Komandan Resimen Dikagetkan Tank Jadi-jadian
Kisah para prajurit yang kerap keliru menerjemahkan keadaan. Situasi haru mendadak berubah menjadi kepanikan.
Setelah pertempuran Titi Bambu, Letkol Djamin Gintings memerintahkan penggotongan keenam prajurit Kompi Markas yang masih hidup ke Kampung Suka. Dalam proses evakuasi dan identifikasi, tiga orang prajurit tak ditemukan. Mereka ternyata hanyut terbawa arus Sungai Lau Biang yang deras. Sementara itu, enam prajurit lainnya dipastikan meninggal. Dalam suasana penuh duka, komandan Resimen I Sumatra itu tetiba dikejutkan oleh suara teriakan.
“Awas, Tank datang!”
Mendengarnya, sontak saja situasi dilanda hiruk-pikuk. Dikira tentara Belanda datang. Tapi, mujurlah kepanikan itu tak berlangsung lama. Sejurus kemudian diketahui bahwa tank yang digembar-gemborkan itu adalah kereta lembu petani yang baru pulang dari ladang. Deru langkah lembu itu memang terdengar menghentak tanah dengan keras.
“Dalam suasana sedemikian haru dan duka masih ada prajurit-prajurit kita yang mampu rupanya membuat lelucon,” kenang Gintings dalam catatan hariannya yang diterbitkan dengan judul Titi Bambu: Saksi Bisu Tumpahnya Darah Pejuang Resimen IV, Divisi X dalam Perang Gerilya.
Baca juga: Istri Jenderal Minta Panser
Gintings cepat berpaling begitu keadaan terkendali kembali. Ia melanjutkan proses evakuasi terhadap jenazah-jenazah pasukannya yang terbaring di tanah. Kampung terdekat dari Sungai Lau Biang adalah Seberaya, sekaligus markas darurat Resimen I. Dengan tandu yang terbuat dari bambu, tubuh para prajurit nahas itu dibawa ke Seberaya untuk dimakamkan.
Menunggu pemakaman, jenazah disemayamkan di sebuah ruangan yang dijaga pasukan Kawal Kehormaan. Seluruh perhatian pasukan Resimen I ditujukan kepada peristiwa yang baru saja terjadi pada siang harinya. Tak dilupakan pula enam prajurit lainnya yang mengalami luka-luka berat. Malam itu diambil keputusan untuk memakamkan ke-6 prajurit Kompi Markas Resimen I pada keesokannya, 22 Agustus 1947 pukul 9 pagi. Sempat timbul ketakutan di kalangan pasukan bahwa Belanda akan datang menyerang. Tetapi, risiko itu diambil oleh komandan resimen.
Dalam suasana perkabungan itu, insiden yang menggegerkan terjadi lagi. Seorang prajurit dari Kawal Kehormatan melaporkan bahwa tikar penutup salah satu jenazah bergerak-gerak. Kemungkinan ada yang masih hidup, begitu katanya. Untuk memastikannya, Gintings memanggil Semin Sinuraya, staf bagian kesehatan Resimen I, untuk melakukan pemeriksaan.
“Ternyata bergerak-geraknya tikar penutup itu karena ulah seekor anjing yang masuk mencari,” tutur Gintings yang untuk kedua kalinya kecele.
Baca juga: Alex Kawilarang Kena Prank
Pagi harinya, upacara pemakaman diselenggarakan di tengah cuaca mendung dan matahari redup. Ketika matahari menyembul, para prajurit ditugaskan menggali lubang makam. Baik penduduk Seberaya maupun warga kampung tetangga turut berdatangan mengikuti upacara pemakaman. Menurut Gintings, mereka bertanya, putra-putra siapa yang telah gugur itu, serta di mana kampung asalnya. Sebagian lagi meratap layaknya orang meratapi kematian anak sendiri. Gintings sendiri selaku komandan resimen bertindak sebagai inspektur upacara yang memimpin upacara pemakaman/
“Engkau para pahlawan sudah gugur. Kami berjanji akan lebih hebat melancarkan perjuangan sampai cita-cita kemerdekaan dari bangsa kita tercapai sepenuhnya. Yang patah akan tumbuh, yang hilang akan berganti. Patah tumbuh hilang berganti,” ucap Ginting dalam perkabungan yang diiringi linangan airmata itu.
Baca juga: Belanda Membantai TNI dalam Pertempuran Titi Bambu
Tambahkan komentar
Belum ada komentar