Masuk Daftar
My Getplus

Met Gala dari Masa ke Masa

Berawal dari acara amal, Met Gala bertransformasi menjadi pesta mode tahunan yang dinanti para pencinta fesyen dunia.

Oleh: Amanda Rachmadita | 02 Mei 2023
Metropolitan Museum of Art di Fifth Avenue, Manhattan, New York City, Amerika Serikat. (Kai Pilger/Wikimedia Commons).

SATU per satu selebritas dunia berpose memamerkan kostum yang mereka kenakan saat menghadiri Met Gala 2023 yang berlangsung di The Metropolitan Museum of Art, Kota New York, Amerika Serikat, pada Senin (1/5) waktu setempat. Met Gala bertema “Karl Lagerfeld: A Line of Beauty” ini diselenggarakan pada Senin pertama bulan Mei, satu dari empat hari dalam setahun di mana The Metropolitan Museum of Art ditutup untuk umum.

Tak hanya dihadiri para selebritas papan atas dari berbagai negara, Met Gala juga menjadi tempat bertemunya supermodel dan orang-orang penting dalam dunia fesyen serta taipan internasional. Oleh karena itu, acara bergengsi ini pun mendapat sebutan Party of the Year atau Pesta Tahun Ini.

Tema gelaran yang unik dan berbeda setiap tahunnya membuat Met Gala menjadi acara yang paling dinanti para pemerhati fesyen dunia maupun masyarakat luas. Parade kostum para selebritas yang mengenakan gaun maupun tuksedo mewah dari desainer papan atas dunia menjadi pemandangan yang tak boleh dilewatkan. Besarnya perhatian terhadap gaya busana para selebritas yang menghadiri Met Gala bahkan memunculkan kategori layaknya ajang penghargaan, seperti pakaian terbaik maupun pakaian terburuk.

Advertising
Advertising

Baca juga: Fesyen dan Krisis Ekonomi

Met Gala sesungguhnya bukan sekadar pesta kostum bagi para selebritas maupun orang-orang kaya dan berpengaruh di dunia. Merunut sejarahnya, pesta ini digelar sebagai acara amal. Elspeth H. Brown dalam Work! A Queer History of Modeling menyebut Eleanor Lambert, seorang humas dalam industri mode Amerika Serikat, berperan besar dalam lahirnya Met Gala. Ia menggunakan keahliannya dalam periklanan dan publikasi untuk mengembangkan industri mode Amerika Serikat selama tahun-tahun Perang Dunia II.

Julie Scelfo dan Hallie Heald dalam The Women Who Made New York menyebut Lambert yang pernah menempuh pendidikan di sekolah seni di Indiana memiliki ketertarikan yang besar terhadap dunia fesyen. Ia memandang fesyen sebagai bagian dari seni. Ketertarikannya terhadap dunia fesyen membawa Lambert menduduki posisi sebagai direktur New York Dress Institute, organisasi promosi industri fesyen pertama.

“Di sana ia meyakinkan para desainer individu yang kerap bersaing untuk mengelompokkan pertunjukan mereka dan menyelenggarakan sebuah gelaran berskala besar yang dapat menjadi wadah bagi talenta berbakat di kota itu,” sebut Scelfo dan Heald.

Baca juga: Pelopor Modeling Indonesia

Pertunjukan tersebut memungkinkan adanya liputan media secara penuh, baik dari media lokal maupun luar negeri, yang pada gilirannya menjadikan New York sebagai tempat di mana para desainer dapat menonjolkan diri mereka. Perang Dunia II tak menghentikan langkah Lambert dalam mengembangkan industri fesyen Amerika Serikat.

Menurut Brown, selain mendirikan International Best-Dressed List di tahun 1940, Lambert juga menyelenggarakan Press Week di New York pada 1943. Dalam acara tersebut, Lambert mengundang editor dari berbagai surat kabar wanita di seluruh wilayah Amerika Serikat untuk datang ke New York guna melihat karya lima puluh tiga desainer Amerika, yang karyanya telah dikurasi oleh Lambert, dalam pertunjukan pagelaran busana di Hotel Plaza Manhattan.

Brown menyebut Press Week yang diselenggarakan Lambert merupakan cikal bakal lahirnya Fashion Week yang diselenggarakan untuk mengenalkan berbagai busana karya para desainer pilihan. Press Week sukses mengorientasikan kembali pasar desainer dalam negeri Amerika Serikat. Seiring berjalannya waktu, pusat industri mode mulai bergeser dari Paris ke New York.

Baca juga: Kisah Perancang Mode pada Zaman Jepang

Selepas Perang Dunia II, Lambert menyelenggarakan gala pertama untuk Metropolitan Museum of Art’s Costume Institute pada 1948. Sejak saat itu pesta yang dihadiri oleh sejumlah tokoh penting tersebut rutin diselenggarakan setiap tahun. Meski hingga saat ini pesta itu masih menjadi salah satu acara terpenting dalam industri mode, penyelenggaraannya tentu berbeda dengan di masa kini.

Nina-Sophia Miralles dalam Glossy: The Inside Story of Vogue menulis bahwa di masa-masa awal kemunculannya, pesta ini diselenggarakan di ruang makan hotel, baru pada 1970-an di tangan Diana Vreeland, yang dikenal sebagai editor majalah mode dan pakar mode Amerika, pesta tersebut berkembang tak hanya menjadi pesta amal tetapi juga menjadi acara eksklusif yang kian populer di kalangan masyarakat. “Ia membawanya ke jantung museum, mengubah pesta itu menjadi sebuah acara eksklusif yang menyertakan orang-orang terkenal seperti Andy Warhol, Diana Ross, dan Cher,” tulis Miralles.

Baca juga: Pembuka Jalan Peragaan Busana di Indonesia

Di masa kepemimpinan Vreeland pula tema penyelenggaraan Met Gala diperkenalkan. Tema Met Gala yang pertama kali diperkenalkan adalah “The World of Balenciaga” tahun 1973. Setelahnya berbagai tema ditentukan untuk penyelenggaraan Met Gala setiap tahunnya. Di bawah Vreeland, Met Gala menjadi lebih terkait dengan budaya populer sehingga menjadikannya sebagai acara dengan publikasi dan liputan pers yang luar biasa.

Persaingan di antara tokoh-tokoh fesyen terkenal mewarnai penyelenggaraan Met Gala. Setelah kematian Vreeland tahun 1989, Costume Institute mulai mencari pengganti sang pakar mode yang membawa Met Gala kian populer di kalangan masyarakat. Kandidatnya Anna Wintour, pemimpin redaksi majalah mode Vogue, dan Liz Tilberis, pemimpin redaksi majalah mode Harper’s Bazaar.

Baca juga: Dari Harajuku ke Haradukuh

Pada 1995, Wintour diberi kesempatan memimpin pelaksanaan Met Gala. Demi menampilkan kesan eksklusif, Wintour membatasi dan menentukan daftar tamu yang diizinkan hadir di pesta tersebut. Ia juga mengganti tanggal Met Gala, dari semula pada bulan Desember menjadi Senin pertama di bulan Mei.

Wintour kemudian diganti Liz Tilberis yang memimpin Met Gala tahun 1996. Miralles menyebut Tilberis menunjuk Dior sebagai sponsor. Pesta ini kian menjadi sorotan saat Putri Diana tampil mengenakan gaun ikonik yang dirancang oleh John Galliano dari Dior. Kehadiran Putri Diana sontak mencuri perhatian media yang meliput Met Gala. Foto-foto Putri Diana muncul di berbagai tabloid hingga semakin mendongkrak popularitas Met Gala.

Kepopuleran Met Gala tak hanya sekadar acara amal bagi Metropolitan Museum of Art’s Costume Institute, tetapi juga menjadi ajang bagi para desainer untuk memamerkan kreativitas dan inovasi lewat karya-karya mereka. Tak heran Met Gala juga kerap disebut sebagai ajang “Oscar Pantai Timur” dan “Acara Amal Super Bowl” sebagai pengakuan atas profilnya yang tinggi dan eksklusif.*

TAG

mode

ARTIKEL TERKAIT

Tradisi Membeli Baju Lebaran Dari Harajuku ke Haradukuh Pembuka Jalan Peragaan Busana di Indonesia Kemeriahan Mambo Fesyen Show Dari Peragaan Busana hingga Bersulang Kisah Perancang Mode pada Zaman Jepang Kontestasi Ideologi dalam Pakaian Perempuan Indonesia Ketakutan pada Kebotakan Pelopor Modeling Indonesia Sentuhan Mewah ala Prancis