Masuk Daftar
My Getplus

Di Balik Makam Roso

Keluarga besarnya menjadi serdadu Belanda. Alphons Roso terpisah dari saudara-saudaranya ketika ditawan Jepang.

Oleh: Petrik Matanasi | 03 Sep 2022
Makam A. Roso di Commonwealth War Cemetery, Ambon. (Petrik Matanasi/Historia.ID).

Pada sebuah lereng nan hijau di tengah kota Ambon. Berjejer makam para serdadu Sekutu dalam Perang Dunia II. Ada barisan makam tentara Inggris termasuk dari India, makam tentara Australia di bagian depan, dan makam tentara Belanda di barisan belakang. Salah satu makam menarik perhatian karena namanya yang tertera pada nisan: A. Roso lahir 12 Januari 1924 dan meninggal 15 Juni 1943.

Roso seperti nama Jawa. Nama yang mengingatkan kita pada “roso” dari Mbah Maridjan satu dekade silam. Inisial A pada nama depannya adalah Alphons. Jadi, nama lengkapnya Alphons Roso. Kartu tawanan perang Jepang atas namanya, yang tersimpan dalam Arsip Nasional Belanda, menyebut dia adalah prajurit milisi kelas dua infanteri dengan nomor stamboek 161424. Dia ditangkap di perkebunan teh Sedep di Kertasari, Bandung, pada 8 Maret 1942, ketika Hindia Belanda menyerah kepada Jepang.

Baca juga: Kopral Anthony Menjebol Benteng Salubanga

Advertising
Advertising

Sebelum ditangkap Jepang, Alphons Roso adalah anggota Depot Batalion Infanteri ke-4 di Bandung. Dia berasal dari Jakarta, anak dari H.F. Roso dan Tidja. Dalam beberapa kartu lain, terdapat tawanan perang Jepang dengan nama belakang Roso, dengan nama ayah H.F. Roso. H.F. adalah singkatan dari Henry Ferdinand. Sedangkan nama ibu mereka ditulis Tidja dan Saidjah. Dua nama asli Indonesia itu kemungkinan orang yang sama. Jadi Alphons Roso dan serdadu-serdadu lain dengan nama belakang Roso adalah orang Indo.

Semua serdadu dengan nama belakang Roso itu berasal dari Batavia. Mereka antara lain: Leopold August Roso lahir 23 Maret 1900; Theodorus Frederik Roso lahir 7 Mei 1904; George Alexander Roso lahir 22 November 1910; Henry Victor Roso lahir 22 September 1912; Eddie Wilhelm Roso lahir 2 Juli 1916; dan Johnny Reinier Roso lahir 2 Februari 1921. Berdasarkan nama ayah dan ibu, diperkirakan mereka semua bersaudara dalam sebuah keluarga besar.

Kartu tawanan perang Jepang atas nama Alphons Roso. (Arsip Nasional Belanda).

Mereka rata-rata ditangkap di sekitar Bandung. Sebelum ditangkap, mereka bertugas di sekitar kantor Departemen Peperangan yang berada di Bandung. Menurut surat dari Oorlog Graven Stichting (Yayasan Korban Perang) di Den Haag tanggal 22 Desember 1964, mulanya di tahun 1942, Alphons dan ketujuh saudaranya ditawan di kamp tawanan perang Cimahi.

Alphons kemudian dibawa oleh militer Jepang ke luar Jawa menuju daerah Maluku. Dia terpisah dari saudara-saudaranya yang dibawa ke Singapura. Alphons lalu dibawa ke daerah Kariuw, Pulau Haruku, di utara Pulau Ambon. Jepang mencurigai orang-orang Ambon karena banyak yang menjadi serdadu Belanda. Sebagai tawanan perang, mereka kerap dipekerjakan dalam proyek-proyek militer Jepang. Selama masa pendudukan Jepang di Ambon jatuh banyak korban termasuk Alphons Roso.

Baca juga: Narkim Menerkam Pejuang Aceh

Ketika Alphons Roso tutup usia pada 15 Juni 1943, saudara-saudaranya tidak langsung tahu. Arus informasi di zaman perang kerap tidak sampai ke tawanan perang Jepang. Keluarganya baru tahu Alphons meninggal pada 1945 setelah Perang Dunia II atau Perang Pasifik berakhir.

Pasca Perang Dunia II, tentara Sekutu melakukan penyelidikan tentang kekejaman militer Jepang termasuk di Maluku. Selain itu, korban perang dari tentara Belanda dan tentara Sekutu dikumpulkan di Ereveld Galala, Ambon. Termasuk Alphons Roso yang akhirnya bersemayam di Commonwealth War Cemetery, sebelah Taman Makam Pahlawan Kapaha, kota Ambon.*

TAG

knil pendudukan jepang

ARTIKEL TERKAIT

Dulu Para Sersan Berserikat Sehimpun Riwayat Giyugun Pengawal Raja Charles Dilumpuhkan Orang Bali Pengawal Raja Charles Masuk KNIL Setelah Gerard van Daatselaar Ditawan Masa Kecil Sesepuh Potlot Kombatan Minahasa dalam Serangan Umum Persahabatan Sersan KNIL Boenjamin dan dr. Soemarno Sejumput Kisah Sersan Baidin Pensiunan KNIL Menipu di Salatiga