Sejak dulu tentara dekat dengan olahraga. Tak heran jika banyak pensiunan jenderal yang menjadi pengurus organisasi olahraga. Salah satu purnawirawan yang aktif dalam olahraga adalah Mayor Jenderal TNI (Purn.) Acub Zainal. Dia sudah menaruh perhatian pada olahraga ketika menjabat Panglima Kodam XVII Cendrawasih dan gubernur Irian Jaya (1973–1975).
Acub membangun kebanggaan masyarakat Papua lewat olahraga terutama sepakbola, atletik, dan tinju. Dia ikut membangun tim Persatuan Sepakbola Indonesia Jayapura (Persipura). Setelah selesai menjabat gubernur Irian Jaya, dia mengelola klub sepakbola di Jawa.
Menurut Nurinwa Ki S. Hendrowinoto dalam biografi Acub Zainal: I Love the Army, Acub pernah membawa Persija keluar sebagai juara utama dalam kejuaraan Marah Halim Cup tahun 1977. Pada tahun itu juga, dia mulai bertugas sebagai manajer tim nasional PSSI ke SEA Games.
Baca juga: Perkesa 78, Kisah Klub Sepakbola Orang Papua
Pada November 1978, Acub mendirikan klub sepakbola Perkesa 78. Dia membawa beberapa pemain asal Papua untuk memperkuat Perkesa 78 dalam kompetisi Galatama (Liga Sepakbola Utama). Sayangnya, para pemain Perkesa 78 terlibat skandal suap. Acub yang marah sekaligus sedih membubarkan Perkesa 78. Dia juga mundur sebagai Ketua Bidang Pembinaan Kesebelasan Nasional ketika PSSI dipimpin Ali Sadikin.
Kekecewaan Acub sedikit terobati ketika dia diminta memimpin klub Niac Mitra Surabaya. “Di bawah pimpinan Acub Zainal, Niac Mitra berhasil keluar sebagai juara kompetisi Galatama 1980/1982,” tulis Nurinwa. Niac Mitra kembali juara Galatama pada 1982/1983 dan 1987/1988. Ketika kasus suap melanda Galatama, Acub diangkat menjadi Ketua Tim Peneliti dan Penanggulangan Masalah Suap (TPPMS) PSSI pada 1984.
Kegagalan dengan Perkesa 78 tak menghentikan Acub untuk membangun klub sepakbola. Pada 11 Agustus 1987, dia bersama anaknya, Lucky Zaenal, mendirikan klub sepakbola baru, PS Arema di Malang, Jawa Timur. Arema kerap diartikan sebagai Arek Malang. Arema merupakan klub swasta yang membutuhkan sponsor dan bukan berharap pada pemerintah daerah.
Mulanya Arema tak diacuhkan kebanyakan orang Malang. Acub yang bukan konglomerat berjuang keras di tahun-tahun pertama Arema. Hanya dalam waktu tiga tahun, Arema yang berjuluk Singo Edan mulai menunjukkan prestasinya. Arema menempati peringkat empat dalam Galatama tahun 1990. Akhirnya, Arema berhasil merebut gelar juara Galatama 1992/1993. Pemainnya, Singgih Pitono menjadi top scorer dengan 15 gol.
Baca juga: Acub Zainal dan Lotere untuk PON
“Dari prestasi ini, hal yang membanggakan Acub Zainal adalah Arema meraih juara dengan kekuatan bangsa sendiri, dan lewat tangan pelatih lokal Gusnul Yakin,” tulis Nurinwa. Ini berkat kepemimpinan Acub yang disiplin.
“Acub Zainal itu bisa menempatkan dirinya dalam posisi yang benar. Jika sudah menugaskan seorang pelatih, Acub tak pernah mencampuri urusan pelatih. Dia tahu hanya bisa memberi motivasi,” kata Andi Slamet, tokoh sepakbola asal Surabaya.
Acub selalu mendukung langkah bawahannya. Tetapi dia bisa bertindak tegas kepada bawahannya jika dianggap indisipliner. Seperti terjadi pada Sinyo Aliandoe, pelatih yang membawa Arema ke urutan enam dalam Galatama 1987/1988.
Baca juga: Sejarah Rivalitas Persebaya-Arema
Keberanian dan sikap tegas Acub ditunjukkan ketika dia menjadi manajer tim nasional yang akan disiapkan untuk SEA Games di Manila. PSSI menolak membiayai kelebihan satu pemain ketika tim nasional akan berlaga di turnamen Merdeka Games 1991 di Malaysia. Itu tidak menyurutkan tekad Acub. Dia berada di pihak pelatih, bukan pengurus PSSI.
“Kalau perlu, seorang pemain itu kami biayai sendiri. Sebab, seperti dikatakan trio pelatih, pengiriman ini sangat penting bagi pemain itu sendiri. Agar pemain tidak canggung lagi saat bermain bersama di SEA Games Manila,” kata Acub. Pernyataan Acub ini sekaligus membela trio pelatih tim nasional: Anatoly Polosin, V.I. Urin, dan Danurwindo.
Acub Zainal yang lahir pada 19 September 1927, meninggal dunia pada 4 Oktober 2008. Sepeninggal Acub, Arema tidak hanya bertahan, tetapi juga menjadi kebanggaan warga Malang.*