. Pada masa revolusi, namanya berubah menjadi Kantor Pos dan Telegraf Pasar Baru, lalu berganti lagi menjadi Kantor Pos Kawat Pasar Baru.
Pada November 1963, Presiden Sukarno meletakan batu pertama peresmian pembangunan gedung pos baru yang disebut Gedung Pos Ibukota (GPI) atau disebut juga Kantor Pos Ibukota Jakarta Raya.
Sudarmawan Juwono dalam Selayang Pandang Arsitektur Kantor Pos Tempo Doeloe menjelaskan, gedung GPI berbentuk persegi enam dengan bangunan terbesar dan tertinggi berlantai enam yang menghadap ke Lapangan Banteng. Aktivitas pelayanan jasa pos dipindahkan ke gedung GPI. Kantor pos lama menjadi bagian dari kompleks GPI yang difungsikan sebagai kantor pelayanan filateli sehingga dikenal sebagai Gedung Filateli Jakarta.
“Lingkungan kantor pos lama menjadi sepi karena terjadi penurunan kegiatan pelayanan pos menjadi sebatas pelayanan filateli dan penjualan benda koleksi lainnya; tidak seberapa ramai dibandingkan dengan aktivitas pelayanan jasa pos,” tulis Sudarmawan.
Baca juga: Indonesia Dukung Palestina dengan Prangko
Untuk menjaga dari penghancuran, Gedung Kantor Pos dan Giro Pasar Baru ditetapkan sebagai cagar budaya pada 1999. Akhirnya, pada 2021 Gedung Filateli Jakarta itu direvitalisasi menjadi ruang kreatif publik Pos Bloc Jakarta.
Pos Bloc Jakarta telah menjadi tempat bagi anak-anak muda berkreasi. Setiap akhir pekan, pengelola menyediakan tempat bagi mereka untuk unjuk bakat, mulai dari penampilan band, catwalk, wirausaha, dan lain-lain.
“Makanan dan minuman di sini enak dan worth it bagi anak muda, secara tidak langsung tempat ini juga bermanfaat mengenalkan sejarah kepada tiap pengujung,” ujar Helena, pengunjung yang masih mengenakan seragam SMA.*
Penulis adalah mahasiswa magang dari Politeknik Negeri Jakarta.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar