Cara William Thompson Menipu Orang Kaya
William Thompson berpakaian layaknya pria dari kalangan atas untuk menipu orang-orang kaya. Ia dikenal dengan sebutan the confidence man.
DI sepanjang sejarah, selalu ada penipu dan pencuri yang mengambil uang orang lain dengan cara bicara sopan dan cerita muluk memikat. Salah satunya adalah William Thompson, penipu yang menggegerkan masyarakat New York City pada abad ke-19.
Pada akhir tahun 1840-an, pantai timur Amerika Serikat dibanjiri orang kaya baru. Para pria kaya itu mengenakan topi tinggi saat beraktivitas di luar rumah. Tak hanya sebagai aksesoris tapi juga untuk menunjukkan status sosial sehingga dianggap orang penting.
Pada masa yang dikenal sebagai era Victoria itu tata krama berlebihan umum dilakukan masyarakat. Menurut Steven Lazaroff dan Mark Rodger dalam History’s Greatest Deceptions and Confidence Scams ini juga merupakan masa di mana para pria marak menggunakan jam tangan saku yang menggantung pada rantai emas.
“Kepekaan Victoria menyatakan bahwa semakin besar dan berkilau sebuah arloji, semakin dan berkilau pula pria itu,” tulis Lazaroff dan Rodger.
Kondisi tersebut dimanfaatkan oleh William Thompson yang dijuluki confidence man, yang berkembang menjadi con-man atau con-artist, istilah untuk penipu. Tak diketahui secara pasti mengenai asal-usulnya. Namun, saat beraksi sebagai penipu di sekitar New York City, ia terlihat mengenakan pakaian mahal dan berkeliaran di lingkungan orang-orang kaya.
William mencermati bagaimana orang-orang kaya berinteraksi dan bersosialisasi. Dari pengamatan tersebut, ia tahu bahwa mereka sering tak mengenal lawan bicaranya saat beramah-tamah di suatu acara maupun sekadar berpapasan di jalan. Atas dasar sopan santun dan tata krama berlebihan itu pula para pria kaya ketika berhadapan dengan orang asing yang mengaku sebagai teman akan bertindak seolah-olah mengingat pertemuan yang tidak pernah terjadi.
Baca juga: Jalan Pintas Menuju Harta, Tahta, dan Wanita
Berdasarkan hal itu, tak sulit bagi William untuk mendekati targetnya. Saat tengah berjalan di sepanjang jalan kota, ia akan berpura-pura mengenal mereka. Setelah mengobrol dengan ramah dan sedikit membangun kepercayaan, Wlliam akan memancing korbannya dan bertanya “Apakah Anda percaya kepada saya untuk mempercayakan arloji Anda kepada saya sampai besok?”
Lazaroff dan Rodger menyebut William tak selalu mengatakan hal itu untuk mengambil arloji korbannya. Tak jarang ia juga meminta uang. “Setelah memberikan apa yang diminta oleh William, pria kaya itu pun berpisah dengan arloji atau uangnya (atau terkadang keduanya), dan William akan pergi, berjanji untuk bertemu keesokan harinya untuk mengembalikan barang tersebut,” sebut Lazaroff dan Rodger.
Baca juga: "Steve McQueen" Merampok Duit Haram Presiden
Tentu saja janji itu sekadar janji. Keesokan harinya William tak muncul untuk mengembalikan barang pria kaya itu. Ia mengulangi aksinya hingga berkali-kali sampai akhirnya bertemu mantan korbannya yang segera memanggil polisi untuk menangkapnya.
Menurut Nate Hendley dalam The Big Con: Great Hoaxes, Frauds, Grifts, and Swindles in American History, saat William ditangkap pada musim panas Juli 1849, surat kabar New York Herald menyebutnya confidence man. “Istilah ini kemudian dipopulerkan oleh penulis Herman Melville, yang novelnya berjudul The Confidence-Man dirilis pada 1857. Buku Melville diyakini terinspirasi oleh aksi penipuan yang dilakukan William di kalangan masyarakat kelas atas di New York City,” tulis Hendley.
Penangkapan William menarik perhatian publik dan menjadi berita utama. William kemudian diadili dan dinyatakan bersalah oleh juri. Ia ditahan di penjara Sing Sing.*
Tambahkan komentar
Belum ada komentar