Menengok Cerita dalam Tari Golek Ayun-ayun
Sebagai salah satu dari varian genre tari Golek di Yogyakarta, tari Golek Ayun-ayun awalnya ditampilkan satu orang. Kerap ditampilkan dalam misi budaya.
Delapan penari berjalan memasuki Pendopo Agung Royal Ambarrukmo, Yogyakarta. Kain batik motif parang dan rompi beludru berwarna hijau membalut tubuh mereka. Jamang (sejenis mahkota terbuat dari kulit kerbau) lengkap dengan bulu-bulu menghiasi bagian kepala para penari. Aksesoris-aksesoris cantik seperti cunduk mentul, kalung sungsun, giwang, dan klat bahu yang melekat pada tubuh makin mempercantik penampilan mereka.
Para penari tersebut tampil usai akad nikah putra bungsu Presiden Joko Widodo, Kaesang Pangarep bersama Erina Gundono. Mereka membawakan tari Golek Ayun-ayun, sesaat sebelum prosesi adat panggih dilaksanakan pada 10 Desember 2022.
Tari Golek adalah salah satu jenis tari klasik asal Yogyakarta. Tari ini sebenarnya merupakan tari tunggal sehingga jumlah penari dalam setiap penampilan hanya satu orang.
“Jenis tarian tunggal putri yang lahir di lingkungan tari Istana yang mempergunakan acuan gerak tari ‘ledek’ yang kerakyatan, tergarap dan terangkat penuh stilisasi,” kata R.M. Wisnoe Wardhana, seniman tari Yogyakarta, dalam “Tari Tunggal, Beksan dan Tarian Sakral Gaya Yogyakarta”, termuat di buku Mengenal Tari Klasik Gaya Yogyakarta.
Baca juga: Tari Gambyong dari Jalanan ke Istana Hingga Pernikahan Modern
Kemunculan tari golek tidak terlepas dari kiprah Sultan Hamengkubuwono VII ketika belum diangkat menjadi sultan dan masih bernama Pangeran Mangkubumi.
“Pangeran Mangkubumi (Putra Hamengku Buwono VI) menciptakan tari Golek tunggal yang ditarikan pada akhir pergelaran Langendriya,” tulis ahli tari Jawa Klasik Ben Suharto dalam Perkembangan Tari Klasik Gaya Yogyakarta.
Penciptaan tari golek terinspirasi dari pementasan wayang golek pada bagian penutup pergelaran wayang kulit. Selain itu, istilah “golek” digunakan dengan harapan agar penonton mau mencari tahu sendiri makna dalam cerita yang baru saja ditampilkan. Dalam bahasa Jawa, golek artinya mencari.
Seiring berjalannya waktu, tari golek juga ditampilkan secara berkelompok. Kejadian ini ditandai oleh penampilan tari golek yang tidak selalu ditampilkan usai pagelaran Langendriya.
“Tahun 1908 berkembang menjadi tarian lepas yang berfungsi sebagai tontonan/hiburan yang selaras dengan masyarakat pendukungnya, tari golek diangkat menjadi tari klasik istana pada tahun 1916,” kata empu tari klasik Yogyakarta R. Sasmintadipura, dikutip Wiwiek Diani Wijayanti dalam tugas akhir Penyaji Tari ISI Yogyakarta dengan judul “Tari Golek Ayun-ayun”.
Baca juga: Tarian Perang Pangeran Sambernyawa
Tari golek kemudian memiliki bermacam varian dengan nama berbeda-beda. Nama varian biasanya diambil dari gending pengiring tari golek yang dipentaskan. Tak terkecuali tari Golek Ayun-ayun. Nama gending yang mengiringi tari tersebut dikenal dengan Ladrang Ayun-ayun.
Tari Golek Ayun-ayun diciptakan oleh maestro tari klasik Yogyakarta Raden Riya Sasmintadipura. Ia merupakan abdi dalem di Keraton Yogyakarta dengan gelar dan nama Raden Bekel Sasminta Mardawa. Kecintaannya terhadap tari gaya Yogyakarta mendorongnya mendirikan organisasi tari klasik Mardawa Budaya. Berbagai jenis tari yang berkiblat pada genre tari klasik Yogyakarta ia ciptakan.
Nama asli tari Golek Ayun-ayun adalah Golek Nawung Asmara. Namun, para guru tari dan masyarakat lebih familiar dengan Golek Ayun-ayun karena judul gending yang mengiringi. Tarian ini awalnya dibuat sebagai salah satu cara diplomasi budaya di luar negara Indonesia.
“Tari Golek Ayun-ayun diciptakan/dipersiapkan khusus untuk EXPO di Jepang (misi kesenian) pada tahun 1970, penari pertama kali B.R.Adj Sri Muryawati,” kata Sasmintadipura.
Baca juga: Tarian Penanda Singgasana Sultan
Menurut peneliti tari Sal Murgiyanto, tari Golek Ayun-ayun kemudian kerap ditampilkan dalam misi budaya di berbagai negara. Pada 1981, misalnya, penari asal Yogyakarta Alexia Maria Endang Nrangwesti membawakan tari ini dalam pembukaan Konferensi Tahunan Asian Dance Association di Seoul, Korea Selatan. Penari yang sama kembali membawakan tari Golek Ayun-ayun dalam misi budaya di Taipei International Dance Festival tahun 1995.
Tari Golek Ayun-ayun berkembang secara masif di wilayah Yogyakarta. Salah satu penyebabnya karena tari Golek Ayun-Ayun dijadikan materi ajar di lembaga pelatihan tari klasik gaya Yogyakarta Pamulangan Beksa Sasminta Mardawa dan kemudian lembaga-lembaga belajar tari formal maupun informal di Yogyakarta.
Durasi lebih singkat dari genre tari golek ala istana membuat tari Golek Ayun-ayun lebih mudah dipelajari. Selain itu, tari Golek Ayun-ayun juga dianggap lebih dinamis karena memiliki tiga versi berbeda: versi durasi sekira 15 menit, versi 7 menit, dan versi 5 menit. Perbedaan durasi ini mempermudah penyesuaian dengan kebutuhan yang ada.
Fleksibilitas Golek Ayun-ayun membuatnya populer sehingga dapat dijumpai di berbagai perayaan. Selain bisa dinikmati dalam pembukaan paket wisata di dalam keraton Yogyakarta, Golek Ayun-ayun dapat dijumpai di acara-acara di luar keraton, semisal pesta rakyat, penyambutan tamu dalam pembukaan acara penting, dan juga pengiring pengantin.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar