top of page

Sejarah Indonesia

25 November 1867 Kantor Cabang Djb Surakarta Didirikan

25 November 1867: Kantor Cabang DJB Surakarta Didirikan

Setelah menyasar wilayah pesisir dan kota-kota pelabuhan, DJB melakukan pertaruhan dengan membuka kantor cabang di wilayah pedalaman.

25 November 2022

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Gedung Kantor Cabang De Javasche Bank Soerakarta sekitar tahun 1915-1925. (Tropenmuseum).

Ketika perjalanan dinas ke Yogyakarta, Direktur De Javasche Bank (DJB) C.F.W. Wiggers van Kerchem punya gagasan untuk mendirikan kantor cabang DJB di Surakarta. DJB sudah punya lima kantor cabang yang berada di wilayah pesisir atau kota-kota pelabuhan. Pendirian kantor cabang di wilayah pedalaman merupakan suatu kebutuhan. Gagasan itu terealisasi pada 25 November 1867 dengan berdirinya De Javasche Bank Agentschap Soerakarta (Kantor Cabang DJB Surakarta).


De Javasche Bank (DJB), cikal-bakal Bank Indonesia, merupakan bank sirkulasi yang didirikan pemerintah kolonial pada 1828. Ia adalah bank sirkulasi pertama di Asia. Kantor pusatnya di Batavia (Jakarta).


Oleh pemerintah Kerajaan Belanda, DJB diberikan octrooi atau hak-hak istimewa untuk bertindak sebagai bank sirkulasi. Atas perannya tersebut, DJB memiliki wewenang untuk mencetak dan menyebarkan uang gulden di Hindia Belanda. Tak hanya sebagai bank sirkulasi, DJB juga berfungsi sebagai bank umum yang dapat menerima deposito, wesel, pemberian kredit, serta jual-beli emas dan perak batangan.



Setelah setahun beroperasi, DJB mendirikan kantor cabang di berbagai wilayah Hindia Belanda. Lokasinya dipilih berdasarkan perkembangan ekonomi dan keuangan wilayah tersebut. Maka, berdirilah kantor-kantor cabang DJB di Semarang (1829), Surabaya (1829), Padang (1864), Makassar (1864), dan Cirebon (1866).


Menurut Darsono dalam Perjuangan Mendirikan Bank Sentral Republik Indonesia, awalnya pendirian kantor cabang DJB dilakukan di wilayah-wilayah yang merupakan kota pelabuhan, bandar-bandar besar di Jawa, serta sentra perdagangan. Ramainya arus lalu lintas ekonomi dan perdagangan di wilayah-wilayah tersebut berimplikasi pada kebutuhan akan uang dan peredaran uang yang masif. 


Surakarta (Solo) menjadi wilayah pedalaman pertama yang dipilih DJB untuk mendirikan kantor cabangnya.


Terpilihnya Surakarta tentu punya alasan. Antara lain perkembangan ekonomi Surakarta yang dinamis, pesatnya pertumbuhan industri batik, dan berkembangnya sektor perkebunan yang berorientasi ekspor. Melihat kenyataan tersebut, Gubernur DJB C.F.W. Wiggers van Kerchem melakukan safari ke Surakarta. Setelah kunjungannya itu, van Kerchem mengirim suatu telegram kepada direksi DJB di Batavia terkait rencana pendirian kantor cabang DJB di Surakarta. 



Gagasan tersebut ditanggapi positif dan disetujui dalam Rapat Direksi pada 12 Juli 1867. Notulensi Rapat Direksi tersebut menyebut bahwa rencana pendirian kantor cabang DJB Surakarta akan mendapat pengawasan dan arahan dari kantor cabang DJB di Semarang.

Selanjutnya, sebagaimana ditulis dalam buku Harmoni dalam Perbedaan: Bank Indonesia dalam Dinamika Ekonomi Solo Raya, rencana pendirian kantor cabang DJB Surakarta kembali diangkat dan menjadi salah satu agenda pembahasan dalam Rapat Umum Pemegang Saham pada 24 Juli 1867.


Dalam perjalanannya, pendirian kantor cabang DJB Surakarta nyatanya tidak berjalan mulus. Terjadi silang pendapat. Butuh sepuluh kali Rapat Direksi guna memperoleh jawaban final.


Dalam perdebatan itu, van Kerchem berkeyakinan bahwa kelak Surakarta berkembang menjadi wilayah yang perekonomiannya tumbuh bergeliat. Dengan begitu, DJB tidak akan mengalami kerugian dan kehadirannya diperlukan. Selain urgensi ekonomi, kepentingan politik dalam rangka meneguhkan kekuasaan Belanda di wilayah koloni turut menjadi alasan lain perlunya mendirikan kantor cabang DJB di Surakarta.


Dari hasil Rapat Direksi pada 29 Juli 1867 dan atas persetujuan Gubernur DJB, D.N. Versteegh (pemimpin kantor cabang DJB Semarang) dan A.W. Verkouteren (pejabat pimpinan sementara cabang Surakarta) mengawali kegiatan kantor baru di Surakarta. 



Setelah melalui prosedur Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa, dengan Surat Keputusan No. 15 tanggal 23 Oktober 1867 disetujui pendirian kantor cabang DJB Surakarta.


Sebagaimana tertera dalam arsip “Sekilas Sejarah Pendirian Kantor Cabang Solo”, koleksi Arsip De Javasche Bank yang tersimpan dalam Khazanah Arsip Bank Indonesia, De Javasche Bank Agentschap Soerakarta (kantor cabang DJB Surakarta) secara resmi berdiri pada 25 November 1867 dengan A.W. Verkouteren sebagai pemimpinnya.


Kantor cabang DJB Surakarta ditutup pada masa pendudukan Jepang. Kemudian dibuka kembali dan akhirnya menjadi bagian dari nasionalisasi DJB menjadi Bank Indonesia pada 1951. Kini ia menjadi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Solo.*

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Film “The Voice of Hind Rajab” jadi antidot amnesia kisah bocah Gaza yang dibantai Israel dengan 335 peluru. PBB menyertakan tragedinya sebagai bagian dari genosida.
Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Dulu, orang Dayak dituduh pembakar hutan yang lebih berbahaya dari industri. Padahal, tidak banyak lahan hutan alam Kalimantan yang mereka gunduli.
Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Korupsi sejak masa VOC hingga kolonial Belanda terekam dalam arsip. Korupsi akan terus ada karena berkaitan dengan kekuasaan, kewenangan, dan keserakahan manusia.
Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Dari pelatih sepakbola Timnas Indonesia Toni Pogacnik hingga pembalap Hengky Iriawan. Sejumlah pahlawan olahraga yang mewarnai sejarah Indonesia dimakamkan di TPU Petamburan.
Foto "Gadis Napalm" yang Kontroversial

Foto "Gadis Napalm" yang Kontroversial

Cerita di balik potret bocah-bocah yang menangis histeris saat terjadi serangan napalm di Perang Vietnam. Kini atribusi fotonya jadi polemik.
bottom of page