Masuk Daftar
My Getplus

Alkisah Senjata Berludah

Pistol yang dibubuhi ludah menjadi sebuah penanda uji nyali bagi kalangan revolusioner di Sumatra Utara. Termasuk untuk jagoan bernama Matheus Sihombing.

Oleh: Martin Sitompul | 08 Jul 2021
Lasykar ditangkap KNIl di Tapanuli. Gambar hanya ilustrasi, Foto: Arsip Nasional Belanda.

Mayor Ibrahim Adjie pernah hampir baku tembak dengan seorang perwira Batak sewaktu bertugas di Tapanuli. Saat itu, Ibrahim Adjie memanggil seorang komandan yang terkenal beringas dan jago anggar, untuk diperintahkan berpindah basis. Di luar dugaan, Si Komandan itu malah meminta balik agar Adjie yang mendatangi markasnya. Meski bikin jengkel, Adjie tetap beritikad baik dengan sowan ke markas komandan itu.

Ketika berunding, Sang Komandan bersikukuh mempertahankan basisnya dan ogah pindah. Sikap membangkang itu menyulut Adjie untuk bersikap lebih tegas. Di tengah perdebatan sengit, Sang Komandan mengambil pistol kemudian meludahi ujung larasnya. Sembari meletakan pistol di meja, dia mengancam Adjie.

“Kau aku kasih kesempatan untuk pergi dari sini sampai ludah di pistolku itu kering. Jika tidak, kau kutembak!” teriaknya. Tapi, Adjie tidak termakan gertakan. Meski masih basah kena cipratan ludah, Adjie menyambar pistol itu lalu balik menodongkannya ke batok kepala Si Komandan, “Tak perlu menunggu ludah itu kering, sekarang juga kau aku tembak jika tidak ikut perintahku!” ujar Adjie.

Advertising
Advertising

Baca juga: 

"Tak Perlu Menunggu Ludah itu Kering, Kau Kutembak!"

Begitulah penuturan Kiki Adjie – putra Ibrahim Adjie – kepada Historia mengisahkan pengalaman ayahnya. Menurut Kikie, demonstrasi pistol berludah itu adalah aksi nyeleneh yang biasa dilakukan untuk menguji nyali para komandan di Tapanuli. Tapi, Kikie tidak memperoleh keterangan dari ayahnya tentang siapa sosok komandan yang mengancamnya dengan pistol berludah itu.

Sosok Matheus Sihombing

Apabila merujuk waktu dan tempat, kejadian tersebut berlangsung setelah November 1948. Saat itu, Adjie menyertai Letkol Alex Kawilarang yang diangkat menjadi panglima komandamen Sumatra Utara. Sebagai stafnya Kawilarang, Adjie bertugas membantu penertiban para komandan brigade yang saling bertempur satu sama lain.

Mayor Ibrahim Adjie dalam Sejarah Perang Kemerdekaan di Sumatra, 1945--1950 terbitan Dinas Sejarah Kodam II Bukit Barisan disebutkan menetap di Penyabungan sebagai pejabat gubernur militer untuk daerah Tapanuli Selatan dan Sumatra Timur Selatan. Salah seorang komandan yang berkuasa di daerah itu ialah Kapten Matheus Sihombing. Tepatnya, Sihombing merupakan komandan Batalion V dari Sub Sektor Padang Lawas Sipirok. Kuat dugaan, Matheus Sihombing inilah yang berperkara dengan Ibrahim Adjie sehubungan dengan insiden pistol berludah itu.

Baca juga: 

Perang Salib Zaman Revolusi

Matheus Sihombing seperti tercatat dalam 35 Tahun Kadet Brastagi termasuk salah satu pemimpin Laskar Rakyat Medan Timur yang legendaris. Dia kesohor karena memimpin barisan preman dalam pertempuran Medan Area. Pasukannya berasal dari pemuda-pemuda Tapanuli yang bermukim di Medan. Kebanyakan dari mereka adalah bekas jagoan atau para kriminal di samping pemuda pengangguran yang menggabungkan diri secara sukarela.

“Kelompok dari Matheus Sihombing yang bermarkas di Kongsi Dua itu kemudian terkenal dengan nama Laskar Pembinaan Napindo,” tulis Forum Komunikasi Ex Sub Teritorium VII Komando Sumatera dalam Perjuangan Rakyat Semesta Sumatera Utara.

Dalam jajaran kelaskaran di kota Medan, Matheus boleh dikata sebagai orang kedua paling berpengaruh setelah Timur Pane. Pada akhir 1946, Timur Pane mengajak Matheus Sihombing dan Liberty Malau membentuk Brigade Marsose. Kelompok ini menjadi barisan laskar yang sangat kuat di Sumatra Utara membawahi belasan batalion. Menjelang perang kemerdekaan pertama, Brigade Marsose dilebur ke dalam Tentara Republik Indonesia (TRI) dengan nama Legiun Penggempur. 

Baca juga: 

Timur Pane Si Jenderal Bohongan

“Si Mitraliur”

Menurut berbagai penuturan, Matheus Sihombing digambarkan sebagai sosok yang sangar, berkuasa, dan disegani, tapi tidak berpendidikan. Karena buta huruf, Matheus biasanya membubuhi namanya dengan hanya melukiskan sebuah bulatan dengan secoret garis di tengahnya. Dia juga disebut-sebut sebagai seorang pentolan laskar yang setia kawan.

Sebagaimana dikisahkan oleh Mas Kadiran, kepala pasukan Barisan Istimewa Polisi Karesidenan Tapanuli ketika dirinya dilucuti dan tertawan oleh Laskar Rakyat Naga Terbang pimpinan Timur Pane di Kuala Namu, Lubuk Pakam. Mengetahui Kadiran ditangkap, Matheus Sihombing meminta supaya Kadiran dipindahkan ke markasnya di Galang Sungai Putih. Setelah ditahan selama beberapa hari dengan perlakuan yang baik, Matheus Sihombing kemudian membebaskan Mas Kadiran.

“Bantuan Matheus Sihombing ini dikarenakan dalam pertempuran di Medan Area, Mas Kadiran banyak membantu senjata dan amunisi kepada Matheus Sihombing,” ungkap H. Hadiman dalam Lintasan Perjalanan Kepolisian RI Sejak Proklamasi--1950.

Baca juga: 

Polisi Khusus Bentukan Daendels

Kendati demikian, Matheus Sihombing pun tidak sungkan berlaku bengis pada siapa saja. Seperti dicatat sastrawan Sitor Situmorang  bahwa Matheus Sihombing juga pernah mengancam Gubernur Sumatra Teuku Mohammad Hasan lewat aksi pistol berludahnya . “Matheus Sihombing,” kata Sitor dalam otobiografinya Sitor Situmorang: Seorang Sastrawan 45, “meninggalkan kisah ultimatumnya kepada Gubernur Hassan, hal pistol berair-ludah.” Kiranya dari kelakuannya itulah tercetus nama alias yang nyentrik pada diri Matheus Sihombing, yakni “Si Mitraliur” yang bisa diartikan: senapan berludah.

Terbiasa beraksi dengan pistol, kisah hidup Matheus Sihombing ditutup dengan desingan peluru. Peristiwa itu terjadi menjelang agresi militer Belanda yang kedua pada akhir 1948. Seperti ditulis Sitor, Matheus dikabarkan terbunuh karena tembakan yang dilepaskan oleh rekan yang jadi saingannya. Namun, Alex Kawilarang dalam otobiografinya Untuk Sang Merah Putih: Pengalaman 1942—1961 menyebut Matheus Sihombing mencoba untuk merebut kekuasaan, tetapi ia segera ditindak oleh pasukan Sektor II Sub Teritorium VII Sumatera pimpinan Mayor Liberty Malau.

“(Matheus Sihombing)”, kata Kawilarang, “dikejar, ditangkap, dan ditembak mati.”   

Baca juga: 

Alex Kawilarang, Kisah Patriot yang Dicopot


  

 

 

 

TAG

laskar tokoh-batak matheus sihombing

ARTIKEL TERKAIT

Westerling Nyaris Tewas di Tangan Hendrik Sihite Perang Saudara di Tapanuli Bandit Medan Berjuang dalam Perang Kemerdekaan Pamer Kemewahan Hasil Jarahan Kapten Matheus Sihombing, Jago Revolusi dari Tapanuli Kisah Tarigan, Laskar Buronan Westerling di Medan Filosofi Bisnis T.D. Pardede Gugurnya Mayor Bahrin Yoga Timur Pane Si Jenderal Bohongan Lagak Laskar Sumatra Timur