Kisah Sukarno dan Planetarium
Sebuah gagasan nyata dari Bung Karno agar Indonesia tidak tertinggal dari negara lain dalam bidang sains.
Bila berbicara tentang Sukarno, kita tentu tak bisa mengabaikan gagasan-gagasannya yang tertuang nyata. Monumen Nasional, Hotel Indonesia, Stadion Utama Gelora Bung Karno hingga Masjid Istiqlal adalah deretan bangunan hasil pemikiran Sang Proklamator, yang lahir di Surabaya ini.
Mempertimbangkan perjalanan bangsa ini, bangunan-bangunan itu merepresentasikan pemikiran-pemikiran Sukarno yang melampaui zamannya. Planetarium, misalnya, muncul dari keyakinan bahwa ada pemikiran masyarakat umum tentang luar angkasa pada masa itu yang perlu diluruskan.
Baca juga: Menggali Budaya Astronomi Nusantara
Bung Karno menggagas pembangunan planetarium pada 1963. Pada tahun berikutnya, gagasan ini mulai diwujudkan. Bung Karno hadir langsung pada pemancangan tiang pertama pembangunan planetarium di kompleks Taman Ismail Marzuki, Jakarta.
“Kita kadang masih kerdil, masih kecil. Misalnya kita ini masih banyak yang ber-gugon tuhon, bertakhayul. Mengira bahwa gerhana terjadi karena bulan digerogoti oleh Batara Kala. Mengira bahwa jikalau ada Bahasa jawanya lintang kemukus nanti akan datang pagebluk, (bencana),” kata Sukarno yang termuat dalam arsip pidato Sukarno periode 1958-1968 milik ANRI.
Selain ingin membuktikan bahwa berbagai peristiwa ruang angkasa bukanlah hal mistis, Bung Karno membangun planetarium untuk menumbuhkan minat masyarakat, terutama generasi muda saat itu, terhadap dunia ilmu pengetahuan astronomi.
“Selain untuk menghilangkan takhayul, gagasan tentang pembuatan planetarium ini adalah hal yang sangat positif dari seorang Bung Karno sebagai upaya membina bangsa atau nation building. Juga supaya kita tidak tertinggal dari negara lain dalam hal ilmu pengetahuan dan teknologi,” ulas Widya Sawitar (64), mantan astronom di Planetarium dan Observatorium Jakarta sejak 1992 hingga pensiun pada April 2020.
Planetarium dan Observatorium Jakarta akhirnya diresmikan pada 10 November 1968 dan diresmikan langsung oleh Ali Sadikin yang saat itu menjabat sebagai Gubernur Jakarta. Setahun kemudian, Planetarium dan Observatorium Jakarta dibuka untuk umum.
Saat ini, Planetarium dan Observatorium Jakarta sedang direvitalisasi. Bila kita berkunjung kesana sekarang, kita akan melihat banyak pekerja dan berbagai alat berat beroperasi supaya planetarium tetap menarik dan relevan dengan masa.
Saat ini, dinding-dinding yang sebelumnya menampilkan gambar-gambar berbagai hal tentang luar angkasa sudah dibersihkan untuk didekorasi ulang. Teater yang dulu menjadi tempat orang duduk untuk mengalami suasana ruang angkasa hanya menyisakan satu kursi. Kursi lainnya sudah dibongkar untuk kemudian diganti dengan yang baru. Teropong bintang masih pada tempatnya. Namun, bangunan observasi benda angkasa ini juga masih dalam proses pembangunan dan belum dibuka untuk umum.
“Semoga planetarium ini akan tetap berdiri dan diperbarui sesuai masanya karena planetarium dapat menjadi oase dan penyampai informasi astronomi berbasis sains dan budaya serta dapat menjadi sumber inspirasi dalam perkembangan iptek Indonesia itu sendiri,” tutup Widya.
Baca juga: Cerita Awal Taman Ismail Marzuki
Baca juga: Status Cagar Budaya untuk Planetarium dan Observatorium Jakarta
Tambahkan komentar
Belum ada komentar