Asal-Usul Pengamen
Orang mengucapkan "persaben" atau "amin" ketika ada orang yang meminta-minta sambil menyanyi. Dari "amin" lahirlah "ngamen" di Jakarta. Orang Jawa menyebutnya "mbarang".
Tri Suaka dan Zinidin Zidan dihujat warganet gara-gara membuat video parodi yang mengejek Andika Mahesa, vokalis Kangen Band. Andika sendiri mengaku tidak marah. Menurutnya, dengan membuat video seperti itu, mereka telah menghina dan merendahkan diri mereka sendiri ke publik.
Warganet yang geram membela Babang Tamvan sebagai musisi yang telah menciptakan banyak lagu hit (populer), sedangkan kedua penyanyi cover lagu itu hanyalah pengamen. Pengamen pun sempat trending.
Baca juga: Mengorek Asal-Usul Ngondek
Pengamen, menurut KBBI daring, adalah orang yang mengamen, biasanya mengadakan pertunjukan di tempat-tempat umum. Kata pengamen terbentuk dari imbuhan peng dan kata amen.
Kata amen termasuk jenis prakategorial. Sehingga, ketika kita mencari arti kata amen, KBBI daring menyarankan untuk mencari kata mengamen yang artinya “berkeliling (menyanyi, main musik, dan sebagainya) untuk mencari uang”.
Ternyata, kata ngamen ada asal-usulnya.
Dalam Ensiklopedi Musik Jilid 2 M–Z terdapat entri kata ngamen, yaitu menyanyi dengan iringan salah satu instrumen sambil keluar masuk kampung, mengharapkan upah ala kadarnya. Dalam perilaku ini, seorang penyanyi tidak memerlukan kemahiran atau semacam pengetahuan yang benar mengenai menyanyi dan memainkan alat musiknya.
Asal mula kata ngamen terjadi di Jakarta. Seorang peminta-minta mengulurkan tangan untuk nyanyian yang dinyanyikannya. Sebelum nyanyian itu rampung, karena tidak diminati oleh yang mendengar, sementara nyanyian yang dinyanyikannya itu ternyata bersumber dari ayat-ayat Al-Qur’an, maka yang mendengarnya mengucapkan dua kata yang terkenal, yaitu “persaben” atau “amin”.
Baca juga: Lagu Odading
Menurut Antonio d’Oliveira Pinto da Franca, mantan duta besar Portugal untuk Indonesia, dalam Pengaruh Portugis di Indonesia, kata persaben berasal dari bahasa Portugis, passe bem, yang artinya selamat tinggal (good bye).
“[Persaben] digunakan di Jakarta untuk menolak seorang pengemis,” tulis Pinto.
Sedangkan kata “amin” yang artinya “terimalah, kabulkanlah” diucapkan oleh pendengar itu karena menganggap ayat-ayat Al-Qur’an sebagai doa.
“Dari kata yang terakhir inilah lahir kata ngamen, yaitu bentuk kata kerja untuk amin,” tulis Ensiklopedi Musik.
Baca juga: Iwan Fals Dituduh Menghina Ibu Negara
Sementara itu, menurut Rony Lantip, pegiat aksara Jawa, kata amen terdapat dalam bahasa Kawi yang artinya “pemain”. Dalam Kamus Bausastra Jawa, kata amen-amen atau men-men artinya “pergi kesana kemari mencari sesuatu/penghasilan”.
Meskipun demikian, orang Jawa menyebut pengamen dengan padanan kata amen-amen atau men-men, yaitu mbarang yang juga berasal dari bahasa Kawi.
Mbarang dalam Ensiklopedi Musik Jilid 1 A–L dijelaskan pada entri kata barang. “Barang dibaca secara Jawa menjadi mbarang, mulanya dimaksudkan untuk orang-orang yang bergabung dalam suatu rombongan sandiwara keliling. Kemudian perkataan ini dipakai juga untuk orang yang menyandang alat musik tertentu, menyanyi di setiap halaman atau luar pagar rumah, dengan mengharap upah ala kadarnya. Terakhir mbarang disebut sebagai pemusik kaki lima untuk menghapus kesan dan prasangka bahwa kebiasaan itu sama dengan mengemis."
Baca juga: Awal Mula Pedagang Kaki Lima
Menurut Ensiklopedi Musik Jilid 2 M–Z, pengertian ngamen yang berkesan mengemis kemudian mulai samar-samar kabur. Itu disebabkan para pengamen yang banyak mangkal di Jakarta Selatan ternyata anak-anak dari keluarga mampu, tetapi melakukan ngamen sebagai hobi merangkap iseng mencari uang satu-dua perak.
“Dari kalangan ngamen seperti yang disebut terakhir, tampil nama seperti Ali Usman, Iwan Fals, Anto Baret, dll,” tulis Ensiklopedi Musik. “Kini kata ngamen berlaku juga bagi pemusik atau penyanyi yang melakukan kegiatan musiknya di hotel-hotel berbintang.”
Pengamen pun bisa menjadi musisi besar, seperti Iwan Fals. Syaratnya berani berkarya menciptakan dan menyanyikan lagu-lagu sendiri. Dan yang juga penting tetap rendah hati.
Tulisan ini diperbarui pada 24 April 2022.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar