Masuk Daftar
My Getplus

Buku Lagu Para Tapol

Tuba bin Abdul Rochim menyimpan buku berisi lagu-lagu yang dibuat para tahanan politik Orde Baru dari penjara ke penjara.

Oleh: Andri Setiawan | 12 Jan 2020
Tuba menunjukan buku berisi lagu-lagu yang dibuat oleh para tapol. (Andri Setiawan/Historia).

Pada 1990, rumah Tuba bin Abdul Rochim, mantan tahanan politik (tapol) Orde Baru, di daerah Penjaringan, Jakarta Utara, kebakaran. Api melahap satu RW di gang sempit itu dan menghabiskan benda-benda di dalamnya. Namun, mantan anggota Pemuda Rakyat itu malah menyelamatkan sebuah buku bersampul ungu dan sebuah gitar. Bukan televisi, radio ataupun benda berharga lainnya.

"Saya hanya sempat bawa buku ini sama gitar. Gendong gitar sama bawa ini. Barang lainnya malah tidak dibawa," kenang Tuba kepada historia.id sambil memegang buku yang pinggirannya sudah kerepes itu.

Buku itu tampaknya bukan buku biasa. Buku yang kertasnya sudah kecokelatan dan rapuh itu merupakan harta paling berharga milik pria kelahiran 14 April 1944 itu. Buku itu berisi lagu-lagu yang dibuat oleh para tapol Orde Baru sejak dari RTC Tangerang, Nusakambangan, hingga Pulau Buru.

Advertising
Advertising

Baca juga: Kisah Cinta di Tepi Sungai Cisadane

Salah satu lagu yang berkesan bagi Tuba berjudul Penebang Kayu. Lagu ini berkisah tentang para tapol yang dipekerjakan sebagai pencari kayu bakar ketika di penjara di RTC Tangerang pada 1966.

Untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar, Tuba dan 24 orang lainnya juga ditugasi untuk mencari kayu bakar. Mereka diperbolehkan mencari kayu bakar ke rumah-rumah penduduk karena dalam sehari mereka harus mengumpulkan 10 kubik kayu bakar.

Tuba bercerita, kala itu, di depan Pendopo Kabupaten Tangerang terdapat sebuah pohon sengon yang berdiri megah yang cabang-cabangnya melintang sampai menjorok ke jalan raya. Ia dan kawan-kawannya pun mulai beraksi untuk memangkas pohon tersebut.

Pekerjaan itu ternyata menjadi tontonan warga sekitar karena para tapol dengan gesit melompat dari cabang satu ke cabang yang lain seperti permainan sirkus.

"Ini merupakan tontonan gratis bagi masyarakat sekitar pendopo Tangerang. Juga tidak sedikit yang merasa simpatik kepada teman-teman kita yang sedang bekerja," ujar Tuba.

Pekerjaan mencari kayu bakar membuat para tapol dekat dengan masyarakat. Terlebih para tapol juga sering melakukan pekerjaan di luar seperti pijat dan totok refleksi.

Baca juga: Para Tapol dan Anjingnya

"Sehingga mereka dengan ikhlas suka menyisihkan sedikit rejekinya untuk dibagikan kepada kita seperti makanan, minuman, rokok, dan juga uang. Hampir seluruh Kota Tangerang dan sekitarnya, Serpong, Balaraja, Cikupa, Tigaraksa, Gunung Sindur, mereka kenal dan tahu tentang tapol PKI," kata Tuba.

Berangkat dari kisah para penebang kayu itu, Michiel Karatem, rekan Tuba kemudian membuat lagu berjudul Penebang Kayu. Michiel Karatem merupakan mantan Pegawai Negeri Sipil di Jawatan Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yang ditangkap pasca peristiwa 1965 karena dianggap anggota Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra).

Tuba mencatat puluhan lagu yang dibuat para tahanan politik ketika dipenjara. (Andri Setiawan/Historia).

Di RTC Tangerang, setiap akhir pekan minggu ketiga diadakan acara hiburan yang disaksikan oleh petugas penjara, termasuk keluarga. Acara biasanya diisi dengan pentas musik lagu-lagu keroncong. Pada suatu ketika, para tapol pun berinisiatif menyanyikan lagu Penebang Kayu. Namun, baru beberapa saat dinyanyikan, mereka dibubarkan.

"Karena katanya lagu-lagu ini menyinggung negara. Sedang berpentas, setop, jangan diteruskan," kata Tuba.

Baca juga: Ingin Kembali ke Pulau Buru

Pada 1973, Tuba dipindahkan ke penjara Salemba selama satu bulan. Bersama seribu lebih tapol, ia kemudian dipindahkan lagi ke Pulau Nusakambangan hingga akhirnya dibawa ke Pulau Buru pada November 1976.

Pekerjaan mencari kayu bakar berlanjut ketika Tuba dan tapol lainnya berada di Nusakambangan. Di pulau bagian selatan Jawa itu, para tapol harus mencari kayu bakar untuk menghidupkan mesin pembangkit listrik tenaga uap. Pekerjaan yang lebih berat dan membutuhkan banyak tenaga.

"Kalau di Nusakambangan itu kita ini listriknya. Cari sendiri kayu bahan bakar. Karena tenaga listriknya dengan menggunakan uap," kata Tuba.

Lagu Penebang Kayu dinyayikan ketika mereka bekerja untuk penyemangat. Selain lagu Penebang Kayu, Tuba mencatat puluhan lagu yang dibuat oleh para tapol, baik ketika di penjara Tangerang, Nusa Kambangan hingga Pulau Buru. Ia beli buku tulis di koperasi RTC Nusakambangan. Ia dapat uangnya dari pekerjaan membabat rumput di kebun karet.

Baca juga: Kecil di Digul Muda di Buru

Tuba masih menyimpan baik-baik buku lagu itu. Di dalam buku itu, Tuba juga menyimpan surat pembebasannya sebagai tapol. Baginya, buku itu adalah saksi bisu perjalanan hidupnya sebagai pelajaran bagi anak cucunya.

"Ini loh bapakmu dulu begini. Jangan sampai peristiwa itu terjadi lagi pada anak cucu kita. Sejarah yang kelam," kata Tuba.

Tuba kini tengah mencari teman untuk menyanyikan ulang lagu-lagu itu. Ia bercita-cita membentuk grup kwartet. Ia terinspirasi oleh paduan suara Dialita.

TAG

g30s tahanan politik orde baru musik

ARTIKEL TERKAIT

Eric Carmen dan "All By Myself" Komponis dari Betawi God Bless di Mata Roy Jeconiah Eksil, Kisah Orang-orang yang Terasing dari Negeri Sendiri Hubungan Jarak Jauh Pierre Tendean Ray "The Doors" Prajurit Rock n’Roll Aretha Franklin dan Hegemoni Maskulinitas Musik Rock Pendiri Pink Floyd Peduli Palestina Alkisah Bing Slamet Koes Plus dan Mantan Perwira AURI