Ribut Sengketa Nama Miss Riboet
Persaingan dua rombongan pertunjukan panggung Miss Riboet Orion dan Dardanella. Perang iklan hingga ribut nama Miss Riboet.
PERTUNJUKAN panggung opera stamboel merupakan hiburan yang digemari penduduk Hindia Belanda sejak akhir abad ke-19. Mulanya berupa tiruan opera yang dijejali sisipan adegan hiburan. Cerita yang diangkat umumnya mengenai kehidupan raja-raja dengan pakaian gemerlapan, di mana sebagian dialog dengan nyanyian sebagaimana opera. Selain itu, tontonan panggung ini juga memiliki banyak babak yang diselingi adegan nyanyian, lawak, dan tari.
“Walhasil, penonton rakyat jelata yang hidupnya susah dan oleh struktur tidak mungkin mengubah nasibnya, bisa menghayalkan kehidupan yang indah selama dua-tiga jam,” tulis Misbach Yusa Biran dalam Sejarah Film 1900–1950: Bikin Film di Jawa.
Opera stamboel berawal dari seorang pemuda Indo bernama August Mahieu yang mendirikan perkumpulan Komedi Stamboel di Surabaya pada 1891. Maksud komedi di sini bukan terjemahan comedy yang bermakna cerita lucu, melainkan pertunjukan. Penamaan Stamboel disinyalir karena anak buah Mahieu mengenakan topi merah orang Turki yang berkuncir hitam. Menurut Misbach orang-orang pada masa itu menyebut topi tersebut dengan nama stambul, yang merupakan kesalahan ucap dari Istambul.
Baca juga: Miss Riboet Memadukan Seni dan Olahraga
Mahieu mendapat ide mendirikan Komedi Stamboel dari meniru pertunjukan di Semenanjung Malaka yang dikenal dengan Abdul Muluk. Orang-orang panggung lama menyebut Abdul Muluk meniru pertunjukan dari Iran. Pertunjukan ini mementaskan cerita-cerita kerajaan ala kisah 1001 Malam, namun Mahieu memodifikasi dengan menambahkan nuansa, selera, dan orientasi Barat.
Misbach menyebut selain musisi dan pemain yang terdiri dari orang-orang Indo, repertoar dalam kelompok pertunjukan Mahieu terdiri dari cerita 1001 Malam yang ditambahkan dengan cerita Barat, klasik maupun modern, seperti Hamlet karya Shakespeare, De Bruide daar Booven karya Multatuli, dan sebagainya.
Pertunjukan Mahieu mendapat sambutan hangat dari masyarakat di Batavia. Bahkan banyak orang tertarik untuk mendirikan kelompok pertunjukan. Dua kelompok pertunjukan besar yaitu Miss Riboet Orion yang dibentuk pada 1925 dan Dardanella yang didirikan oleh seorang Rusia bernama A. Piedro pada 1926.
Baca juga: Marketing Selebritas Dulu dan Kini
Kehadiran dua rombongan besar tersebut menandai masa transisi dalam dunia pertunjukan dari stamboel ke toneel, yang dalam bahasa Belanda berarti teater. Kedua rombongan itu memiliki bintang panggung masing-masing yang sukses menarik perhatian para penonton. Sesuai namanya, Miss Riboet merupakan primadona grup Orion yang didirikan oleh suaminya, Tio Tek Djin. Sementara Dardanella memiliki Dardanella’s Big Five, yakni Astaman, Tan Tjeng Bok, Miss Riboet II, Miss Dja, dan Ferry Kok.
Popularitas Miss Riboet Orion dan Dardanella membuat penampilan mereka kerap ditunggu para penonton. Iklan pementasan kedua rombongan ini kerap menghiasi berbagai surat kabar, misalnya Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië, 3 November 1931, yang menampilkan iklan pementasan rombongan Miss Riboet Orion dan Dardanella di Batavia pada satu halaman yang sama.
Menurut Fandy Hutari dalam Para Penghibur, persaingan antara Miss Riboet Orion dan Dardanella pun tak terhindarkan. Persaingan tersebut terlihat dari perang iklan. “Pada 1931 di Batavia, kala kedua rombongan ini sedang mengadakan pertunjukan di kota yang sama, perang reklame pecah. Dalam waktu hanya dua minggu, dua rombongan ini menghamburkan uang untuk pasang reklame, propaganda, dan iklan. Total biaya yang mereka keluarkan sekitar f.6.000. Sebuah biaya yang sangat mahal kala itu,” tulis Fandy.
Baca juga: Dardanella Menembus Panggung Dunia
Sebelum perang iklan, ternyata mereka sempat bersengketa soal nama Miss Riboet. Dalam surat kabar Algemeen handelsblad voor Nederlandsch-Indië, 21 November 1928 diberitakan, Miss Riboet Orion mengajukan protes melalui pengacara karena seorang aktris Dardanella menyebut dirinya Miss Riboet II. Pihak kepolisian kemudian melakukan investigasi. Berdasarkan hasil investigasi diketahui bahwa Miss Riboet Dardanella telah dipanggil Riboet sejak kecil dan dinyatakan dengan jelas di surat kabar bahwa ia berhak menggunakan nama Riboet.
Menurut Jaap Erkelens dalam Dardanella Perintis Teater Indonesia Modern, Duta Kesenian Indonesia Melanglang Buana, Tio Tek Djin konon sudah meminta manajemen Dardanella berhenti menggunakan nama Miss Riboet untuk seorang aktris anggota rombongannya. Namun, ketika Dardanella tidak menanggapi permintaan itu, Tio kemudian meminta pengacara Van der Swaan di Semarang untuk mengajukan gugatan terhadap Piedro ke pengadilan di Semarang.
“Akan tetapi, masalah itu tidak berkembang menjadi suatu perkara di pengadilan. Dengan bantuan dokumen pernikahan dan paspor Riboet, Piedro dapat membuktikan bahwa nama itu sudah ia kenakan sejak lahir. Tio menerima ini dan pada gilirannya Piedro menerima permintaan Tio untuk tidak menambahkan kata ‘toelen’ lagi pada namanya Riboet II (atau Riboet Kedoea),” tulis Jaap Erkelens.
Baca juga: Lakon Bung Karno di Panggung Tonil
Miss Dja dalam biografinya, Gelombang Hidupku: Dewi Dja dari Dardanella yang ditulis oleh Ramadhan KH., juga menceritakan protes Tio Tek Djin terhadap Piedro terkait nama Miss Riboet. Saat ia dan rombongannya berada di Surabaya, seorang utusan dari rombongan Miss Riboet Orion datang dari Batavia untuk menemui Piedro. Utusan tersebut ternyata Tio Tek Djin, pemimpin rombongan dan suami Miss Riboet yang sedang bermain di Batavia. Ia menemui Piedro bermaksud mengajukan protes terkait nama Miss Riboet yang digunakan seorang aktris Dardanella. Tio menyebut Miss Riboet hanya ada satu dan sekarang sedang bermain di Batavia.
Setelah mendengar protes tersebut, Piedro menjelaskan bahwa Miss Riboet telah lama ada, dan sejak masuk dalam Dardanella, ia sudah menggunakan nama itu. Tak ingin masalah berlarut-larut dan memicu keributan, Piedro pun memutuskan untuk mengganti nama panggung Riboet dengan nama Riboet Doea.
Terkait latar belakang nama Riboet, Jaap Erkelens menerangkan bahwa kedua bintang panggung ini sama-sama dilahirkan dalam keluarga dengan seorang ayah yang berdinas di tentara Hindia Belanda (KNIL). Miss Riboet Orion dipanggil Riboet oleh ayahnya karena di Aceh, tempatnya berdinas dan tempat kelahiran putrinya tahun 1900, tengah terjadi ribut perang. Sementara di Palembang, tempat kelahiran Miss Riboet II tahun 1908, juga tengah ribut setelah penaklukan Kesultanan Jambi oleh tentara KNIL dan pembentukan Keresidenan Jambi pada 1906. Meski begitu, menurut Jaap, belum dapat dipastikan apakah kerusuhan tersebut yang mengilhami orang tuanya memanggilnya Riboet.*
Tambahkan komentar
Belum ada komentar