Patung Bung Karno Berdiri di Aljazair
Monumen Sukarno dibangun di Aljazair untuk menguatkan persahabatan. Disempurnakan patung dada eksentrik karya Dolorosa Sinaga.
JAUH di mata tapi dekat di hati. Meski jarak Indonesia dan Aljazair terbentang lebih dari 12 ribu kilometer, persahabatan antara kedua negara dan rakyatnya yang berbeda belahan dunia itu begitu dekat. Perekatnya tiada lain Bung Karno.
“Itu yang saya rasakan semenjak menjadi Duta Besar RI untuk Aljazair pada Maret 2016 lalu. Setiap kali hadir di berbagai forum di Aljazair dan pihak manapun yang mendengar nama Indonesia, pasti teringat nama Bung Karno. Faktanya beliau sangat diapresiasi karena mendukung Aljazair sebelum merdeka pada 1962,” ungkap Duta Besar RI untuk Aljazair Safira Machrusah saat dihubungi Historia.
“Nama Indonesia begitu ngetop di Aljazair karena Bung Karno. Karena selain turut mengundang (delegasi kelompok perjuangan kemerdekaan) Aljazair, tahun 1956 pemerintah Indonesia membuka (kantor) perwakilan FNL (Front de Libération Nationale) di Jakarta (Jalan Serang, Menteng, Jakarta). Bayangkan, sampai seperti itu dukungan Bung Karno,” tambahnya.
Meski begitu besarnya apresiasi masyarakat dan pemerintah Aljazair pada Bung Karno, Safira tak melihat satupun simbolnya di negeri itu. Tak seperti di beberapa negara Afrika lain yang mengapresiasi Sukarno dengan nama jalan, antara lain di Kairo, Mesir dengan adanya Jalan Ahmed Sukarno dan di Rabat, Maroko dengan Rue Soukarno.
Oleh karenanya, pada 2016 KBRI di Alger tergugah untuk membangun Bung Karno dalam sebuah simbol fisik. Tetapi baru pada 2017 gagasan itu menemui jalan terang ketika berkomunikasi dengan Walikota Bandung Ridwan Kamil lewat perantara Dubes RI untuk Ekuador Diennaryati Tjokrosuprihatono.
Baca juga: Sukarno Tanpa Ahmad
“Pada Agustus 2017 saya ditelepon Bu Dini, dubes RI di Quito, dia komunikasi dengan saya dan saya mendapat salam dari Pak Ridwan Kamil yang saat itu ingin menyumbang patung Sukarno di Ekuador. Dia juga berniat memberikan sumbangsih yang sama ke Aljazair. Tentu saya sambut baik karena itu memang keinginan kita mem-booming-kan nama Sukarno lagi dalam bentuk fisik. Seperti pucuk dicinta, ulam pun tiba,” ujar Safira.
Safira lantas mengkomunikasikan niatan berlandaskan sejarah itu ke gubernur Provinsi Alger dan mendapat persetujuan. KBRI Alger lalu berkomunikasi dengan Kementerian Luar Negeri RI dan Aljazair, serta Kementerian Dalam Negeri Aljazair. Langkah itu diapresiasi kalangan pemerintah setempat.
Langkah lebih kongkrit terjadi ketika Safira bertemu Ridwan Kamil yang, sudah menjabat sebagai gubernur Jawa Barat, berkunjung ke Provinsi Sétif dalam rangka Pameran Trade Expo Indonesia pada Oktober 2018.
“Pada saat ia datang lagi ke Sétif, sekitar 10-12 Maret 2019, sekalian dia dibawa desain monumennya. Kami juga beri masukan agar desainnya aware dengan sensitivitas lokal. Akhirnya beliau merevisi desain itu di mobilnya dalam perjalanan dari Sétif ke ibukota,” sambungnya.
“Jadi desain monumennya turut kita sematkan juga keterangan narasinya bahwa kita (RI) pernah berjasa dalam perjuangan kemerdekaan Aljazair walau tidak secara fisik tetapi secara spiritual. Bentuknya juga kalau dilihat dari atas seperti menggambarkan bendera Aljazair dengan bulan sabit dan lima bintang,” tambah Safira.
Baca juga: Djamila Bouhired Srikandi Aljazair
Pembangunannya disokong PT Pertamina dan PT Wijaya Karya. Pengerjaannya digelar sejak groundbreaking pada 16 Februari 2020. Lokasinya berada di bundaran simpang Jalan Mustapha Khalef Ben Aknoun dan Chemin Arezki Mouri.
“Oleh Gubernur Alger kita dikasih dua opsi lokasi. Tetapi kami pilih di lokasi itu karena juga tempat ramai. Dekat dengan mal terbesar kedua di Aljazair, di depan Kementerian PU (Pekerjaan Umum Aljazair) dan juga kantor kepolisian kota. Di lokasi itu juga dekat dengan asrama mahasiswa Universitas Alger 2,” paparnya lagi.
“Jadi kita pilih lokasi itu karena populasinya dominan juga dengan anak-anak muda. Karena anak-anak muda ini kan hidup dengan sejarahnya masing-masing dan mungkin tidak tahu sejarah hubungan RI-Aljazair. Dengan adanya monumen ini, kita ingin me-reminder lagi kepada anak-anak muda di sana,” tutur Safira.
Sang dubes sangat mengapresiasi patung dada Sukarno yang menyempurnakan monumen itu. Patung karya pematung Dolorosa Sinaga itu eksentrik dan unik karena beda dari sejumlah patung dada yang ada di Aljazair.
“Aljazair begitu menerima patung saya, luar biasa senangnya. Karena semua patung mereka (di Aljazair) itu, semuanya dibuat dengan pendekatan klasik realistis, seperti patung dada Romawi atau Yunani. Untuk itu mereka sangat senang karena ada kekayaan yang membangun sebuah nilai yang berbeda di kawasan itu dengan kehadiran (patung) Sukarno,” kata Dolorosa ketika dihubungi Historia secara terpisah.
Di Balik Patung Sukarno
Proses kelahiran patung dada Sukarno itu berawal ketika Dolorosa dihubungi Ridwan Kamil. Sang gubernur memintanya membuatkan patung dada.
“Saya ditelepon beliau ketika saya lagi di Venezia untuk melihat Indonesia Pavilion di Venice Art Biennale (11 Mei-24 November 2019), kan saya ketua jurinya. Saya tanya, ‘Pak Gubernur, kenapa ke saya? Bukannya di Bandung gudangnya seniman patung?’ Dia ketawa dan dia bilang, ‘Enggak, saya mau Bu Dolo yang bikin’,” sambung Dolorosa yang juga membuat patung Multatuli di pelataran Museum Multatuli di Rangkasbitung, Lebak, Banten.
Dolorosa tak menyia-nyiakan kepercayaan dari Ridwan Kami. Pengerjaan patung digebernya sejak November 2019 dan memakan waktu kurang dari tiga bulan. Begitu rampung, patung dikirim ke Aljazair pada 19 Januari 2020.
“Mungkin dia datang ke saya dan mendengar apa yang dia sampaikan itu, karena dia pernah melihat 10 patung Sukarno yang saya bikin untuk Jakarta Biennale tahun 2017 yang dipamerkan di pelataran Museum Fatahillah, Kota Tua, Jakarta. Akhirnya saya bikin dari foto-foto dari 10 patung yang pernah saya bikin. Pilihan saya adalah gestur Sukarno yang ini yang menurut saya paling powerful untuk diletakkan di Monumen Sukarno di Aljazair itu dan dia setuju,” tambahnya.
Baca juga: Yang Lestari Setelah Multatuli Pergi
Gestur yang dimaksud Dolorosa adalah gestur Sukarno tengah berpidato berapi-api dengan tangan menunjuk ke atas. Inspirasi gestur itu berasal dari sebuah foto ketika Sukarno berpidato di hadapan kerumuman pers setelah ia kembali dari Yogyakarta ke Jakarta pasca-penyerahan kedaulatan dari Belanda ke Republik Indonesia Serikat (RIS) akhir Desember 1949. Gestur tersebut dianggap Dolorosa paling pas karena memperlihatkan kegarangan Sukarno dan sangat cocok dengan tema persahabatan Indonesia-Aljazair yang mulanya dirajut Bung Karno.
“Jadi bisa dilihat betapa garangnya Sukarno. Dia juga menginspirasi banyak negara-negara jajahan yang kemudian menyusun gerakannya untuk merdeka. Oleh karena itu sosok Sukarno ini menjadi sangat penting bahwa Indonesia pernah memiliki figur presiden yang sangat berpengaruh di dunia internasional,” imbuh Dolorosa.
Setelah memilih model gestur Sukarno, Dolorosa meracik konsep dan estetikanya agar karyanya lain dari pada yang lain. Dolo tak ingin menggunakan konsep klasik seperti patung dada lazimnya, yang dia inginkan adalah menciptakan model baru sosok Sukarno dengan gestur tersebut.
“Saya bosan melihat patung dada dengan ekspresi dan estetika klasik seperti yang kita tahu. Makanya teknik pembuatannya adalah, saya lebih dulu membuat outline dari gestur yang saya pilih itu. Saya perbesar ke actual size-nya di dinding. Terus menyusun lempengan-lempengan besi segi empat untuk badannya,” terangnya.
Baca juga: Sukarno Ingin Patung Terbang
“Tentu pengerjaannya harus sedikit berbeda untuk kantong baju, untuk membuat tarikan tangan ke atas dengan dimensi logam yang tidak bisa sama dengan yang ada di badannya karena harus memperlihatkan lekukan baju. Hasil akhir perakitannya kalau dilihat dari bagian depan dan belakang, sama saja semuanya,” tandas Dolorosa
Meski sudah diterbangkan ke Aljazair sejak pertengahan Januari 2020, patung tersebut baru dipasang belum lama ini oleh pihak kontraktor (PT WIKA). Pemasangannya dipandu Dolorosa secara virtual via video conference Zoom.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar