Amerika, Hamburger, dan Perang Dunia I
Hamburger disebut sebagai makanan khas Amerika meski memiliki kaitan historis yang erat dengan Jerman. Nama hamburger sempat diganti karena alasan politis hingga memunculkan istilah burger yang kini terkenal.
SIAPA yang tak mengenal hamburger? Makanan yang terdiri dari roti, daging olahan, sayur dan berbagai saus ini begitu populer di berbagai belahan dunia, khususnya Amerika Serikat. Popularitas hamburger meningkat seiring dengan munculnya gerai makanan siap saji (fast-food) di Negeri Paman Sam pada awal abad ke-20. Gerai-gerai makanan tersebut berlomba menyediakan menu hamburger dengan berbagai variasi bahan dan ukuran untuk menarik minat konsumen. Alhasil kemudian hamburger menjadi salah satu ikon budaya populer Amerika.
Kendati dianggap sebagai makanan khas Amerika, asal-usul hamburger disebut berkaitan erat dengan Jerman, tepatnya kota Hamburg. Hamburg merupakan kota pelabuhan penting di Jalur Hamburg-Amerika dan menjadi salah satu titik keberangkatan utama para emigran Eropa menuju Negeri Paman Sam pada abad ke-19. Para imigran yang kebanyakan orang Jerman inilah yang kemudian mempopulerkan sebuah hidangan bernama Hamburg steak yang kelak menjelma menjadi hamburger.
Sejarawan makanan Amerika Josh Ozersky menulis dalam The Hamburger bahwa di Hamburg pada abad ke-19 daging sapi biasanya disajikan dalam bentuk cincang atau potongan, sebuah hidangan yang konon berasal dari Rusia (Tatar). Dimasak dengan olesan mentega yang menggugah selera, Hamburg steak adalah jenis makanan yang cukup diminati karena harganya murah namun bergizi. Lambat laun, cita rasa Hamburg steak yang mengguggah selera tak hanya disukai para imigran Eropa, orang-orang Amerika juga mulai melirik dan tertarik untuk mencicipi makanan ini.
Baca juga:
“Di kota-kota, di antara kelas bawah, Hamburg steak menemukan jalan menuju kejayaannya. Ada banyak pekerja yang harus diberi makan, dan mereka menginginkan makan siang daging sapi yang murah dan bergizi. Hamburg steak adalah cara termurah bagi orang Amerika yang paling miskin untuk makan daging sapi,” tulis Ozersky.
Sementara itu, menurut Andrew F. Smith dalam Hamburger: A Global History, kehadiran hamburger didorong oleh industrialisasi Amerika. Pada akhir abad ke-19, pabrik-pabrik bermunculan di berbagai kota. Para pekerja biasanya tinggal agak jauh dari pabrik-pabrik yang baru dibangun, dan tidak mungkin bagi mereka untuk pulang ke rumah hanya untuk makan siang atau makan malam seperti yang mereka lakukan di masa lalu. Kondisi ini membuat para pekerja sering membawa makanan mereka ke tempat kerja, tetapi jenis layanan makanan lain dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan ini. Di beberapa pabrik besar misalnya, mulai tersedia kantin untuk para pekerjanya.
“Kesibukan para pakerja yang berlangsung hingga malam hari ini dimanfaatkan Walter Scott dari Providence, Rhode Island, untuk membuat usaha kaki lima, di mana ia menjual roti lapis, telur rebus, roti mentega, kue, dan kopi kepada para pekerja. Sekitar pukul 20.00, ia memarkir gerobaknya di luar pabrik percetakan koran setempat, yang beroperasi sepanjang malam, dan duduk menunggu pelanggan. Para pekerja akan keluar menuju gerobak Scott untuk memesan dan menerima makanan mereka melalui jendela samping dan menyantapnya sambil berdiri di dekat gerobak atau membawanya ke tempat lain,” tulis Smith.
Kesuksesan yang diraih Scott menarik perhatian sejumlah pengusaha lain yang segera mengikutinya. Tak hanya di saat malam, gerobak-gerobak yang menjual berbagai makanan dan minuman itu juga beroperasi di siang hari, saat jam makan siang para pekerja. Tidak seperti model sebelumnya, gerobak makan siang yang baru memiliki pemanggang gas sehingga dapat menyajikan makan panas. Salah satu menu makanan yang disajikan oleh para pedagang kaki lima itu adalah Hamburg steak. Namun, karena makan sambil berdiri dengan menggunakan peralatan makan sulit untuk dilakukan, para pedagang mulai mencari cara untuk mensiasatinya. Salah satunya dengan menjajakan sebuah makanan yang menempatkan patty daging sapi di dalam roti.
Siapa penjual yang pertama kali menjajakan Hamburg steak di antara dua potong roti tidak diketahui. Tetapi pada 1890-an, steak daging ini telah menjadi hidangan klasik Amerika. Laporan tentang “hamburger steak sandwich” muncul di berbagai suratkabar di sejumlah tempat. Di Chicago misalnya, sebuah artikel di Tribune melaporkan: “Makanan favorit yang terkenal, hanya seharga lima sen, adalah roti isi Hamburger steak, yang dagingnya disiapkan dalam roti kecil dan dimasak saat Anda menunggu di pom bensin.” Sementara itu, di Los Angeles, hamburger didefinisikan sebagai “roti lapis dengan isian daging dan bawang Bombay.”
Baca juga:
Popularitas hamburger yang terus meningkat membuat makanan ini tak hanya dijual oleh para pedagang kaki lima. Memasuki abad ke-20, sejumlah restoran juga mulai menyajikan hamburger sandwich.
“Pada awal abad ke-20, istilah ‘hamburger sandwich’ telah disingkat menjadi ‘hamburger’ atau hanya ‘burger’. Hamburger juga mulai disajikan di kantin-kantin sekolah, di mana hamburger dipromosikan sebagai ‘makanan yang baik dan sehat, makanan yang bergizi dan mengenyangkan, tapi tidak terlalu berat.’ Dan, terlebih lagi, anak-anak menyukainya,” tulis Smith.
Meski telah mendapat tempat di hati banyak orang Amerika, hamburger menghadapi tantangan cukup besar terkait asal-usulnya yang berkaitan dengan Jerman pada 1910-an, tepatnya ketika Perang Dunia I pecah di Eropa. Keikutsertaan Amerika dalam Perang Dunia I memicu gelombang ketidaksukaan terhadap segala hal yang berkaitan dengan Jerman di Negeri Paman Sam. Linda Barrett Osborne menulis dalam Come on In, America: The United States in World War I, setelah tahun 1917, semua yang berbau Jerman diserang. Warga Amerika keturunan Jerman, bahkan yang sudah lama menjadi warga negara, mengalami diskriminasi parah –dan kebencian yang terang-terangan– karena mereka berasal dari negara musuh Amerika. Tak hanya itu, bahasa Jerman yang sebelumnya menjadi pelajaran umum di sejumlah sekolah mulai dihilangkan. Para pemain orkestra pun memilih untuk tidak memainkan musik karya komponis Jerman seperti Ludwig van Beethoven.
Hamburger pun turut jadi sasaran. Namun alih-alih melarang warganya untuk menyantap makanan ini, Amerika justru memilih untuk mengganti nama makanan tersebut karena dianggap berkaitan erat dengan Jerman.
“Ungkapan-ungkapan yang berasal dari Jerman pun berubah – sauerkraut (makanan khas Jerman yang terbuat dari fermentasi kol atau kubis, red.) diubah namanya menjadi liberty cabbage dan hamburger menjadi liberty sandwich,” tulis Osborne.
Propaganda ini dilakukan untuk membujuk masyarakat Amerika agar melupakan istilah hamburger. Oleh karena itu, selain hamburger sandwich (makanan yang disajikan dengan daging berada di antara dua bagian roti) yang diganti menjadi liberty sandwich, hidangan hamburger steak (makanan yang menyajikan potongan daging cincang) juga kerap diiklankan sebagai Salisbury Steak.
Baca juga:
Menurut Francesco Buscemi dalam From Body Fuel to Universal Poison: Cultural History of Meat, 1900-The Present, istilah hamburger juga tidak diartikan sebagai gabungan dari kata Hamburg-er, tetapi sebagai gabungan dari kata ham+burger, seakan-akan dagingnya terdiri dari daging ham. Hal ini dilakukan agar nama makanan yang sangat digandrungi masyarakat Amerika itu tidak berkaitan langsung dengan musuh melalui kata Hamburg.
“Sebenarnya, istilah burger tidak ada, tetapi dengan cepat menjadi populer. Dengan demikian, asal-usul hidangan ini yang berasal dari Jerman menjadi hilang sama sekali. Menariknya, sejak saat itu kata burger yang baru muncul justru sering digunakan untuk menyebut hamburger, baik untuk merek komersial, ataupun untuk menunjukkan suatu hidangan, seperti burger ayam, burger daging sapi, dan lainnya,” tulis Buscemi.
Kendati berhasil memunculkan istilah baru yakni burger, gerakan untuk mengganti nama hamburger yang terjadi imbas Perang Dunia I tak dapat dikatakan berhasil. Sebab istilah hamburger tidak hanya telah masuk ke dalam bahasa tetapi juga ke dalam perut warga Amerika Serikat.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar