MENJELANG Piala Asia U-20 di Uzbekistan (1-18 Maret 2023) dan Piala Dunia U-20 (20 Mei-11 Juni 2023) di rumah sendiri, tim nasional (timnas) Indonesia U-20 memantapkan persiapan di turnamen internasional mini “rasa” persahabatan, 18-21 Februari 2023. Fiji, Guatemala, dan Selandia Baru diundang dalam turnamen yang bersistem round-robin itu.
Namun, upaya tim “Garuda Muda” untuk berproses matang diri itu dinodai perkelahian dengan pemain lawan di laga pembukanya pada Sabtu, 18 Februari, lalu di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK) kontra Fiji U-20. Meski Indonesia menang telak 4-0, laga itu diwarnai keluarnya empat kartu merah dan dinodai baku-hantam antarpemain di menit ke-89.
Perkelahian itu diawali dari perseteruan antara bek timnas Frengky Missa dan bek Fiji Pawan Pratap Singh. Frengky terkena dua kali bogem mentah dari Singh hingga memicu keributan dua kubu pemain. Pelatih timnas, Shin Tae-yong (STY), yang memprotes keras kelakuan pemain lawan bahkan mendapat dorongan. STY jelas kecewa dan tak menyangka perilaku pemain Fiji seperti sengaja dilatih kasar guna merobohkan pemain lawan.
“Seharusnya kejadian di lapangan (keributan, red.) tidak terjadi. Apalagi sampai ada kartu merah. Kejadian ini pastinya sangat mengecewakan bagi kami karena Indonesia dan Fiji sama-sama dalam persiapan menuju turnamen,” ujar STY pasca-laga.
Baca juga: Mula Tim Garuda
Di sisi lain, Fiji Football Association (FFA) tak menutup mata. Mengutip laman resmi FFA, 18 Februari 2023, Presiden FFA Rajesh Patel meresponnya dengan memulangkan pemainnya yang memicu perkelahian itu dan akan memberi sanksi disiplin tegas. Federasi sepakbola Fiji juga meminta maaf kepada manajemen dan pemain timnas serta publik Indonesia.
“Fiji FA tidak akan membiarkan perilaku seperti itu dari pemain nasional kami di dalam tim. Kami akan menindak tegas pemain yang mencederai sepakbola dan negara,” tutur Patel.
Fiji U-20 sendiri, sebagai runner-up OFC U-19 Championship 2022, akan jadi satu dari 24 peserta Piala Dunia U-20 2023 di Indonesia. Turnamen terbesar kedua dalam kalender FIFA tersebut juga akan jadi keikutsertaan kedua Fiji U-20 yang melakoni debut di Piala Dunia U-20 pada 2015 di Selandia Baru dengan hasil akhir babak grup semata.
Baca juga: Piala AFF, Turnamen Para Jawara Asia Tenggara
Dari Misionaris Eropa hingga Dominasi India
Levuka, kota di tepi pantai Pulau Ovalau, Fiji di Pasifik Barat punya panorama alam yang elok. Di kawasan Nasova, pada 10 Oktober 1874 penguasa terakhir Kerajaan Fiji, Ratu Seru Epinesa Cakobau, menandatangani Deed of Cession atau penyerahan formal Kepulauan Fiji menjadi koloni Inggris.
Maka kota itu masih kental dengan bangunan-bangunan bernuansa Eropa karena hingga 1877 pun Levuka dijadikan ibukota koloni. Bermacam kultur Eropa pun mulai terasa di berbagai aspek kehidupan yang dibawa para pendatang Eropa, salah satunya sepakbola.
Mengutip suratkabar The Sun, 18 Maret 2021, Levuka selain menjadi pusat penyebaran agama juga jadi pusat dimulainya permainan “si kulit bundar” di tanah “Viti” atau sebutan Fiji bagi orang-orang Austronesia. Para misionaris Eropa sejak 1889 selalu mengikutsertakan permainan sepakbola sebagai salah satu program sekolah-sekolahnya.
Baca juga: Singa Atlas Mengaum di Pentas Sepakbola
Rewa, Levuka, dan Suva FC jadi tiga klub pertama yang lahir di Kepulauan Fiji, yakni pada medio 1905 –kini hanya Suva FC yang masih bertahan dan jadi klub tertua yang masih eksis. Tentu, klub-klub perintis itu masih eksklusif dan terbatas untuk orang-orang Eropa yang berbisnis di Fiji maupun para pegawan dan pejabat kolonial.
Sebagaimana olahraga rugby, pada 1920-an sepakbola mulai dilirik kalangan “I-Taukei” (masyarakat bumiputera). Kendati begitu, sebagaimana di banyak koloni, sepakbola di Fiji masih tersegregasi. Tim-tim Eropa, pendatang India, maupun bumiputera punya turnamen amatir di distrik masing-masing.
Pada 1924, kalangan bumiputera menghadirkan Turnamen Ricarnie Cup untuk mempertemukan para juara di distrik masing-masing. Nasau Park di Levuka pula yang jadi venue utama ketika tim amatir Sawani dari Naitasiri memenangkan edisi perdananya, diikuti tim Bau di tahun berikutnya.
Di era 1920-an juga gelombang pendatang India makin masif. Selain punya tim-tim amatir dan turnamen internal, mereka dengan bantuan beberapa pebisnis Eropa bahkan jadi yang pertama mendirikan asosiasi sepakbola, Fiji Indian Football Association, pada 8 Oktober 1938.
Baca juga: Masalah Sepatu Gagalkan Keikutsertaan India di Piala Dunia
Mengutip Brij V. Lal dalam Historical Dictionary of Fiji, asosiasinya menaungi Inter-Districk Championship dan The Indian Reform League. Kompetisinya pun inklusif, artinya bisa diikuti tim-tim Eropa, India, maupun bumiputera yang makin menaruh minat terhadap sepakbola seiring suksesnya tim rugby Fiji di kawasan Pasifik.
“Pendirian asosiasinya didukung Sir Arthur Stanley Farebrother dan Colonial Sugar Refining Company yang menyumbangkan lapangan dan menawarkan sokongan-sokongan lain, termasuk trofi-trofinya. The Indian Reform League dilahirkan tokoh-tokoh India yang punya pemikiran progresif dengan koneksi misionaris Kristiani, jadi perintis yang mempromosikan permainannya di Suva dan sekitarnya,” tulis Lal.
Enam tahun pasca-Perang Pasifik (1951), asosiasi tersebut direformasi menjadi Fiji Football Assosiation (FFA). Tim nasional Fiji lalu dibentuk di tahun yang sama untuk melakoni debut internasional melawan Selandia Baru pada 7 Oktober 1951. Meski susunan tim yang lebih plural, Fiji tetap harus mengakui kekalahan 4-6 dari Selandia Baru.
“FFA memiliki makna penting bagi identitas kultural walau berawal dari Fiji Indian Football Association. Meskipun kemudian FFA menanggalkan ‘India’ pada nama resminya, tetap saja organisasinya masih didominasi India Fiji,” ungkap Nick Schulenkorf, serta John dan Jack Sugden dalam artikel “Fiji: Trouble in Paradise” yang termaktub dalam buku Managing Sport Development: An International Approach.
Baca juga: Ada Apa dengan Sepakbola India?
Guna menorehkan nama di peta sepakbola dunia, FFA mengajukan diri jadi anggota FIFA pada 1958 dan resmi diterima pada 1964. Dua tahun kemudian, FFA diterima di “keluarga besar” sepakbola Oseania, OFC.
Timnas senior Fiji pertamakali mentas di turnamen regional pada OFC Nations Cup 1973. Sementara, ajang multi-event pertamanya adalah South Pacific Games 1975. Di Piala Dunia, Fiji baru ikut serta kualifikasi Piala Dunia 1982 zona Oseania.
Di antara negeri-negeri Melanesia, Fiji mulai diperhitungkan mulai 1990-an. Di level South Pacific Games, timnas Fiji dua kali meraih medali emas (1991 dan 2003). Sedangkan di pentas OFC Cup/Oseania Cup, dua kali pula Fiji mencapai status juara ketiga: pada 1998 dan 2008.