MAYOR Daan Mogot tak hanya membawa beberapa perwira dan puluhan taruna Akademi Militer Tangerang, tapi juga delapan serdadu Inggris (Sekutu) asal India. Mereka hendak menipu serdadu Jepang di bawah Kapten Abe di Lengkong, Tangerang.
Penipuan itu nyaris sukses karena tentara Jepang mulai percaya kepada Daan Mogot dkk. Ada gelagat tentara Jepang akan menyerahkan senjatanya. Namun, letusan senjata entah dari mana, mengacaukan semuanya. Pertempuran pun pecah, Daan Mogot dan beberapa orang bersamanya gugur dalam Pertempuran Lengkong pada 25 Januari 1946.
Elias Daniel Mogo alias Mayor Daan Mogot, kelahiran Manado, 28 Desember 1928, gugur di usia 18 tahun. Sejak 1943, Daan Mogot ikut Seinen Dojo (pelatihan pemuda) di Tangerang bersama Supriyadi, Zulkifli Lubis, dan Kemal Idris. Dari Seinen Dojo, mereka masuk tentara sukarela Pembela Tanah Air (Peta) di Bogor. Bersama Kemal dan Lubis, menurut Kemal Idris dalam Bertarung dalam Revolusi, Daan Mogot ikut membantu melatih tentara sukarela di Bali.
Baca juga: Gegara Sebuah Tembakan
Daan Mogot adalah anak dari Nicolaas Fredrik Mogot alias Nico Mogot, seorang pegawai negeri dari Minahasa. Daan Mogot masih terhitung sepupu dari Alex Evert Kawilarang, bekas panglima Divisi Siliwangi dan salah satu pendiri Komando Pasukan Khusus (Kopassus).
“Seorang pemuda, famili dari pihak ibu saya, muncul. Ia mengenakan peci hijau, menaiki sepeda motor. Saya masih mengenalnya. Tak banyak berubah ia. Itulah Daan Mogot,” kata Alex Kawilarang dalam Untuk Sang Merah Putih.
Daan Mogot dan Alex Kawilarang berbagi kabar keluarga mereka. Ayah Alex baru setahun terbunuh di perairan Muko-muko, Bengkulu sekitar September 1944 ketika jadi tawanan Jepang. Ayah Daan Mogot juga baru saja dibunuh oleh pihak yang tak bertanggung jawab pada 1945.
Pada masa revolusi kemerdekaan (1945–1949), banyak orang Ambon dan Manado menjadi sasaran, hanya karena banyak yang bekerja kepada pemerintah Hindia Belanda. Bahkan mereka dicap setia kepada Belanda. Padahal orang Jawa juga banyak yang bekerja kepada Belanda. Meski begitu Daan Mogot tidak ragu untuk setia kepada Republik Indonesia. Begitu pula sepupunya, Alex Kawilarang.
Baca juga: Pembantaian di Perkebunan Karet
Ketika Tentara Keamanan Rakyat (TKR) Laut terbentuk di Jawa Timur, seseorang bernama Daan Mogot terlibat di dalamnya. Buku KRIS 45 Berjuang Membela Negara menyebut Daan Mogot yang ini lalu gugur di Sidoarjo, Jawa Timur.
Tidak banyak catatan tentang Daan Mogot yang gugur di Sidoarjo itu. Hal ini tidak aneh karena Mogot adalah sebuah marga Minahasa, Sulawesi Utara. Banyak orang bernama Daniel dari sana yang biasa disingkat Daan. Di dalam laskar Kebaktian Rakyat Indonesia Sulawesi (KRIS) masih ada Daan Mogot lain yang pernah menjadi koordinator di KRIS.
Beberapa tahun kemudian, dalam pasukan SWK-103A di Godean, Yogyakarta, di bawah Mayor Herman Nicolaas Ventje Sumual terdapat seorang perwira intelijen bernama Daan Mogot. Begitu yang diingat Ventje Sumual dalam biografinya, Menatap Hanya ke Depan. Seperti Ventje Sumual, ia juga pernah aktif di KRIS. Banyak orang Minahasa pendukung Republik bergabung dalam laskar KRIS.
Baca juga: Permesta dan Awal Gagasan Otonomi Daerah
Daan Mogot yang terakhir adalah Daan Eduard Mogot. Menurut sejarawan Minahasa, Bode Talumewo, Daan Eduard Mogot berdinas di TNI hingga berpangkat mayor. Ia pernah menjadi komandan Komando Militer Kota (KMK) Manado sebelum menjadi pengusaha.
Daan Eduard Mogot terseret arus pergolakan daerah dalam gerakan Permesta. Ia yang mengajak Kolonel Joop Warouw, Atase Militer Republik Indonesia di Beijing, ikut serta dalam Permesta.
Sejak muda, Daan Eduard Mogot telah berhubungan dengan luar negeri. Apalagi ia seorang pengusaha. Menurut Bode, ia menikah dengan putri seorang jenderal Taiwan. Ventje Sumual menyebut Daan Eduard Mogot dan Jerry Sumendap berperan dalam usaha mendamaikan Indonesia dan Malaysia yang terlibat konfrontasi.*